Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Monday 27 December 2010

Mengampuni?

Seseorang telah menyakiti hati saya. Dia hidup dekat dengan saya, sehingga setiap kali saya pasti akan ketemu dia. Nah, setiap kali teringat atau bahkan ketemu, panas hati ini mendadak bertambah 1500 derajat. Bajapun akan meleleh dalam panas itu. Banyak teman-teman memberikan nasehat praktis kepada saya. "Dah lupakan saja. Tidak ada gunanya menyimpan amarah seperti itu." Demikian inti nasehat-nasehat yang saya terima. Memang benar menyesakkan menyimpan dendam dan amarah. Tapi kalau belum membalas, kok rasanya belum adil, belum seimbang gitu. Sahabat yang lain bicara "Pengampunan, maaf yang tulus akan membersihkan hati, dan membawa damai." Nampaknya memang begitu. But how? Bagaimana dalam kondisi sekarang dapat memadamkan api sementara di pihak sana terus menyiramkan bensin?

Sampai disini saya merenung. Diam sendiri dan tidak mau diganggu. Saya harus mencari sendiri "kebenaran" itu. Saya seorang Kristen. Saya tahu bahwa saya harus mengasihi, bahkan musuh sekalipun. Urusannya tetap, bagaimana caranya? Kalimat-kalimat indah yang dilontarkan oleh Yesus memang berguna untuk mereka yang belum merasakan sakit hati ini. Tetapi bagi saya yang rasa sakitnya sudah seperti disayat sembilu sembilan macam, mengasihi musuh menjadi semacam "cemoohan" bagi kemanusiaan saya. Mengampuni orang yang menyakiti hati tanpa melihat perubahan perilakunya seperti melemparkan mutiara kepada babi. Huh...

Saya pernah berpikir bahwa Tuhan pun meminta pertobatan dari manusia agar manusia bisa selamat. Kenapa saya mesti memberikan gratis-tis kepada dia? No way. Dia harus bertobat. Tiba-tiba cling! Ada sesuatu berkelebat dalam benak saya. Tuntutan Tuhan kepada manusia mestinya tidak bisa disamakan dengan tuntutan saya kepada manusia lain. Emangnya saya Tuhan? Lho kok jadi begini? Jadi bagaimana? Saya tetap harus mengampuni, memaafkan sementara dia boleh bebas tidak mengubah perilakunya? Teman lain lagi datang dan memberikan nasehat "It is a matter of choice. You may choose to be misserable all the time thinking of him, or just let it go. Forgive him and live a happy life." Wah nasehat ini hebat. Bukan karena dalam bahasa Inggris, tetapi karena isinya menyentak kesadaran saya. Ya, benar! Itu pilihan saya sendiri. Karena urusan ini adalah urusan manusia-manusia, bukan Tuhan-manusia.

Kiranya Roh Kudus memberikan kekuatan dan hikmat agar saya mampu menjatuhkan pilihan yang tepat...

***

Lima hari kemudian saya bermimpi. Saya melihat awan bergulung-gulung, awan putih bukan awan hitam. Awan itu terus bergulung, bentuknya mirip sekali dengan bulu domba. Karena ada matahari di balik awan itu, maka kumpulan awan itu menjadi berpendar keperakan. Indah sekali. Ketika saya sedang menikmati keindahannya, tiba-tiba ada dua tangan terjulur dari dalam kumpulan awan tersebut. Tangan yang satu membawa pedang, dan tangan yang lain tidak memegang apa-apa. Hanya terjulur saja seperti ingin menolong atau menarik orang yang berada di bawah. Pada tangan yang menggapai ini terlihat jelas tanda lobang paku….

***
Saya segera sadar bahwa ini merupakan jawaban dari pergumulan dan tulisan saya beberapa hari yang lalu perihal mengampuni. Allah maha pengasih dan pengampun, namun sekaligus Dia maha adil. Bahwa dengan kasih-Nya Dia menawarkan pengampunan, oleh karenanya tangan itu terjulur dengan tanda lobang paku. Tangan itu ingin menggapai, menarik mereka yang berkancah dalam lumpur dosa. Ia memberikan dan menawarkan pengampunan-Nya. Namun di tangan yang lain ada pedang. Tanpa pertobatan, pada saatnya maka pedang yang akan beraksi dan membinasakan. Kita sebagai manusia, hanya diminta untuk mengasihi dan menawarkan pengampunan kepada sesama kita. Karena itu kita tidak diberikan pedang oleh Allah untuk menghakimi dan membinasakan sesama kita. Oleh karena itu, pengampunan kita seharusnya final, dan tidak ada tuntutan pertobatan di pihak sana.

***
Ketika saya terbangun, saya melihat dari jendela kamar saya bintang yang berkelap-kelip terang sekali. Saya tahu itu bintang timur, yang setiap pagi memang selalu hadir. Akan tetapi pagi ini bintang itu terasa lain. Bintang itu seperti mata Tuhan sendiri yang berkedip menyapa diri saya secara pribadi. Sangat pribadi….

No comments:

Post a Comment