Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Wednesday 26 May 2010

Menyiasati Godaan

Sebelum saya mulai diskusikan persoalan godaan, dan godaan macam apa yang hendak saya uraikan disini, baiklah saya ajukan satu pertanyaan dulu. Apakah para pembaca semua punya tujuan hidup? Apakah tujuan anda menjadi ayah, menjadi ibu? Apakah tujuan anda menjadi seorang pegawai? Apakah tujuan anda menjadi seorang guru, guru agama, pendeta? Kalau belum ada coba ambil selembar kertas dan satu alat tulis. Coba tuliskan tujuan hidup anda, mulai dari yang paling luas – mengapa anda perlu hidup sampai yang cukup detil seperti untuk apa jadi orang tua, pegawai negeri, dan sebagainya. Sudah? Ok. Sekarang coba jawab pertanyaan ini. Menurut anda, orang paling sering distracted dari tujuan hidupnya karena sesuatu yang tidak enak, yang mengganggu, yang tidak asyik, atau justru oleh sesuatu yang nikmat, yang asyik, yang membawa kesenangan? Saya lebih cenderung mengatakan bahwa orang lebih sering melenceng dari tujuan hidupnya karena sesuatu yang indah, yang menurutnya enak dan nikmat.

Salomo adalah seorang raja yang luar biasa kaya. Namun dalam catatannya dia mengatakan bahwa segala sesuatu adalah kesia-siaan. Dia sudah mencicipi apapun yang diinginkan manusia saat itu dan saat ini. Tidak ada lagi yang dia perlukan untuk memuaskan dirinya. Namun demikian dia tetap mengatakan segala sesuatu adalah sia-sia dan usaha menjaring angin di bawah matahari. Salomo pun hampir jatuh pada kesalahan yang biasa dialami manusia. Terlalu menikmati kesenangan dunia, namun ujungnya adalah sia-sia. Nah, sekarang mari kita pelajari beberapa hal, untuk mencegah kita nyeleweng dari tujuan hidup kita sendiri.

Kitab Hakim-hakim pasal 7 mencatat ketika Gideon akan menyerang orang Midian, Allah melarang membawa pasukan yang begitu banyak. Maka kemudian Gideon mulai melakukan seleksi. Seleksi pertama adalah siapa yang merasa takut dan gentar diminta mengundurkan diri. Wuaaah…tidak tanggung-tanggung. Dua puluh ribu orang langsung mengundurkan diri. Sisanya tinggal sepuluh ribu orang. Tapi itupun masih terlalu banyak. Bagaimana seleksi yang kedua dilaksanakan? Ternyata Tuhan memberi petunjuk untuk menyuruh orang-orang itu minum. Maka akan terlihat orang-orang yang dipilih oleh Allah adalah orang yang meminum air sungai dengan cara mengambil air menggunakan tangan, sementara yang ditolak untuk maju bertempur adalah mereka yang gaya minumnya seperti anjing atau kucing. Mendekatkan mulutnya ke aliran air sungai. Pertanyaannya adalah: kenapa cara yang pertama diterima dan cara yang kedua ditolak? Menurut saya ini menunjukkan prinsip berjaga-jaga. Orang yang mengambil air dengan tangan tetap berjaga ketika dia mereguk kesegaran air sungai itu. Sementara mereka yang minum seperti binatang sama sekali tidak berjaga. Mereka hanya melihat nikmatnya air dan melupakan tujuan mereka hadir disitu adalah untuk berperang. Inilah prinsip pertama untuk mencegah kita keluar dari tujuan hidup kita. Segala sesuatu yang nampaknya baik dan menyegarkan jiwa namun mengalihkan perhatian kita dari tujuan hidup kita, janganlah kita ambil atau lakukan. Itulah prinsip pertama. Contoh paling sederhana adalah makanan dan minuman. Bila tujuan kita hidup adalah berbahagia dan berumur panjang di dunia ini menemani anak cucu, maka makanan yang nampaknya nikmat dan menyegarkan jiwa namun akan memperpendek umur kita selayaknya tidak kita makan. Orang yang cenderung berpenyakit gula, tidak perlu menyegarkan diri dengan es teler, misalnya.

Prinsip yang kedua dapat kita pelajari melalui apa yang dilakukan oleh Daud. Dua Samuel 23 mencatat tentang pahlwan-pahlawan Daud. Saat itu, Daud dan pasukannya ada di luar kota Bethlehem sementara di dalam kota dikuasai oleh pasukan Filistin. Daud tiba-tiba mempunyai kerinduan dan keinginan sangat untuk minum dari sumur yang ada di pintu gerbang Bethlehem. Mendengar keinginan itu, 3 orang pahlawan Daud pada malam hari pergi menyusup ke perkemahan musuh, mengambil air dari sumur itu, dan kembali kepada Daud sambil menyerahkan air yang sangat diinginkan olehnya. Apakah Daud meminumnya? Tidak! Dia bahkan berkata,”Jauhlah dari padaku, ya Tuhan, untuk berbuat demikian! Bukankah ini darah orang-orang yang telah pergi dengan mempertaruhkan nyawanya?” Inilah prinsip yang kedua. Segala sesuatu yang nampaknya baik dan menyegarkan jiwa, namun melanggar hak dan membahayakan orang lain, janganlah kita lakukan. Ketika saya menjadi seorang guru, saya pernah kelaparan karena bangun kesiangan. Dalam perjalanan menuju sekolah tempat saya mengajar, ada banyak warung tempat makan. Kalau saya mampir, saya mengorbankan jam pelajaran murid-murid saya. Maka saya tidak mampir makan. Cukup diganjal dengan roti dan minum air yang banyak. Saya tidak mau mengorbankan hak anak-anak untuk mendapat pelajaran 45 menit penuh demi perut saya sendiri.

Nah, sekarang prinsip yang ketiga atau yang terakhir. Prinsip ini sederhana sekali. Salomo dengan amsalnya menasehatkan demikian,”kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya.” (amsal 25:16). Cukup jelas bukan? Kalau ada hal-hal yang menyegarkan, tidak memelencengkan kita dari tujuan hidup, tidak melanggar hak maupun membahayakan orang lain…ambil itu secukupnya saja. Tidak usah rakus. Demikianlah ketiga prinsip untuk mengakali atau menyiasati godaan yang datang dalam hidup. Semoga dengan rahmat dan karunia Tuhan, dan kekuatan dari Roh Kudus kita mampu melakukan yang terbaik demi tujuan hidup kita masing-masing.

Perjanjian Allah dengan Manusia

Bentuk hubungan yang dipilih Allah dalam Alkitab adalah hubungan perjanjian.

Pengantar
Ketika masa krisis tahun 1998 berlangsung, seorang teman saya pernah tidak mampu lagi membayar hutang-hutang dagangnya. Ketika itu kurs Rupiah terhadap Dollar melonjak tajam, dari Rp 2.500/US$ menjadi Rp 15.000/US$. Dengan inisitatifnya sendiri, teman saya ini kemudian mendatangi partner dagangnya dan menceritakan semua permasalahan yang ada. Akhirnya dibuatlah sebuah perjanjian baru, tempo pembayaran dan kurs yang dipakai. Alhasil, hingga sekarang teman saya tersebut masih dipercaya oleh partner dagangnya. Mirip seperti kejadian itu, namun dengan inisiatif yang berbeda, Allah mengikatkan diri-Nya sendiri melalui perjanjian-perjanjian yang dibuat-Nya sendiri untuk kepentingan dan keselamatan manusia.

Perjanjian Allah dengan Adam dan Hawa
Kejadian 3:15 mencatat perjanjian pertama yang dibuat Allah. Bahwa keturunan perempuan akan meremukkan kepala ular (iblis), walaupun keturunan ular juga tetap akan memberontak dan mampu meremukkan tumit keturunan Hawa. Perjanjian ini langsung dibuat setelah manusia kedapatan jatuh dalam dosa. Kita tahu bahwa keturunan Hawa yang dimaksud adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri.

Perjanjian Allah dengan Nuh
Kejadian 6:18 mencatat demikian “Tetapi dengan engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anak-anakmu dan isterimu dan isteri anak-anakmu.” Inilah perjanjian yang pertama kali dibuat dengan Nuh. Mengapa Nuh terpilih untuk diselamatkan? Karena Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh hidup bergaul dengan Allah (Kej. 6:9). Ketika manusia semakin merosot moral dan akhlaknya, Allah berfirman bahwa Dia akan memusnahkan seluruh umat manusia. Namun menyisakan Nuh dan keluarganya karena mereka hidup berkenan di hadapan Allah.

Sesudah air bah melanda muka bumi dan memusnahkan seluruh umat manusia, Allah kembali mengadakan perjanjian bahwa Dia tidak akan mengulangi hal yang sama: tidak ada lagi air bah untuk melenyapkan seluruh umat manusia dan binatang. Sebagai tanda perjanjian ini Allah meletakkan busur-Nya di langit berupa pelangi. Busur ini dalam bahasa Ibrani disebut qeset yang memiliki arti senjata. Jadi busur atau pelangi yang nampak sesudah hujan adalah melambangkan senjata Allah yang melindungi bumi dan segala isinya.

Perjanjian Allah dengan Abraham
Perjanjian Allah dengan Abraham ini terjadi dua kali. Alkitab mencatat perjanjian pertama pada Kejadian 15:1-21 dan perjanjian kedua pada Kejadian 17:1-27. Dalam Kejadian 15 dicatat bahwa Allah menjanjikan keturunan yang sangat besar bagi Abraham, walaupun pada saat itu Abraham sudah tua dan isterinya sudah mati haid. Perjanjian itu disahkan dengan dibakarnya persembahan Abraham oleh api Allah pada malam hari. Ketika itu nama Abraham masih Abram.

Pada bagian kedua perjanjian Allah dengan Abraham dinyatakan dengan tegas bagian Allah dan bagian manusia (Abraham). Tanda dari perjanjian ini adalah sunat. Setiap laki-laki keturunan Abraham harus disunat. Sunat bukan hanya tanda sumpah dan pengakuan terhadap ke-Tuhanan Allah tetapi juga merupakan tanda pengudusan atau meterai kebenaran berdasarkan iman (bdk. Roma 4:11).

Perjanjian Allah dengan Israel
Ketika umat Israel hidup dalam penindasan bangsa Mesir selama lebih dari 400 tahun, kembali Allah berinisiatif untuk menyelamatkan mereka. Melalui Musa Allah bertindak membawa bangsa Israel keluar dari Mesir dengan berbagai cara (tulah). Peristiwa keluaran ini menjadi tonggak dan inti iman umat Israel, menjadi pujian-pujian syukur bagi bangsa Israel (Kel.15).

Dalam perjalanannya menuju tanah perjanjian, Allah memberikan 10 hukum-Nya untuk ditaati dan dikerjakan oleh umat Israel. Ini sebuah perjanjian bersyarat bahwa Allah tetap menjadi pelindung umat Israel secara keseluruhan namun umat sendiri harus melaksanakan hukum-hukum yang sudah diberikan-Nya.

Perjanjian Baru
Walaupun melalui berbagai perjanjian umat Israel banyak melakukan pelanggaran, namun Allah tetap bersabar. Melalui nabi Yeremia Allah kemudian memberikan satu perjanjian baru yang sungguh luar biasa! (Yer.31:31-34). Perjanjian baru ini merupakan janji tanpa syarat dari Allah kepada umat Israel yang tidak setia untuk mengampuni dosa-dosa mereka dan membuat hubungan yang baru dengan mereka atas dasar hukum-hukum-Nya yang ditulis dalam hati mereka sendiri. Sebuah perjanjian atas dasar rahmat semata. Perjanjian baru ini berpuncak pada diri Tuhan Yesus Kristus yang menyelamatkan bukan hanya bangsa Israel tetapi seluruh umat manusia. Tanda perjanjian baru ini adalah Baptisan Kudus.

Makna Hidup dalam Perjanjian Allah
Seluruh perjanjian yang dibuat Allah adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa dan hidup dalam persekutuan yang indah dengan Allah. Oleh karena itu hidup dalam perjanjian dengan Allah selalu berkaitan dengan “spiritualitas kehidupan.” Bagaimana kita menjalani kehidupan sebagai manusia yang sekaligus adalah umat Allah yang sudah ditebus, dimerdekakan.