Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Wednesday 30 December 2015

Bahagia 3

BAHAGIA3. Saya tidak akan bahagia kalau saya menutup mata pada yang baik, yang bagus, yang indah dan hanya memandang tajam kepada yang buruk, yang salah, yang tercela. Kenapa kita diberi dua mata? Yang satu untuk melihat sisi buruk sementara satu lagi untuk melihat sisi baik. Kedua mata sama-sama terbuka dan dipakai. Begitu ilustrasi tulisan yang saya baca. Hari Minggu lalu saat ibadah saya melihat hiasan mimbar yang seharusnya simetris kiri dan kanan ada yang terlepas di sisi kanan jemaat hingga terlihat janggal. Karena ibadah sudah keburu dimulai, saya mencoba mencari “hal baik” apa yang dapat saya nikmati. Saya menemukan tumpukan buku dari perpustakaan gereja yang disusun mirip pohon, diberi hiasan dan lampu kelap-kelip. Kreatif dan indah sekali! Meskipun saya sadar bahwa dunia ini penuh dengan hal-hal buruk, salah dan tidak pada tempatnya, saya berusaha untuk menyeimbangkan pikiran dengan hal-hal lain yang baik, yang indah dan bermakna. (30 December 2015)

Tuesday 29 December 2015

Bahagia 2

BAHAGIA2. Saya tidak akan bahagia kalau saya mengembangkan pemikiran bahwa sebagian besar orang tidak layak untuk dipercaya. Curigaan melulu, kata teman saya. Memang kita perlu berhati-hati saat bergaul dengan orang lain, namun orang-orang yang terbukti bahagia ternyata lebih mengembangkan sikap positif kepada orang lain. Sikap penuh curiga pernah membuat saya menutup diri dengan orang-orang di luar lingkaran kecil saya. Hidup jadi begitu mencemaskan dan meresahkan. Duduk tidak bisa tenang, berpikir pun tidak bisa fokus. Dalam grup lain, seorang kawan berujar bahwa bahagia itu kan di dalam kepala, di otak. Saya tidak menyangkal, namun olah otak saja tidak cukup. Untuk bahagia saya perlu melakukan sesuatu. Nah, sesuatu itu bukanlah menutup diri, tetapi justru membuka diri kepada orang lain. Saya sering melewati gerbang tol Bekasi Barat. Beberapa kali saya ketemu dengan penjaga tol yang sama, sebelum ada gardu tol otomatis. Penjaga ini rautnya di pagi hari hampir selalu murung dan judes. Pada suatu hari saya mengambil keputusan bahwa kalau saya ketemu lagi dengan orang itu, akan saya sapa dan ajak tersenyum. Tutup ketemu botol, saya dipertemukan lagi. Sesuai janji saya ucapkan selamat pagi sambil tersenyum lebar sewaktu membayar tol. Saat mata kami beradu, dia pun tersenyum dan seketika sirna mendung di wajahnya. Dia bahagia, saya pun gembira. (30 December 2015)

Bahagia 1

BAHAGIA1. Salah satu yang membuat saya tidak bahagia adalah bila saya terlalu mempercayai bahwa hidup ini susah. Pada kenyataannya hidup memang susah, semua orang tahu itu. Namun saya harus berpikir bagaimana keluar dari jebakan kesulitan hidup itu. Dalam pekerjaan juga begitu. Pada satu titik tertentu pasti akan muncul masalah. Fokus pada masalah tidak membantu apa-apa, kata orang. Fokus pada solusi baru menghasilkan sesuatu. Dan itulah yang membuat orang bahagia. Menganggap diri saya sebagai korban ganasnya kehidupan akan membuat muka saya terus ditekuk, alis mata mengkerut dan senyuman jarang mengembang. Salah seorang kawan di grup gereja memberikan sebuah rumusan menarik: Bahagia = bersyukur – mengeluh. Untuk meningkatkan kebahagiaan, maka saya diminta meningkatkan rasa syukur. Benar juga abang satu ini yang seorang trainer handal. Terima kasih rumusannya bang! (30 December 2015)

Bahagia

BAHAGIA. Kata seorang periset di University of California Sonja Lyubomirsky "40 percent of our capacity for happiness is within our power to change." Kalau ini benar, berarti sebetulnya akan lebih banyak orang yang bahagia ketimbang yang sedih, murung atau nelangsa. Saya belum pernah baca ada statistik yang mengukur berapa jumlah orang yang bahagia dan berapa orang yang susah. Kita bisa lihat sendiri di lingkungan terdekat: rumah, tetangga, gereja, kantor. Mana yang lebih banyak atau dominan? Pertanyaannya, apakah mereka-mereka yang cenderung murung dan kelihatan bersusah hati tidak memanfaatkan kemampuan untuk menjadi bahagia yang 40 persen itu? Barangkali bukan itu alasannya. Periset lain mengatakan bahwa orang yang cenderung hidup nelangsa ternyata punya perilaku dan paradigma tertentu yang selalu dia pegang teguh sepanjang hidup mereka. Apa itu? Nanti kita bahas satu per satu, semoga saya ada waktu. Tidak banyak, hanya tujuh buah saja. (30 December 2015)

Monday 21 December 2015

Ibu

IBU. Sepuluh atau lima belas tahun lalu saya hendak menjual sebuah rumah kecil dengan sertifikat atas nama saya sendiri. Saat menghadap notaris untuk membuat akte jual beli, notaris tersebut bertanya, “Istrinya mana pak?” Tanpa bermaksud menentang, saya bertanya balik, “Istri harus ikut tanda tangan?” “Benar. Istri harus ikut menyetujui penjualan ini, karena ia ibu dari anak-anakmu.” Notaris berkata tegas. Saya paham maksud notaris yang juga seorang ibu. Saya tak hendak mengelak atau membela diri. Seorang bapak kala menerima uang apalagi dengan jumlah lumayan banyak bisa berbuat apa saja dari yang baik sampai yang jahat. Namun, seorang ibu akan berpikir panjang….panjang sekali demi kepentingan keluarga dan anak-anaknya. Salut buat para ibu dan calon ibu di hari istimewa ini. (22 December 2015)

Sembarangan

SEMBARANGAN. Waktu saya masih kecil saya diajar bahwa menyebut nama Allah dengan sembarangan adalah saat kita mengucapkan sumpah kosong atas nama-Nya, atau latah menyebut nama-Nya begitu saja. Itu juga yang masih saya ingat hingga sekarang. Namun beberapa hari lalu, dalam sebuah renungan, saya mendapatkan contoh yang lain. Saat saya menggunakan nama Allah demi memenangkan sebuah perdebatan, itu sudah menodai nama-Nya. Demikian pula saat saya mencomot ayat-ayat tertentu di luar konteks demi mendukung “kebenaran” saya sendiri, saya sudah menyalahgunakan nama-Nya. Sujiwo Tejo pernah berujar “Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitab suci-Nya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan.” (21 December 2015).

Monday 14 December 2015

Paradoks

PARADOKS. Kemarin minggu adven ke tiga. Saya duduk di ruang ibadah baris ke dua dari depan. Lilin merah jambu dinyalakan.Senyuman mengembang. Itu lilin sukacita. Berharap akan ada kabar menyenangkan, ada penghiburan. Kenyataannya, petugas justru membuka dengan pernyataan bahwa ada orang-orang yang tidak mampu menikmati sukacita. Ada saja orang yang justru berduka, entah karena relasinya dengan orang lain terganggu, karena ditinggal pergi oleh orang yang dikasihi, sakit atau karena sebab lainnya. Khotbah pun mengalirkan seruan pertobatan dan usaha menghasilkan buah-buah kebenaran. Alat penampi di tangan-Nya bak ancaman. Usaha menggapai sukacita terganjal tuntutan penyesalan. Aduh! Saya gagal menikmati lilin merah jambu. (14 December 2015)

Sunday 13 December 2015

Napas

NAPAS. Beberapa hari lalu, anak saya iseng membuat pohon Natal dari Rosario bermanik-manik hijau dengan puncak bandul salibnya. Sejenak saya tertegun dan ingatanpun melayang ke sebuah tulisan lama. Natal memang tidak lengkap bila tidak diikuti dengan peristiwa salib dan kebangkitan. Pohon natal rekaan dengan puncak salib mencerminkan hal itu. Saya sadar bahwa kalender gerejawi dari adven pertama hingga paska lalu berputar kembali menuju adven memang sengaja diatur sedemikian rupa untuk membantu kita mengenang karya keselamatan Allah. Saya percaya bahwa Allah berkarya dalam sejarah yang terus menerus diturunalihkan, dikisahulangkan serta dihadirkan dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi. Dengan demikian kalender gerejawi merupakan wahana simbolis yang hendak menghadirkan sejarah keselamatan yang dilakukan Allah di masa lalu sehingga kita di masa kini merupakan bagian dari sejarah itu. Selamat menyambut adven ke tiga. (12 Desember 2015).

Thursday 10 December 2015

Tepat

TEPAT. Bacaan hari Minggu lalu bukanlah bacaan yang mudah. Seorang Lektor menunjukkan bacaan tersebut kepada saya sambil berkata, “Sudah berkali-kali saya baca perikop ini, tetapi tidak bisa paham juga.” Saya paham maksudnya. Karena seorang Lektor harus dapat merasakan terlebih dahulu sapaan Allah sebelum dia sendiri membacakannya bagi umat. Saya coba membaca bagian yang ditunjukkan, memang sulit. Saat ibadah saya sengaja tidak mau membaca. Saya ingin mendengarkan Lektor tersebut membaca. Ternyata bagus sekali! Ucapannya jelas dan tertata, kecepatannya terjaga, dan penggalan kalimatnya pas. Selesai ibadah saya berkata kepadanya, membacamu bagus sekali akhirnya ya. “Saya juga tidak tahu kenapa. Semua mengalir begitu saja saat saya berdiri di belakang mimbar.” Begitu jawabnya. Tuhan berkarya selalu tepat pada waktunya. (11 December 2015)

Wednesday 9 December 2015

Takut

TAKUT. Goyah artinya goyang karena tidak kokoh letaknya. Kalau lutut yang goyah? Ngewel bahasa Jawanya. Lutut yang bergetar seperti tidak terkendali karena sesuatu hal. Saya pernah mengalaminya. Pertama karena menerjang banjir yang airnya hampir menutup kap mesin. Kedua saat ditodong dengan pisau oleh lima orang pemuda. Saya merasakan sendiri lutut yang bergoyang kencang dan kalau tidak mampu menenangkan diri pasti jatuh. Saat menerjang banjir itu, bahkan menekan pedal gas saja rasanya berat sekali. Penyebab keduanya sama yaitu rasa takut yang luar biasa. Sebagai manusia, banyak rasa takut merebak dalam perjalanan hidup. Terlebih tidak mudah mengelola rasa takut. Namun bacaan semalam mengingatkan “Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah…… Ia (Allah) sendiri datang menyelamatkan kamu!” Tidak cukup dengan itu, pagi tadi seorang kawan mengulas bahwa sapaan pertama para malaikat kepada para gembala adalah “Jangan Takut!” (10 December 2015)

Monday 7 December 2015

Sukacita

SUKACITA. Kemarin kubaca Mazmur 126. Satu bagiannya terus berdengung dalam kepala hingga sekarang. Ada banyak alasan untuk bergembira, bersukahati, bersukacita. Waktu saya kecil saya akan sangat gembira bila orang tua memberi mainan yang sudah lama saya dambakan. Biasanya karena terlebih dahulu melihat mainan anak lain, dan ingin punya sendiri. Sewaktu remaja, saya akan sangat berbunga-bunga ketika banyak orang memuji kemampuan saya; apakah itu kemampuan untuk memainkan alat musik tertentu atau kemampuan bercerita hingga membuat pendengar melongo. Waktu kuliah saya akan memuji diri sendiri kala melihat hasil ujian mendapat nilai A, meski ada tanda minus di belakangnya sekalipun. Sebagai orang tua muda, saya akan tertawa gembira saat melihat bayi mungilku terkekeh-kekeh geli. Sebagai mahluk spiritual saya akan bersorak gembira bersama Pemazmur: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” (8 December 2015)

Friday 4 December 2015

Cerdik

CERDIK. Tadi siang dalam perjalanan kembali ke kantor saya mendengarkan perbincangan menarik pada sebuah siaran radio swasta. Ternyata yang menggerogoti keuangan BPJS Kesehatan hingga mencapai 70% adalah penyakit-penyakit bukan menular, yang banyak diantaranya terjadi karena gaya hidup. Penyakit-penyakit ini memang mahal penanganannya. Ada 5 penyakit seperti ini: Jantung, Stroke, Ginjal, Kanker, Diabetes. “Hidup sehat itu murah, dan sakit itu mahal” begitu kata beberapa teman di kantor. Maka kita harus cerdik menyikapi hidup. Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan rokok dari kehidupan kita, Rajin melakukan aktivitas fisik, Diet seimbang (untuk saya kurangi hingga minimal asupan karbohidrat, gula dan minyak), Istirahat cukup dan terakhir Kelola stress. (4 December 2015)

Sunday 29 November 2015

Penolong

PENOLONG. Di tengah padatnya lalu lintas pagi hari, setibanya di perempatan dekat Buaran, di seberang jalan saya melihat seorang perempuan mengendarai motor yang tiba-tiba oleng dan terjatuh. Seorang penjual koran eceran yang berdiri di dekatnya segera berlari, membantu perempuan itu berdiri lalu mendudukannya di tepi jalan, dan menepikan juga motornya. Sesaat penjual koran itu berbicara sesuatu kepada perempuan tersebut lalu menyerahkan kunci motor sambil tangannya merogoh saku jaketnya. Rupanya ia mengeluarkan sebotol air mineral 600ml yang masih baru, membukakan tutup botol dan menyerahkan kepada perempuan tersebut. Diminumnya sebagian, selebihnya ia gunakan untuk mencuci luka yang kelihatannya ada di lutut dan telapak tangan. Ibu kota ternyata masih menyisakan orang yang baik hati. (30 November 2015)

Friday 27 November 2015

Imanuel

IMANUEL. Bahan pengajaran hari Minggu nanti berjudul “Tuhan Memberitakan” yang diambil dari Yesaya 7:10-16. Isinya mengenai janji Tuhan akan kedatangan Imanuel, Tuhan beserta kita. Janji ini dikatakan lewat Yesaya kepada raja Ahas, sekitar 730 tahun sebelum Yesus lahir di dunia. Saya berulang-ulang membaca bahan bacaan berikut ayat-ayat rujukan yang ada. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa berita sukacita itu disampaikan kepada raja Ahas? Ahas adalah raja yang sangat jahat. Kitab Raja-raja mencatat kejahatan raja Ahas demikian “….Ia tidak melakukan apa yang benar di mata TUHAN, Allahnya, seperti Daud, bapa leluhurnya, tetapi ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel, bahkan dia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel.” Mengapa kepada raja yang seperti ini kedatangan Imanuel diberitakan? Bagi kita yang telah mengetahui apa yang terjadi 730 tahun kemudian dapat berkata bahwa apa yang dikatakan Yesaya adalah sebuah nubuatan. Namun bagi raja Ahas perkataan Yesaya adalah sebuah omong kosong. Nyatanya kemudian raja Ahas meminta bantuan raja Asyur dengan menyuap menggunakan emas dan perak yang diambil dari rumah Tuhan! Jadi bagi saya menjadi lebih terang bahwa Imanuel yang diucapkan oleh Yesaya adalah ungkapan iman, sesuai dengan artinya: Tuhan beserta kita. Dari sejak zaman purbakala, hingga zaman Perjanjian Baru, sampai zaman modern sekarang ini Tuhan tetap setia menyertai. Kedatangan-Nya ke dunia bukan merupakan akhir dari penyertaan-Nya. Dia akan tetap bersama kita, betata pun jahatnya kita. Dia tetap setia menyertai, meskipun dicemooh, dihina. Adakah yang lebih melegakan selain kenyataan bahwa Allah selalu bersama kita? Firman-Nya tidak akan kembali dengan sia-sia. (27 November 2015).

Wednesday 25 November 2015

Guru

GURU. Kemarin tanggal 25 November diperingati sebagai ‘Hari Guru’. Banyak tulisan, artikel, siaran radio menyodor segala hal terkait guru. Saya sendiri berpendidikan guru, meski tidak secara formal berprofesi guru. Tidak banyak yang dapat saya ingat tentang guru-guru saya dahulu. Waktu SD ada guru yang dipanggil bu Le. Perempuan setengah baya yang sangat galak untuk ukuran waktu itu. Galak karena dia sangat disiplin. Bagi anak-anak yang memang sudah disiplin bu Le adalah guru yang baik. Sangat pemerhati. Tak ubahnya seorang ibu, dia banyak memberi nasehat supaya anak didiknya jangan sampai sakit, ditipu orang dan jangan juga jahil terhadap orang lain. Guru SMP yang saya ingat adalah guru Bahasa Indonesia. Bu Yuli. Ibu ini senang bercerita, senang menunjukkan buku-buku bacaan bagus baik karya sastra maupun popular, namun ‘ada isinya’. Bersama ibu ini juga minat baca saya tumbuh subur. Mulai SMP segala macam buku saya baca. Sejak itu pula minat saya di bidang psikologi dan teologi mulai muncul. Guru SMA yang paling nancep adalah guru Fisika, pak Win dan guru Matematika. Saya sebetulnya ‘bodoh’ di fisika, tapi pak Win suka ngajari dengan sabar. Sementara saya kagum dengan guru matematika karena setiap mengajar beliau tidak pernah membawa buku ataupun catatan apa-apa. Semua di dalam kepalanya. Lepas dari guru formal itu semua, ada banyak orang yang dihadirkan Tuhan menjadi guru saya. Mami yang mengajar saya bagaimana memakai pasta gigi dengan baik dan benar, papi yang hampir setiap sore mengajari saya aljabar dan akhirnya membuat saya jatuh cinta dengan pelajaran itu. Kakak-kakak di gereja mendorong saya saling tolong dan bekerja dalam tim, bahkan tukang palak dan tukang todong mengajar saya untuk selalu berhati-hati karena dunia luar tidak seramah di dalam rumah (26 November 2015).

Wednesday 11 November 2015

Memayu Hayuning Bawana

MEMAYU hayuning bawana dapat diartikan sebagai mempercantik keindahan dunia. Bacaan Wasiat hari ini menyodor judul yang sangat menarik itu. Rupanya Indah saja tidak cukup. Ia perlu dipercantik lagi. Dengan apa? Dengan muatan yang lebih luas, lebih abadi: Damai Sejahtera. Saat Yesus membaca kitab nabi Yesaya di rumah ibadah, Dia berkata “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Raja Damai itu telah hadir. Dunia yang amat Indah ini mesti dipercantik dimana kabar baik disampaikan kepada orang miskin, pembebasan diberikan kepada para tawanan dan penglihatan dihadiahkan kepada orang-orang buta, yang tertindas dibebaskan, kedatangan tahun rahmat Tuhan diberitakan. Indah saja tidak cukup, kala Allah ikut hadir di tengahnya barulah lengkap. Sebab Ia memayu hayuning bawana. (11 November 2015)

Tuesday 10 November 2015

Kritis

KRITIS “Jika seorang laki-laki atau perempuan yang percaya mempunyai anggota keluarga yang janda, hendaklah ia membantu mereka sehingga mereka jangan menjadi beban bagi jemaat. Dengan demikian jemaat dapat membantu mereka yang benar-benar janda.” Itu adalah ayat rujukan Wasiat kemarin yang diabmil dari 1 Timotius 5:16. Saya sempat berpikir cukup lama sebelum tiba pada dua buah kesimpulan, dari sudut pandang jemaat dan sudut pandang gereja. Dari sudut pandang jemaat, sepertinya Paulus hendak mengajarkan agar kita tidak dengan mudah menyerahkan keluarga atau saudara kita yang kesulitan kepada pemeliharaan gereja. Kita sendiri dahulu sebagai keluarganya atau saudaranya yang harus maju membantu. Dengan demikian, agar bantuan gereja sampai kepada yang benar-benar membutuhkan maka gereja harus kritis melihat kondisi terbantu dan keluarga besarnya. Akan lebih leluasa memang bila seluruh keluarga besar bernaung pada jemaat yang sama, agar bila perlu gereja dapat melakukan mediasi. (11 Nov 2015)

Monday 19 October 2015

Getar

GETAR. Sudah beberapa minggu ini hati saya selalu bergetar kala bersama anak didik melantunkan lagu “Bapa Trima Kasih” untuk mengakhiri ibadah anak. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi – jauh di dalam hati ini. Mulut mungil anak-anak itu mampu menyusupkan getaran kasih Bapa ke dalam sanubari. “Bapa trima kasih… Bapa trima kasih… Bapa di dalam sorga, ‘ku bertrima kasih. Amin…” (18 Oktober 2015)

Tuesday 1 September 2015

Berani

BERANI. Waktu saya masih duduk di Sekolah Dasar, saya banyak diajari peribahasa Bahasa Indonesia. Salah satu yang selalu ditekankan oleh guru adalah “Berani karena benar, takut karena salah.” Waktu itu saya sama sekali tidak berpikir kebenaran manakah yang harus dijunjung. Bagi anak SD itu tidak terlalu penting. Apa yang diajarkan guru di sekolah adalah kebenaran. Sekarang ini, 40 tahun kemudian, segalanya berubah. Kebenaran tumpang tindih antara yang subyektif dan yang kolektif. Bahkan yang benar bisa kena hukum sementara yang salah justru bebas. Senada dengan peribahasa masa kecilku, Petrus, dalam salah satu suratnya menegaskan bahwa kebenaran pertama dan utama yang perlu diresapkan adalah kebenaran mutlak dari-Nya. Tidak perlu takut memegang kebenaran ini, “Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa?” (1 September 2015)

Wednesday 19 August 2015

Empati

EMPATI. Di tengah simpang siur berita pagi soal dibukanya kran impor garam, terjadi kecelakaan kecil di dapur kami. Botol tempat garam terjatuh dan pecah berantakan. Saat istri berusaha membersihkan perlahan-lahan ada serpihan kecil yang menusuk jarinya. Sesudah selesai membersihkan, membungkus semua pecahan kaca besar dan kecil dengan rapi dan aman, ia mencoba mengingatkan diri sendiri untuk memberi tulisan “Awas Kaca” sebelum dibuang ke tempat sampah di luar. Itulah empati. (12 August 2015)

Wednesday 29 July 2015

Air

AIR. Pagi-pagi saya terbangun karena kandung kemih yang penuh. Sambil mata masih setengah terpejam, saya buang air kecil di kloset rumah, “flushing”, beres. Sesudah minum air secukupnya dan melenturkan otot-otot yang kaku, saya bersiap bab dan mandi. Kejutan pagi hari muncul saat saya memutar tuas kloset…kosong! Tidak ada air. Saya cek keran di bak mandi, mati. Untunglah saya terbiasa meninggalkan bak mandi tetap penuh kecuali akan dikuras. Dalam perjalanan menuju kantor ada berita bahwa kekeringan melanda dimana-mana. Bogor yang terkenal sebagai kota hujan juga kekeringan di beberapa tempat, sementara BMKG meramalkan bahwa musim penghujan baru akan mulai akhir Oktober atau awal November. “Headline” Kompas pagi ini berbunyi “Warga Diminta Menghemat Air.” Pagi ini saya memakai air setengah dari biasanya. (30 July 2015)

Monday 13 July 2015

Ulang Tahun

ULANG TAHUN. William Carey adalah seorang misionaris muda yang menyambangi India. Waktu itu dia banyak dicemooh oleh teman-temannya. Kata mereka, kalau Tuhan mau mempertobatkan orang di India, Dia dapat melakukannya sendiri tanpa bantuannya! Mereka lupa bahwa seringkali Tuhan mengharapkan peran serta manusia demi terwujudnya Kerajaan Allah di bumi. William Carey tetap berangkat berbekal semangat dan imannya. Itulah pesan yang masuk dalam inboxku pagi ini mengiringi keluarnya mentari pagi. Selamat berhari jadi istriku. Expect great things from God; attempt great things for God, William Carey. (14 July 2015)

Tuesday 23 June 2015

Sinkron

SINKRON. Sudah beberapa kali istri bertanya begini, “Saat menghadapi kisah sedih orang lain, apakah kita harus menggunakan perasaan atau logika pikiran?” Ya, kami mendengar banyak kisah sedih yang berujung kebutuhan untuk dibantu secara ekonomi. Tadi malam kala istri menanyakan kembali hal yang sama, ia mengambil kesimpulan yang juga saya setujui, bahwa keduanya harus sinkron. Perasaan dan logika cocok, karena bila logika saja yang dipakai, bisa jadi saya akan menjadi monster yang tak berperasaan. Sebaliknya bila perasaan saja yang dipakai, bisa jadi saya akan dibodohi orang yang hanya ingin mengeruk Rupiah dari kantong. Pagi ini saat membuka komputer, seorang kawan mengirim renungan yang mengatakan bahwa Iman bukan Logika. Saya langsung sadar bahwa ada satu lagi yang harus diselaraskan: iman! Artinya, perasaan, pikiran dan iman mestinya sejalan. Saya terdiam cukup lama memikirkannya. Sepertinya saya belum mampu sejauh itu. (24 June 2015)

Wednesday 17 June 2015

Manusia

MANUSIA. “Saya kan hanya manusia.” Demikian sering saya dengar ucapan seperti itu saat seseorang berbuat salah dan ketahuan. Menjadi manusia memang rentan dengan perbuatan salah. Namun menjadi manusia juga berarti memiliki kekuatan, daya pikir, kemauan untuk melakukan hal yang baik dan benar. Daging ini memang senang dengan perbuatan dosa yang katanya manis tetapi buahnya pahit. Iblis memang pandai menggoda. Tetapi Allah yang telah mengusir dan meremukkan kepalanya telah mencopot juga sengatnya. Oleh karenanya Iblis tak lagi dapat menguasai manusia. Ia hanya menggoda, manusialah yang menentukan pilihan bebasnya. (18 June 2015)

Monday 15 June 2015

Arogan

AROGAN. Kemarin dalam perjalanan bersama keluarga muncul diskusi soal karakter kendaraan bermotor. Bukan penumpang atau pengendaranya tetapi mobil yang dikendarai. Anak saya menganggap bahwa mobil yg saya pakai memiliki karakter flegmatis. Sementara ada mobil-mobil lain yang disebut arogan karena penampakannya yang besar dan garang. Itu jenis mobil yang tidak kami sukai. Saya jadi teringat bahwa sifat arogan atau sombong adalah salah satu sifat yang dibenci Allah. Dalam Buku Suci dicatat bahwa raja yang arogan adalah bak pohon aras Libanon. Dipuja kebesaran dan kegagahannya. Ia seharusnya dapat menjadi perlindungan bagi banyak orang namun ternyata lebih menindas mereka. Ia sombong bahkan sampai meniadakan Dia yang menancapkan akarnya. Pada akhirnya, Allah sendiri akan menentang orang demikian. Ia akan ditebang. Dahan dan rantingnya akan dibiarkan terjatuh ke dalam lembah; hanyut oleh aliran sungai. Batangnya akan dipotong-potong dan dibiarkan tergeletak. Ditinggalkan hingga busuk dan mati. (16 June 2015)

Friday 15 May 2015

Pergi

PERGI. Dua kali para murid ditinggal pergi Gurunya, namun dampak yang ditimbulkan sungguh berbeda. Kepergian sang Guru yang pertama membawa kecemasan dan ketakutan. Para murid berkumpul secara tertutup, pintu terkunci rapat. Berbicarapun barangkali berbisik. Namun, kepergian sang Guru yang ke dua justru membawa sukacita dan semangat. Secara fisik Guru mereka tidak hadir, namun Roh-Nya melingkupi kehidupan mereka, bahkan semua orang yang mau percaya. Guru tentu tidak pergi tanpa pesan. Jauh-jauh hari Ia telah mengatakan bahwa Ia akan pergi menyediakan tempat bagi murid-murid-Nya, orang-orang yang percaya. Ia juga tidak pergi begitu saja, sebab kepergian-Nya akan digantikan oleh sang Penghibur, sang Penolong. Itulah kabar baik bagi saya dan kita semua yang percaya. Namun Ia juga berpesan agar kabar baik itu jangan jadi milik kita saja, tetapi bagikan kepada sebanyak-banyaknya orang hingga ke ujung dunia. Terakhir sang Guru juga berpesan bahwa Ia akan datang kembali sebagai Hakim yang sungguh adil, memisahkan antara domba dan kambing; gandum dan ilalang. Kapan tidak ada yang tahu. Namun sejauh saya sanggup dan dengan tulus hati melakukan apa yang Guru perintahkan dan ajarkan, kapan waktu kedatangan-Nya kembali tidaklah penting. (14 May 2015)

Tuesday 28 April 2015

Tunda

TUNDA. Hanya ditunda atau dicabut saya tidak tahu. Kemarin hingga pukul 23:00 saya melihat di media sosial banyak orang mendukung penundaan hukuman mati atas diri Mary Jane. Banyak orang dari seluruh penjuru dunia berdoa untuknya. Pagi tadi dalam perjalanan ke kantor saya mendengar eksekusi telah berjalan, kecuali untuk Mary Jane. Kebetulan? Mestinya tidak. Presiden Filipina meminta penundaan. Kesaksian Mary Jane diperlukan. Tokoh utama yang mempekerjakan Mary Jane menyerahkan diri. Mary Jane adalah korban, bukan pengedar. Ia korban atas keserakahan orang lain. Ia korban atas keluguannya sendiri. Untuk sesaat keluarga dan kawan-kawannya dapat bernafas lega sambil mengalunkan lagu syukur. (29 April, 2015)

Thursday 23 April 2015

Kucing

KUCING. Malam semakin larut. Sambil bersiap untuk tidur, saya menutup pintu depan rumah. Tiba-tiba kedengaran suara…meooongg…meooongg…. berkali-kali. “Ada kucing stress.” kata istriku. Saat suara kucing agak menjauh, istriku mencoba menirukan. Menakjubkan! Suara kucing kedengaran mendekat. Kami tertawa bersama. Kuintip dari jendela kamar, terlihat anak kucing kecil kurus berjalan perlahan menuju tanaman perdu di ujung halaman. “Kasihan dia…” aku berkata agak berbisik. “Pasti dia kehilangan mamanya…” “Kita kasih susu saja kah?” sontak istriku melemparkan ide. “Jangaaan!” kata anakku. “Kita hanya punya susu coklat. Jangan-jangan pencernaannya sama dengan anjing. Coklat kan racun buat anjing.” Kami terdiam sejenak, suara anak kucing makin mengecil. “Baiklah…” kataku. “Mari kita tidur, dan lihat besok seperti apa.” Pagi hari saya berangkat seperti biasa bersama anakku. Sesudah memanasi mesin mobil, kamipun keluar halaman dan meluncur ke tempat kerja. Di tengah jalan saya mendengar suara meong anak kucing. Saya melirik ke sebelah, anakku menoleh. “Kok ada suara kucing ya?” Ah…berarti memang ada suara kucing. Kami melanjutkan perjalanan. Suara kucing timbul tenggelam dalam kegaduhan jalanan Jakarta. Saya mengirim pesan pendek ke istri yang disambut jawaban pendek “Hhhh…kucingnya dah ga ada. Aku lagi muter-muter semua blok.” Di lampu merah meong itu berbunyi kembali. Beberapa pengendara motor bereaksi mencari asal suara. Anakku menutup telinga sambil berteriak, “Jangan-jangan sepanjang hari di kantor kedengaran suara kucing terus niii….!!” Setelah tiba di kantornya, saya segera menuju tempat kerjaku. Di tempat parkir segera ku buka kap mesin. Terlihat jelas anak kucing terbujur di pojokan dekat saringan udara. Matanya yang hijau jernih menatapku. Luar biasa! Dia hidup! Beberapa kawan mencoba mendinginkan mesin dengan cipratan air, menurunkan anak kucing yang segera berlari ke kerindangan pohon Angsana. Belum habis keherananku bahkan sebelum sempat duduk dan bekerja, terdengar kabar kecelakaan dekat salah satu pelanggan yang merenggut nyawa seorang pemuda. Ah…… Sayup-sayup terngiang kembali lagu yang beberapa malam ini selalu saya putar: “… hidup dan mati ada di tangan-Mu; bahagia, sedih ada di jari-Mu…..” (23 April 2015)

Wednesday 22 April 2015

Kebetulan

KEBETULAN. Kebetulan hari ini adalah Hari Bumi. Kebetulan tadi padi seorang kawan mengirim pesan “Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” Kebetulan bacaan Buku Suci pagi ini berbunyi “… buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup,…” Kebetulan ada orang menganggap bodoh memperingati Hari Bumi setahun sekali. Apa iya bodoh? Kalau iya, bodoh juga memperingati ulang tahun yang setahun sekali. Kalau iya, bodoh juga memperingati hari-hari raya yang setahun sekali. Temanku bilang, “Memperingati hari raya atau ulang tahun kan bukan berapa kalinya yang penting, tetapi makna dibalik peringatan itu. Makna itulah yang mesti hidup dan dihidupi setiap hari sepanjang tahun.” “Amiiinn….” Kataku. Begitu pulalah peringatan Hari Bumi, bahkan “Earth Hour” yang cuma sejam dalam setahun. Tanpa penghayatan makna, bahkan ibadah yang setiap minggu pun adalah suatu kebodohan. (22 April 2015)

Monday 20 April 2015

Perempuan

PEREMPUAN. Empu adalah orang yang sangat ahli. Zaman dahulu seorang empu adalah ahli membuat keris. Namun empu di zaman sekarang adalah ahli dalam banyak macam hal. Wanita adalah seorang empu. Oleh karena itu saya lebih suka menyebutnya perempuan. Per-empu-an, bukan pe-rem-pu-an. Dia yang dengan sengaja diciptakan sebagai penolong yang sepadan bagi lelaki memang dibekali dengan banyak kemampuan. Dari mulai mengatur menu sehat harian di tengah paparan santapan siap saji, mengatur belanja harian, mingguan, bulanan di tengah godaan konsumerisme, sampai membangunkan anak, mendidik, mengajar, menghajar, mencari sekolah; menawar banyak hal yang memang dapat ditawar, mencegah celaka dan sakit, tak gampang membuang barang tak terpakai-menjual bila mungkin; menanam, membuat pupuk sendiri, menyiram; mengatur tata letak, memilih warna….engkau memang ahli dalam banyak hal hai perempuan. Selamat meresapi semangat Kartini. (21 April 2015)

Thursday 16 April 2015

Gawai

GAWAI. Kompas beberapa hari lalu memakai kata ‘gawai’ sebagai terjemahan dari “gadget,” telepon pintar atau komputer genggam. Indonesia telah menjadi sorganya gawai dimana jumlah gawai yang beredar sudah melebihi jumlah penduduk. Gawai, selain dampak positif yang dihasilkan juga membawa dampak negatif yang cukup meresahkan, khususnya pada cara orang berelasi satu dengan lainnya. Seorang kawan mengatakan bahwa sekarang telekomunikasi begitu cepat, tapi toleransi begitu tipis. Di akhir tahun 80-an, suatu saat calon istri saya berkunjung ke Jakarta. Saya yang bertugas menjemput di Gambir terlambat beberapa waktu hingga stasiun sudah sepi. Saat bertemu saya menampilkan wajah bersalah, namun dia justru memasang wajah lega. Gawai zaman sekarang telah menyita ketentraman hati. Gawai telah menjadi begitu penting seolah tanpanya kita hilang makna. Berhala bangsa-bangsa adalah … buatan tangan manusia, kata Pemazmur. (16 April 2015)

Tuesday 14 April 2015

Gawai

GAWAI. Pagi sebelum memulai aktivitas rutin sehari-hari saya buka Buku Suci yang menyodorkan kisah Daniel. Seorang buangan yang karena konspirasi politik lalu dijebloskan ke dalam goa singa. Raja meski sedih tidak mampu menyelamatkan karena perintah itu datang dari dirinya sendiri. Namun, malaikat Tuhan membungkam mulut singa. Daniel tetap segar bugar saat diangkat dari dalam goa. Tiba di kantor seorang kawan mengirim surel yang mengingatkan agar awas dan teliti menggunakan waktu. Waktu yang Tuhan sediakan sama bagi semua orang, dua puluh empat jam sehari. Merangkum keduanya, saya jadi belajar bahwa sebelum tiba pada posisi ‘di dalam goa singa’ maka saya harus berbuat sesuatu, menggunakan waktu. (14 April, 2015)

Monday 13 April 2015

Ngungsi

NGUNGSI. Kemarin berhasil kami angkut barang-barang terakhir berupa 6 buah pot, gorden, dan beberapa barang kecil, sebelum kami secara ‘resmi’ mengungsi ke tempat lain selama beberapa bulan. Sebulan setengah kami berkutat bertiga bersama anak dan istri memindahkan barang sebisa mungkin ke dalam gudang kecil dan kamar mandi yang dijadikan gudang. Sebagian lagi kami angkut ke rumah pengungsian. Ada banyak hal terjadi selama proses tersebut, yang mengharukan, menggembirakan dan melegakan. Satu saat istriku pernah berteriak gembira, “Horeee…!! Kita berhasil mengepak dan memindahkan barang hampir separuh rumah ke dalam gudang.” Gudang tersebut aslinya adalah kamar pembantu, namun karena kami tidak pernah memakai jasa pembantu, maka kamar berukuran 2x2.5 meter itupun berubah fungsi menjadi gudang. Di suatu waktu yang lain kami sempat terdiam dengan pikiran masing-masing kala kami memandangi foto-foto keluarga dimana terpampang orang-orang yang sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini. Bagaimanapun pengungsian ini bukanlah akhir segalanya. Usaha dan keringat yang bercucuran akan tergantikan dengan sukacita saat membayangkan rumah yang sudah diperbarui, dicat ulang dan diperbaiki disana-sini. Hidup pastilah akan mengalir dengan leluasa kembali bersama dengan pengharapan baru menyambut rumah ‘baru’ kami 3 sampai 4 bulan mendatang. (13 April 2015).

Sunday 12 April 2015

Sendi

SENDI. Kata orang akan ada banyak hal yang mengganggu saat manusia memasuki usia limapuluhan tahun. Namun yang pertama-tama mengganggu diriku adalah urusan sendi. Dari sendi jari-jemari yang mulai kaku dan tidak bebas digerakkan sampai sendi lutut. Meskipun berat badan sudah dikurangi hingga limabelas kilo, tetap saja berasa waktu digerakkan apalagi saat naik tangga ke lantai dua di kantor. Yang kedua yang juga mengganggu adalah sikap hati yang menolak penurunan kondisi ini. Rasanya kok cepat sekali gangguan ini datang padahal masih ingin banyak beraktivitas. Istriku beberapa kali bergumam, “Makanya Tuhan memberikan anak-anak kepada pasangan muda. Kalau sudah usia segini pasti kerepotan merawat dan membesarkan anak.” Mestinya perasaannya sama denganku. (13 April 2015)

Wednesday 11 March 2015

Bumi-Langit

BUMI-LANGIT. Ada tarik menarik antara bumi dan langit. Sebab tubuh ini debu namun Roh-Mu ada dalamnya. Tubuh ini makin lemah dan hancur namun roh makin kuat. Aku bukan menuju kepada kehancuran dan kematian namun mengarah kepada penguatan dan kehidupan. Ada tarik menarik antara bumi dan langit. Manakah lebih menarik? Bukan yang akan lenyap pasti, tetapi yang tetap menyala meski telah mati. Ada tarik menarik antara bumi dan langit. Maka aku berjalan makin lama makin kuat, sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain... Ada tarik menarik antara bumi dan langit. Meski kematian nyata di bumi; ada kehidupan pada langit. (12 March 2015)

Dua Persen

DUA PERSEN. Pagi ini saya menerima kiriman tulisan pendek dari seseorang. Diceritakan bahwa seorang tokoh nasional yang sudah sangat berkarya bagi bangsa Indonesia melalui pemikiran dan buku-bukunya, saat ditanya berapa banyak doa-doanya yang dikabulkan Tuhan, menjawab “Hanya 2% saja.” Ya, hanya dua persen yang dikabulkan. Awalnya dia sangat resah, akhirnya dia justru bersyukur karenanya. Kenapa? Karena itu berarti 98% kehidupannya ada dalam tuntunan Allah yang dia Imani. Hanya 2% saja kehendaknya yang cocok dengan kehendak dan pikiran Allah. Selebihnya dia berserah. Tulisan tersebut membuka mata saya bahwa bila ingin lebih banyak doa yang dikabulkan, maka saya harus makin dekat dengan Dia, mendengarkan suara-Nya, memahami kehendak-Nya, melakukan perintah-Nya. (12 March 2015)

Tuesday 10 March 2015

Dariel

DARIEL. Orang tuanya sengaja memberi nama itu. Ketika saya tanya apa artinya, mereka menjawab “Dari El, artinya: dari Allah.” Putra mereka ini memang sudah lama ditunggu-tunggu, dan waktu akhirnya ia hadir di tengah-tengah mereka, syukur yang tak terkira membuncah dalam hati. Itu anugerah, dari Allah. Dariel. Dariel menginjak usia11 tahun. Ia kelas 5 Sekolah Dasar. Hatinya bersih, pikirannya lurus. Suatu saat, usai berdoa malam sebelum tidur, ia bertanya kepada mamanya yang juga berdoa bersama di sampingnya. “Ma, sewaktu Tuhan berbicara kepada manusia, bahasa apa yang Dia pakai ya?” Mamanya terhenyak sejenak lalu menjawab,“Tentu bahasa Indonesia.” “Bagaimana kalau Dia berbicara kepada orang Amerika?” “Ya… pakai bahasa Inggris.” Kening Dariel berkernyit. “Saya yakin ada bahasa yang universal, yang dapat dipahami oleh semua orang di dunia. Satu bahasa...” Dariel membaringkan tubuhnya sambil memandangi langit-langit kamarnya. Berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. “Sudahlah, hari sudah malam, tidurlah dulu.” Kata mamanya sambil merapikan selimut. Dariel mengangguk, senyumnya melebar. Mamanya mematikan lampu lalu berjalan keluar. Malam makin larut. Tiba-tiba cahaya menyilaukan menembus kelopak mata Dariel. Sambil memicingkan mata Dariel melihat seorang laki-laki tua berdiri di samping tempat tidurnya. Jubahnya putih bersih bercahaya. Sekilas seperti tak asing. “Kakek? Benarkan ini kakek? Kok ada disini Kek? Bukankah kakek sudah menghadap Tuhan beberapa tahun lalu?” “Iya Dariel. Kakek sudah menghadap Tuhan, namun kakek mendengar kegelisahan hatimu.” “Kegelisahan?” “Iya. Soal bahasa yang Tuhan pakai. Bahasa yang universal, yang dapat dipahami semua orang dari semua bangsa.” “Oh…kakek tahu jawabnya?” Kakek berjubah putih itu mengangguk sambil melemparkan senyum. “Lihatlah ke dinding kamarmu sebelah sana.” Dariel menoleh. Bak sebuah film layar lebar, pada dinding itu tergambar sebuah perjalanan kehidupan seorang manusia yang sangat ia kenal. Seorang Guru yang kelahiran, pengajaran dan kematian-Nya sangat menggetarkan. Ia ingat Sang Guru pernah menjawab tanya, “…orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” Cahaya mentari pagi yang mengintip dari balik tirai jendela seperti layaknya lampu digoyang-goyang di depan mata. Kali ini Dariel benar-benar terbangun. Ke dua matanya digosok-gosok. Dinding kamarnya tetap seperti biasa. Di samping ranjangnya tidak ada siapa-siapa. “Dariel….bangun, sudah pagi.” Dariel segera meloncat dari tempat tidurnya, bergegas membuka pintu dan sambil memeluk mamanya dengan gembira ia berteriak, “Mama…! Saya sudah tahu jawaban pertanyaan semalam!!” (5 March 2015) *** Diadaptasi berdasarkan kisah bocah Afrika yang mencari tahu bahasa Allah, karya Mark Link. ***

Tuesday 10 February 2015

Rendah Hati

RENDAH HATI. Sudah banyak cerita mengenai orang ini. Media sudah sangat banyak menyajikan ulasan, termasuk wawancara di layar kaca. Namun, ketika seorang warga negara Jepang bercerita, apalagi beliau ini atasan di perusahaan tempat saya bekerja, jadi lain sekali nuansanya. Minggu yang lalu atasan saya ini pergi ke Surabaya, dan terkagum-kagum dengan kondisi kota yang tertata apik dengan banyak taman dimana-mana. Bukan hanya itu saja. Rupanya saat sore hari beliau naik pesawat ke Semarang, dia antri bersama-sama orang yang membangun pertamanan di kota terpadat kedua di Indonesia tersebut. Tanpa pendamping, tanpa upacara protokoler, dan lalu sama-sama duduk dalam pesawat kelas ekonomi. “Ia seorang ‘leader’ yang baik.” Begitu atasan saya menambahkan. Sudah lama saya mengagumi ibu ini, kerendahatiannya sudah terbukti dimana-mana. Dia walikota Surabaya saat ini, ibu Tri Rismaharini. (10 February 2015)

Sunday 8 February 2015

Berubah

BERUBAH. Barusan dari atas mimbar ditayangkan sebuah film pendek berjudul "GADIS di RUANG TUNGGU". Film berdurasi tidak lebih dari 10 menit ini berkisah tentang perubahan sikap Jaka, seorang pasien yang menunggu giliran dan terus menerus berkeluh kesah, marah, dan mengasihani diri dari sejak awal tiba di ruang tunggu seorang dokter. Lawan bicaranya adalah Hana, seorang gadis yang sangat tenang dan ucapannya begitu lembut coba menenangkan Jaka hingga akhirnya dia bersedia bertukar nomor antrian agar Jaka dapat masuk terlebih dahulu. Perubahan perilaku Jaka terjadi saat dia mengetahui bahwa Hana menderita semacam penyakit yang menggerogoti inderanya. Pertama indera pengecap hilang, lalu penglihatan, dan sebentar lagi ia akan tuli. Sementara itu dalam Buku Suci saya membaca kisah lain dimana digambarkan suatu saat Sang Guru pergi ke tempat sunyi untuk berdoa. Kala murid-murid-Nya menjumpai Dia dan mengatakan banyak sekali orang menunggu untuk disembuhkan dari berbagai-bagai penyakit, Sang Guru malah mengajak pergi ke tempat lain menjauhi orang banyak tersebut. Dari ke dua kisah tersebut saya diajar bahwa egoisme dan usaha mengasihani diri sendiri adalah salah satu penghalang kasih dan mujizat Allah mengalir dalam hidup. Perubahan terjadi saat saya mampu melepaskan perhatian terhadap diri dan menggantikannya dengan empati kepada orang lain. (8 February 2015)

Wednesday 28 January 2015

Kerja

KERJA adalah ibadah. Saya sering mendengar slogan ini. Merenungkan maknanya saya tiba-tiba teringat dua orang dokter, satu bernama Lo Siaw Ging dan satu lagi Lie Dharmawan. Keduanya bekerja untuk menolong orang lain. Kebanyakan diberikan layanan kesehatan dengan gratis, jauh sebelum ada program BPJS. Dokter Lie bahkan menjemput pasien. Dia membuat Rumah Sakit Apung dan mendatangi orang-orang di kepulauan terpencil untuk dibantu bila ada masalah kesehatan. Operasi besar pun dapat dilaksanakan di atas kapal tersebut. Gratis. Saya pernah menonton acara tatap muka dokter Lie di televisi. Kesan yang sangat kuat tertanam dalam benaknya adalah pesan mendiang ibunya yang kira-kira berbunyi, “Jangan memeras pasien saat engkau nanti menjadi dokter. Mereka memang tetap akan membayarmu tetapi setiba di rumah mereka tidak bisa makan!” Lepas apakah kedua dokter tersebut memang sudah berkecukupan secara materi, saya jadi sepenuhnya paham bahwa kerja adalah ibadah kala pekerjaan itu menghasilkan buah-buah manis bagi sesamanya. Menjadi sebuah persembahan yang kudus dan berkenan kepada-Nya. (29 January 2015)

Sunday 25 January 2015

Membangun

MEMBANGUN. “Bahkan, jikalau aku agak berlebih-lebihan bermegah atas kuasa, yang dikaruniakan Tuhan kepada kami untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan kamu, maka dalam hal itu aku tidak akan mendapat malu.” Itu ungkapan salah seorang Rasul. Saya kagum akan semangatnya yang begitu kuat mempertahankan perilaku sesudah pertobatannya; agar apapun yang dia kerjakan tidak dapat dipersalahkan oleh orang lain. Saya jadi belajar bahwa orientasi saya dalam berinteraksi dengan siapapun atau apapun di sekeliling saya haruslah orientasi untuk membangun, bukan meruntuhkan atau merusak. Juga saat saya melihat ke dalam, ke diri sendiri, saya harus yakin bahwa apa yang saya kerjakan untuk diri ini adalah untuk membangun. Saat itulah barangkali kepuasan akan hijrah dalam sanubari ini…… (26 January 2015)

Wednesday 21 January 2015

Keajaiban

KEAJAIBAN. Hujan lebat sejak pagi membuat banjir di luar pabrik cukup dalam, setinggi lutut orang dewasa. Bendungan di gerbang masuk sudah dipasang untuk antisipasi. Mobil terpaksa saya parkir di luar pabrik. Sepatu saya lepas, celana saya gulung ke atas berjalan menembus banjir. Satu tangan membawa sepatu, tangan yang lain membawa kunci mobil dan kunci rumah yang entah kenapa tidak saya masukkan ke dalam saku celana seperti kebiasaan. Di tengah banjir yang paling dalam tiba-tiba gulungan celana lepas dan turun ke bawah. Refleks saya menahannya. Alhasil, satu sepatu terlepas demikian juga kunci rumah. Sepatu karena terapung cepat diambil oleh petugas jaga, sementara kunci saya relakan. Hanya saya pesankan nanti kalau banjir mereda tolong carikan. Saya sudah tidak terlalu berharap karena kunci rumah tidak berat dan tidak berbandul berat juga, sementara arus air deras sekali. Empat puluh menit kemudian kunci diantarkan ke meja saya. Saya lega dan bersyukur. Sebuah keajaiban kecil di pagi hari.

Sunday 18 January 2015

Alarm

ALARM. Tepat pukul 4:30 pagi alarm hapeku berbunyi. Alarm ini selalu setia membangunkan saya dari tidur yang lelap. Saat bangun pagi tadi, saya kemudian lebih tersadarkan lagi bahwa ada banyak alarm lain yang selalu ‘membangunkan’ saya dari kelelapan, disadari ataupun tidak. Mengantuk adalah alarm tubuh yang meminta istirahat. Menjelang makan siang ini perut belum terasa lapar, namun sendi-sendi di siku mulai terasa lemas pertanda kadar gula dalam darah mulai menurun dan perlu asupan baru. Sentilan atau kritikan teman merupakan alarm bahwa saya mulai tidak focus dan terlena. Reaksi pedas orang atas ucapan yang saya lontarkan merupakan alarm bahwa saya harus menata kembali cara berbahasa dan mengungkapkan sesuatu. Cuaca yang tidak menentu dan banyaknya bencana alam merupakan alarm bahwa manusia telah mengabaikan apa yang seharusnya dipelihara…..

Thursday 15 January 2015

Kompetensi

KOMPETENSI. Pada tahun 2004 di sekolah-sekolah diperkenalkan kurikulum yang disebut KBK, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ada tiga unsur utama dalam KBK: kognitif, psikomotor dan afektif. Dalam dunia kerja juga sama, apa yang disebut kompetensi terdiri dari tiga unsur: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill). Dapat dipahami bahwa pengetahuan berpadanan dengan unsur kognitif, sikap berpadanan dengan afektif dan keterampilan berpadanan dengan psikomotor. Baik anak yang kompeten maupun karyawan yang bagus harus cukup dalam ketiga unsur tersebut. Karena sekolah ataupun perusahaan adalah dunia sosial, sikap yang dianggap baik adalah yang dapat diterima secara sosial, oleh sesama teman, oleh atasan atau guru maupun oleh bawahan atau adik-adik kelasnya. Keterampilan atau psikomotor dianggap memadai bila orang bersangkutan mampu mengerjakan tugas dengan hasil yang sesuai standar. Terakhir pengetahuan atau kognitif disebut cukup bila seseorang mampu memahami dan menangkap instruksi dengan benar. Manusia bukan hidup dari nasi saja.

Wednesday 14 January 2015

Untuk-Mu

UNTUK-MU. Selamatkanlah aku, ya Allah, sebab air telah naik sampai ke leherku! Dadaku sesak, nafasku berat. Lututku goyah, sendi-sendiku ngilu. Jantungku berdegub keras tak menentu. Tangan-Mu berat menekanku. Lepaskanlah aku ya Allah sebab di dalam Engkau saja ada pengharapan. Biarlah matahari bersinar kembali, kehangatan kasih-Mu menyusuri pori-pori kehidupanku. Lembayung senja telah beralih menjadi terangnya fajar. Titik embun berkilau menyambut-Mu, burung-burung bercuit bernyanyi bersamaku. Bahkan daun-daun hijau menari dan bunga menebar wewangiannya. Selamat datang sukacita baru. Sembah sujudku untuk-Mu ya Tuhanku.

Monday 12 January 2015

Pijakan

PIJAKAN. Sudah sejak lama saya tahu ada pepatah bahasa Inggris yang berbunyi “Experience is the best teacher.” Namun semenjak saya kuliah sebagai calon guru 30 tahun lalu saya tidak lagi menyukai pepatah tersebut karena sangat mendeskreditkan profesi guru. Akan tetapi saya percaya bahwa masih ada sebagian kebenaran di dalamnya. Sebuah pengalaman atau sejarah kehidupan memang dapat menjadi pelajaran berharga untuk kehidupan di masa mendatang. Saya jadi ingat, sewaktu masih duduk di Sekolah Dasar saya pernah mengikuti lomba berenang kecil-kecilan. Saat peluit dibunyikan, siapa yang menjejakkan kaki paling kuat ke dinding kolam akan meluncur lebih jauh dari teman-temannya. Biasanya dia juga yang akan menjadi pemenang. Seperti itu pulalah bayangan sejarah atau pengalaman masa lampau. Seberapa pun baik atau buruknya pengalaman itu, akan saya biarkan mengkristal, mengeras dalam benak dan saya pakai sebagai pijakan untuk meluncur ke masa depan. “Live for what tomorrow has to bring, not what yesterday has taken away.” Demikian sebuah tweet dari Kick Andy Show melengkapi pemahaman saya akan apa yang disebut sebagai pengalaman hidup.

Sunday 4 January 2015

Usaha

USAHA. Sambil menunggu saat anak saya pulang bekerja, saya memasuki sebuah mal dekat tempat kerjanya. Tujuan utama adalah ke toilet sambil membeli sedikit makanan kecil untuk teman di jalan. Ketika berjalan balik menuju mobil saya melihat seorang Om mungkin sekitar 70an tahun umurnya melintas, menyeret sebuah kantong sampah hitam besar berisi banyak botol dan gelas plastik. Rupanya dia pengumpul plastik batinku. Om tersebut berhenti di sebuah tempat sampah dan mulai mencari benda plastik yang dapat diambil. Saya terus memandangi antara ingin meninggalkannya atau mengajaknya bicara. Akhirnya saya putuskan berbalik arah menuju ke Om tua tersebut. "Dijual ya Om?" Tanya saya. "Diolah." Jawabnya pendek. "Oh...dipakai sendiri ya sampah plastik ini kalau begitu?" "Iya. Disini dibuang-buang Om masih bisa pakai. Banyak yang marah sih kadang karena bau dan kotor. Tapi ya bisa buat hidup." Demikian Om tersebut mengakhiri ucapannya sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Ia buru-buru pergi ke tempat sampah yang lain. Kelihatannya Om tersebut hidup sendiri. Betapapun berat hidup menghimpit, kehidupan tetap harus berjalan. Si Om mengisinya dengan usaha dan kreativitas.

Taat

TAAT selalu terkait dengan aturan. Aturan terkait dengan hukuman bagi pelanggar. Jadi saat saya menaati sebuah aturan apakah saya dengan sepenuh hati tahu tujuan baik aturan itu atau karena saya takut hukumannya? Secara spiritual juga sama. Allah sudah memberikan banyak aturan dan konsekuensi pelanggarnya. Ketika saya menaati hukum Allah, apakah murni karena rasa syukur atas kebaikan-Nya atau karena takut konsekuensinya? Jadi ingat sebuah lagu yang mempertanyakan bila sorga dan neraka tidak ada masihkah kita sujud menyembah-Nya? Masihkah kita sebut Nama-Nya? Sebelum meninggalkan tahun 2014 ini saya coba menjelajah ke belakang dan coba memaknai ketaatan yang telah dibuat, coba memperbaiki bila ada yang salah dan mengarahkan pada tujuan ketaatan yang sebenar-benarnya di tahun 2015.