Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Thursday 16 December 2010

22. Betlehem

Nabi Mikha yang hidup sekitar tahun 700 sM, pernah menyatakan tempat kelahiran Sang Juru Selamat: “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mikha 5:1). Seperti apa sebetulnya kota Betlehem itu? Mengapa dia dikatakan kota yang kecil? Saya belum pernah kesana, tetapi petunjuk yang dituliskan oleh William Barclay di bawah ini cukup memberikan gambaran keadaan dan kondisi kota Betlehem.

“Betlehem adalah sebuah kota kecil, kira-kira 9 km di sebelah selatan Yerusalem. Pada zaman dahulu Betlehem juga disebut Efrat atau Efrata. Namun Betlehem sendiri berarti Rumah Roti. Betlehem terletak di daerah yang subur, cocok dengan namanya. Betlehem terletak di atas sebuah punggung bukit, yang tingginya kurang lebih 800 meter. Bukit itu dikelilingi oleh bukit-bukit yang lain yang lebih tinggi, sehingga kota Betlehem nampak seperti sebuah kota di tengah-tengah suatu stadion besar.

Betlehem mempunyai sejarah yang panjang. Di kota Betlehemlah Yakub mengubur Rachel isterinya dan mendirikan sebuah tiang batu peringatan di samping kuburan itu (Kej. 48:7; 35:20). Di kota Betlehem juga Rut hidup ketika menikah dengan Boas (Rut 1:22). Dan dari Betlehem juga Rut dapat melihat negeri Moab, tanah airnya di sebelah lembah Yordan. Di atas semuanya itu Betlehem adalah rumah dan kota Daud (1 Sam 16:1;17:12; 20:6). Dan air sumur kota Betlehem itu lah yang didambakan oleh Daud yang kehausan, ketika ia dikejar-kejar dan menjadi orang pelarian di bukit-bukit (2 Sam 23:14,15).

Itulah gambaran kota kelahiran Yesus Kristus. Masing-masing kita tentu memiliki kota kelahirannya. Saya lahir di Semarang, isteri saya lahir di Bandung dan anak saya lahir di Jakarta. Tetapi masing-masing kita tidak ada yang lahir di sebuah kandang binatang seperti Yesus. Kondisi rumah di Betlehem pada zaman itu jauh dari kondisi rumah sekarang. Pada waktu itu, rumah-rumah dibuat di lereng-lereng bukit kapur dan di bagian bawahnya dibuat semacam gua yang juga berfungsi sebagai kandang hewan. Disitulah Yesus dilahirkan. Gua tersebut menggambarkan kesediaan Kristus untuk merendahkan diri di hadapan manusia, demi keselamatan kita semua. Akankah kita bermegah karena karya keselamatan yang seperti itu? Akankah kita sekarang ini mengingat dan memperingati hari kelahiran-Nya dengan sikap angkuh dan congkak? Harapannya tentu tidak. Semoga tidak. Kesediaan Kristus merendahkan diri patut menjadi contoh bagi kita untuk melakukan hal yang serupa. Ketika banyak orang menderita karena kemiskinan yang menekan dan banyaknya bencana alam, Merapi, Wasior, Mentawai…marilah kita bersama merayakan kelahiran-Nya dengan penuh kesederhanaan.

Hai kota mungil Betlehem, betapa kau senyap;
Bintang di langit cemerlang melihat kau lelap.
Namun di lorong g’lapmu bersinar Trang baka:
Harapanmu dan doamu kini terkabullah.

Ya Yesus, Anak Betlehem, kunjungi kami pun;
Sucikanlah, masukkanlah yang mau menyambut-Mu,
Telah kami dengarkan Berita mulia:
Kau beserta manusia kekal selamanya.
(KJ 94:1,4)

No comments:

Post a Comment