Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Tuesday 13 December 2011

Bosan

Hari Minggu lalu seperti biasa saya pergi ibadah ke-3.Setiap hari Minggu memang hampir selalu seperti itu.Ibadah ke-3 dengan tempat duduk kira-kira disitu-situ juga.Kalau saya perhatikan orang-orang lain juga sama. Sepertinya memang ada tempat favorit dalam ruang ibadah itu.

Saya sengaja mengambil lokasi pas depan layar dekat sayap majelis selain gampang membaca tulisan di layar proyektor, juga jelas melihat sang pendeta.Juga kalau lagi pingin memperhatikan perilaku para majelis atau lektor, lokasi itu sangat tepat. :-)Kadang saya duduk sedikit maju, supaya dapat memperhatikan juga pemandu pujian dan pemusik yang ada.Saya senang mengamati, entah apakah saya sendiri banyak diamati orang lain atau tidak.

Minggu lalu entah kenapa saya tiba-tiba menjadi bosan duduk disitu.Tapi rasa bosan itu timbul sesudah ibadah berjalan.Jadinya yaa...tetap saja duduk disitu.Untung khotbah pak Eric cukup baik, selain urutannya jelas, penggambarannya gamblang, juga sisipan humor kecilnya mengena.Jadinya selain menikmati kebosanan, saya masih bisa tersenyum-senyum kecil.

Selesai ibadah, saya bersaat teduh sebentar. Benar-benar sebentar karena tiba-tiba banyak orang di sekeliling saya dan berisiknya minta ampun.Saya yang dari tadi sudah bosan, langsung bangkit dan berjalan ke luar.Mata saya melirik ke kiri dan ke kanan.Ah...seperti biasa banyak warta jemaat ditinggal di kursi-kursi.Biasanya saya rajin mengambil dan menaruhnya di meja Warta.Tapi kali ini saya tidak melakukannya.Bosan!

Friday 2 December 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (5)

Hari ke-5

Bacaan leksionari hari ini diambil dari Hosea 6:1-6 dan 1 Tesalonika 1:2-10. Nampaknya, para penyusun leksionari memang sengaja mengkontraskan dua bacaan itu. Hosea bicara mengenai pertobatan uman Allah yang ternyata ditolak! Karena pertobatan mereka penuh kepura-puraan. Kalimat-kalimat pertama pasal 6 ini mengindikasikan ketiadaan penghormatan kepada Allah. Seolah-olah pertobatan adalah hal sepele. Gampangan.

Sementara itu, jemaat Tesalonika sangat berkebalikan dengan apa yang dicatat oleh Hosea. Jemaat asuhan Paulus ini justru memberikan suka cita besar kepada Allah dengan pimpinan Roh Kudus. Tentu suka cita itu juga hadir dalam diri Paulus juga. Jemaat Tesalonika tidak perlu membuat kesaksian atas pelayanan mereka, sebab orang lain sudah mengatakannya. Jemaat Tesalonika telah menjadi teladan dan saksi hidup bagaimana bertobat, kembali ke jalan yang benar dan hidup dalam kasih karunia Tuhan.

Dari ke dua bacaan itu kita dapat belajar bahwa sesungguhnya Allah tidak menginginkan persembahan kita, korban bakaran kita. Allah menyukai kasih setia ketimbang korban sembelihan, dan pengenalan akan Allah ketimbang korban bakaran (Hosea 6:6). Sementara itu melalui jemaat Tesalonika kita belajar menjadi saksi yang hidup, menjadi teladan yang benar. Allah menunggu hal-hal itu mewujud dalam kehidupan kita: menunjukkan kasih setia, berusaha terus menerus mengenal Allah dan hidup menjadi teladan bagi sesama.

Tiga Puluh Hari Menunggu (4)

Hari ke-4

Small is beautiful. Kecil itu indah. Dulu ada ungkapan seperti itu. Apakah benar semua yang kecil itu indah? Bagaimana dengan ungkapan “orang kecil” misalnya yang mengandung makna orang miskin, mereka yang trsisih dan terpinggirkan? Apakah mereka juga indah di mata kita? Barangkali kita akan berkata “tidak!” Atau mulai ragu-ragu untuk menjawab.

Alkitab mengisahkan bahwa Allah selalu peduli dengan “orang kecil”. Dengan contoh kehadiran-Nya yang di kandang binatang, tidur dibungkus lampin dan berbaring di dalam palungan sudah menunjukkan bahwa Ia peduli. Mikha sudah menubuatkan jauh sebelum itu terjadi, bahwa Mesias akan hadir/lahir di Betlehem. Sebuah kota kecil yang sama sekali tidak terkenal pada waktu itu. Kepedulian Allah juga dinyatakan oleh Yesus bahwa siapa saja yang melayani orang yang paling hina, ia sebenarnya telah melayani Tuhan.

Nah, kalau kita pun peduli dengan mereka, mari mulai buka mata dan telinga. Orang kecil bukan hanya mereka yang miskin secara materi, namun mereka yang tersisih. Alkitab selalu mengajarkan agar kita memperhatikan para anak yatim, para janda, orang miskin, orang sakit. Mengapa? Karena merekalah yang biasanya disingkirkan oleh sesamanya. Diperlakukan tidak adil, diambil hak-haknya, dibuang bahkan tidak dianggap sebagai manusia. Mari peduli! Sebab kebanyakan orang kecil cuma bisa menunggu.

Tuesday 29 November 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (3)

Hari ke-3, 29 November 2011

“Pada hari itu, demikianlah firman Tuhan, Aku akan mengumpulkan mereka yang pincang, dan akan menghimpunkan mereka yang terpencer-pencar dan mereka yang telah Kucelakakan.” (Mikha 4:6).

Allah yang menyerakkan, Allah juga yang mengumpulkan. Ada penghakiman, ada pula pengampunan. Ya. Pada hari itu, semuanya akan terjadi. Kapan? Ketika Mikha menuliskan nubuatan itu, mungkin dia tidak tahu kapan pemulihan itu akan terjadi. Kita yang hidup di saat ini dapat menduga dan mengerti bahwa “hari itu” adalah hari ketika Kristus datang dan memerintah. Sebuah waktu tunggu yang cukup lama. Lebih dari 500 tahun sesudah Mikha bernubuat, barulah tergenapi.

Pemulihan selalu ditunggu-tunggu oleh setiap orang yang terpecah, terpencar. Yang sakit ingin sembuh. Yang bertengkar ingin berdamai. Yang rusak ingin berfungsi kembali, Yang pecah ingin menyatu. Yang terserak ingin berkumpul. “Pulihkanlah kami ya Tuhan!” teriakan pemazmur ini menjadi teriakan kita juga. Segala yang terputus selalu ingin dikembalikan pada keadaan semula. Pulih, adalah kata indah yang kerap kali susah dijalani. “Pulihkanlah kami ya Tuhan!”

Pemulihan yang utama dan terutama adalah antara manusia dan Penciptanya. Manusia yang sudah terlanjur terpuruk dan tenggelam dalam lumpur dosa tidak akan mampu menarik dirinya sendiri dan kembali terhubung dengan Tuhannya. Upaya pemulihan seperti ini adalah prakarsa Tuhan sendiri. Mirip seperti Petrus yang tenggelam di laut, kemudian Yesus mengulurkan tangan-Nya untuk menolong. Ketika Petrus kemudian meraih tangan itu, selamatlah ia. Tangan Allah sudah terjulur dari sorga. Bahkan Dia sendiri hadir di tengah-tengah manusia. Bagaimana respon manusia sangat menentukan apakah ia akan selamat atau terus tenggelam.

Aku percaya bahwa pada hari itu Engkau akan mengumpulkan mereka yang pincang, dan akan menghimpunkan mereka yang terpencar-pencar dan mereka yang telah Kau celakakan. Engkau telah melakukannya ya Tuhan. Terpujilah Allah semesta alam!

Monday 28 November 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (2)

Hari ke-2, 28 November 2011

Apakah yang paling ditunggu oleh dua atau lebih bangsa yang sedang berperang? Apakah yang paling ditunggu oleh dua atau lebih orang yang sedang bertikai? Kemenangankah? Saya kira tidak. Jauh di dalam lubuk hati mereka, disadari atau tidak disadari, yang paling mereka harapkan dan rindukan adalah PERDAMAIAN.

Keadaan damai adalah keadaan paling ideal untuk hidup. Keadaan damai bukan hanya keadaan tanpa perang, tanpa konflik. Bukan hanya itu! Keadaan damai baru benar ketika setiap orang saling mendukung, saling mengasihi, saling memperhatikan. Dalam damai kita menjadi tenang dan rileks. Dalam damai ada pikiran positif, perasaan murni dan tulus, juga harapan-harapan yang baik. Kita sebagai manusia, dapat memulai sebuah peperangan, kita juga dapat memulai sebuah perdamaian. Mari sejenak berhenti dari segala kesibukan. Mari menjadi bintang perdamaian.

Hampir 30 tahun lalu, upaya damai diluncurkan para selebritis Amerika untuk menggalan dana bagi Afrika yang kelaparan. USA for Africa. Penyanyi kondang Michael Jackson dan beberapa kawan kemudian menggubah sebuah lagu indah We are the World. Simak liriknya, luar biasa menusuk rasa kemanusiaan kita.

There comes a time when we hear a certain call
When the world must come together as one
There are people dying
And it’s time to lend a hand to life
The greatest gift of all

We can't go on pretending day by day
That someone, somehow will soon make a change
We are all a part of Gods great big family
And the truth, you know,
Love is all we need

[Chorus]
We are the world, we are the children
We are the ones who make a brighter day
So let’s start giving
There's a choice we're making
We're saving our own lives
Its true we'll make a better day
Just you and me

Send them your heart so they'll know that someone cares
And their lives will be stronger and free
As God has shown us by turning stones to bread
So we all must lend a helping hand

[Chorus]

When you're down and out, there seems no hope at all
But if you just believe there's no way we can fall
Let us realize that a change can only come
When we stand together as one

Itulah upaya damai bagi kemanusiaan. Upaya manusia menjadi bintang kerlap-kerlip maupun cemerlang tidak jadi soal. Cahaya perdamaian itu yang ditunggu. Mari kita baca perlahan-lahan kalimat-kalimat ini. Bayangkan sebisanya apa yang Anda baca.

“Salah satu cara untuk menjadi damai adalah menjadi hening di dalam diri kita. Sejenak, coba pikirkan bintang-bintang dan bayangkan dirimu menjadi seperti mereka .......... Mereka sangat indah di langit, gemerlap, dan bersinar .......... Mereka begitu tenang dan damai. Biarkan tubuhmu diam .......... Biarkan jari tangan dan kakimu rileks ..........Rilekskan perutmu ..........dan bahumu .......... Rilekskan tanganmu .......... dan wajahmu .......... Biarkan perasaan aman menyelimutimu .......... dan bias lembut kedamaian menyinarimu .......... Dalam dirimu, kamu merasa seperti bintang kecil yang indah ..........kamu, bintang mungil dalam dirimu, penuh dengan cahaya kedamaian ......... cahaya ini begitu lembut dan memancarkan rasa aman .......... Bersantailah dalam cahaya damai dan cinta .......... Biarkan dirimu menjadi bening dan damai .......... Perhatianmu penuh .......... konsentrasi .......... kapanpun kamu perlu merasakan damai dalam dirimu, kamu bisa menjadi diam .......... utuh .......... menjadi bintang kedamaian.”

Namun, sesungguhnya kedamaian baru benar-benar ada ketika Kristus menjadi hakim diantara manusia. Pada saat itu, mereka yang berperang akan menempa pedang mereka menjadi mata bajak, dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas. Bangsa tidak lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang. Apa yang menjadi milik kepunyaan mereka, tetap menjadi milik mereka masing-masing. Tidak ada ketakutan, kekuatiran. (Mikha 4:1-5).

Walaupun damai yang sungguh belum lagi tiba, aku akan tetap berjalan dalam nama Tuhan yang hidup. Sekarang dan selamanya. Ada saatnya pasti bintang perdamaian itu akan bercahaya terang .......... terang sekali menembus kegelapan, kepekatan.

Sunday 27 November 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (1)

Hari ke-1, 27 November 2011

Hari ini adalah hari pertama siklus gerejawi. Masa Adven pertama. Ketika saya mencoba membuat tulisan ini, tanpa sengaja membaca coret-coretan lama. Ternyata 6 tahun lalu, Adven hari pertama juga jatuh pada tanggal 27 November, tahunnya 2005. Saat itu adalah saat yang paling mengejutkan bagi jemaat GKIKP karena pertama kali memberanikan diri menggunakan liturgi khusus “leksionari”.

Mengapa menggunakan leksionari? Karena kita percaya bahwa Allah berkarya dalam sejarah yang secara terus-menerus diturunalihkan, dikisahulangkan, serta dihadirkan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, leksionari merupakan wahana simbolis yang mau menghadirkan sejarah keselamatan yang dilakukan Allah pada masa lalu sehingga kita pada masa kini merupakan bagian dari sejarah itu.

Tema Adven I di hari pertama ini adalah: “MENANTI DENGAN TIDAK MENJADI LENGAH”. Salah satu kegiatan paling menjengkelkan adalah kegiatan menanti. Kalau kita sudah janjian dengan seseorang di tempat tertentu, di hari tertentu dan jam tertentu, namun ketika pada waktu yang sudah ditetapkan ternyata orang itu belum hadir mulai gelisahlah kita. SMS atau telpon biasanya menjadi senjata utama.

Namun, dalam konteks spiritualitas, kita diminta untuk menunggu sesuatu yang tidak jelas kapan akan terjadi. “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.” (Mar 13:32). Nah, bagaimana ini? Menanti sesuatu yang hanya Allah Bapa saja tahu waktunya. Bagaimana baiknya? Apa yang mesti dilakukan dalam masa penantian itu? Kuncinya adalah menanti dengan aktif. Ya. Menunggu jangan hanya pasif saja. Orang yang mendapatkan satu telenta itu juga menunggu dengan setia. Tetap pasif! Dalam konteks praktis juga berlaku ya. Ketika teman kita belum kunjung tiba sesuati janjian, kita tidak hanya bengong saja, tetapi harus aktif berbuat sesuatu.

Masa Adven juga merupakan masa penantian akan kelepasan, pembebasan. Banyak orang menunggu pembebasan dari segala macam belenggu kehidupan, kesusahan, kemiskinan, duka cita, perkelahian, dendam, sakit hati... semua itu ingin dilepaskan, dibebaskan – segera! Bersama pemazmur kita berkeluh kesah kepada Tuhan:

“Tuhan, Allah semesta alam, berapa lama lagi murka-Mu menyala sekalipun umat-Mu berdoa? Engkau memberi mereka makan roti cucuran air mata, Engkau memberi mereka minum air mata berlimpah-limpah, Engkau membuat kami menjadi pokok percederaan tetangga-tetangga kami, dan musuh-musuh kami mengolok-olok kami. Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.” Mazmur 80:5-8

Namun, bila memang kami masih harus menunggu, kami akan menunggu dengan aktif mengerjakan tanggungjawab kami masing-masing.

Sunday 20 November 2011

Psikologi Manula (9)

Penyakit fisik yang paling kelihatan di diri manula adalah yang berkaitan dengan tulang.
Ini adalah panyakit kronis para manula.
Baik itu yang diberi nama osteoporosis ataupun osteoarthritis.
Yang pertama adalah keropos atau rapuhnya tulang, sedang yang kedua adalah rematik tulang.
Ke duanya tentu saja sama tidak enaknya.

Beberapa waktu lalu, saya tunjukkan kepada anak saya seorang oma yang kalau berjalan sangat bungkuk, sehingga badan bagian atasnya menjadi sejajar dengan tanah. Ini adalah kondisi pengeroposan tulang. Tulang sudah sangat lemah untuk bisa menopang tubuh.
Perempuan biasa lebih rentan terhadap osteoporosis ketika mereka mulai menopause.

Disamping itu, kalau diurutkan sebetulnya ada paling tidak 10 macam penyakit para manula.
Biasanya akan menghinggapi mereka satu per satu. Semakin tua, semakin banyaklah penyakit yang menggerogoti fisik ini.
Urutannya dari yang paling sering sampai yang paling jarang adalah sebagai berikut:

1. Rematik
2. Darah tinggi
3. Penurunan pendengaran
4. Jantungan
5. Kelainan tulang
6. Sinusitis
7. Katarak
8. Diabet
9. Rabun
10. Tinnitus (telinga berdenging)

Namun demikian, baik para psikolog maupun para gerontologis percaya bahwa fungsi psiko dan perilaku jauh lebih penting untuk menjaga para manula tetap bahagia ketimbang fungsi fisik yang memang akan terus menurun.
Para gerontologis tersebut menamakannya sebagai “functional impairment”. Kecacatan dalam melakukan fungsi-fungsi hidup.

Seorang kawan pernah bercerita bahwa ayahnya sejak pensiun tiba-tiba jadi disable.
Apa maksudnya? Apakah fisiknya jadi cacat? Ternyata tidak. Secara fisik dia sehat wal afiat.
Tetapi fungsi mentalnya drop banget. Si ayah sejak pensiun Cuma bisa duduk dan tidur doang.
Kalau haus teriak “minuuuuuuum” dan kalau lapar teriak “makaaaaaan”.
Si isteri yang merasa kasihan terus dengan setia melayani, maka makin amblaslah si manula ini.
Itulah salah satu contoh yang disebut dengan “functional impairment”.

Menyadari kondisi manula yang bisa bermacam-macam kondisi fisik dan mentalnya, maka para gerontologis kemudian mencoba membuat semacam studi.
Hasil studi ini kemudian disebut sebagai “index kesehatan” manula. Ada banyak hal yang diukur untuk dimasukkan ke dalam index ini, misalnya:
Soal makan dan tidur, soal pekerjaan sehari-hari, soal mengurus diri sendiri, sampai kemampuan untuk pergi sendiri ke luar rumah dan bahkan menyetir mobil sendiri.

Melihat banyak hal membebani manula dan berbagai kendala fisik dan psiko mereka, maka para psikolog maupun gerontologis atau siapapun yang berhubungan dengan manula, baik itu anak, cucu maupun perawat, sebaiknya memberikan motivasi agar si manula tetap berusaha untuk produktif dan tidak menyia-nyiakan potensinya selagi masih hidup.



Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi

Psikologi Manula (8)

Di negaranya paman Sam, pernah diadakan semacam longitudinal study yang disebut Baltimore Study.
Ini sebuah studi jangka panjang dari orang muda sampai mereka jadi manula.
Jadi studi ini memang makan waktu 30-40 tahun. Luar biasa yach.

Hasil studi ini sungguh bermanfaat bagi para manula, dan juga mencerahkan.
Misalnya begini: di dunia farmasi, obat-obatan biasa dicobakan ke manusia yang berumur 20-30 tahun.
Maka sering pada zaman dahulu, pengobatan untuk manula “keliru” karena kondisi manula yang memang beda dengan orang muda.
Salah satu contoh yang kelihatan adalah diagnosa diabetes.
Kadar gula darah orang tua memang semakin tua semakin tinggi. Ini kondisi yang normal.
Sementara zaman dulu mereka sudah dianggap diabet dan dikasih obat.

Sering juga kita melihat orang berumur 60 tahun tapi penampilannya seperti masih 40 tahun.
Begitu juga sebaliknya ada orang yang berumur 40 tahun berpenampilan 60 tahun.
Ini tentu dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kesehatan masing-masing orang.
Biasanya vitalitas seseorang akan kelihatan pada kemampuan paru-paru untuk berlari atau berenang misalnya, atau kemampuan tangan unuk meremas, memegang dengan erat dan kencang, atau metabolisme gula dan sebagainya.

Contoh lain hasil studi adalah pembuktian bahwa jantung orang berumur 70 tahun bila dalam kadaan sehat tanpa gangguan jantung, adalah sama kekuatannya untuk memompa darah dengan jantung anak muda umur 30 tahunan.
Banyak orang bilang bahwa orang tua akan berkurang produksi hormon testosteronnya.
Ini ternyata tidak benar. Kecuali dalam keadaan sakit, produksi testoteron pada manula masih sama hebohnya.
Maka tidak heran kalau ada manula gaek yang masih terus mencari wanita muda jadi isterinya.

Bagaimana dengan otak?
Ternyata terjadi hal yang luar biasa juga pada otak.
Walaupun jumlah neuron menurun ketika umur bertambah, namun ada kompensasinya yaitu: ukuran dendrit diperbesar.
Dengan demikian, manula justru akan cepat belajar dan cepat juga me”retrieve” apa yang dipelajarinya.

Manula juga stabil secara emosi dan ekonomi.
Maka banyak orang suka bergaul dengan orang-orang tua karena merasa aman dan bisa menjadi sumber kebijaksanaan.



Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi

Tuesday 18 October 2011

Psikologi Manula (7)

Dalam seri yang ke-7 ini, kita akan melihat proses penuaan dari sisi biologi.
Ada dua kubu utama para biolog melihat proses penuaan dan kematian.
Kubu pertama mengkambinghitamkan kerusakan sel secara acak, sedang kubu kedua menganggap bahwa memang ada “lonceng kematian” dalam tubuh kita ini.

Teori kerusakan sel secara acak mengungkapkan bahwa DNA pada inti sel selalu memproduksi protein agar sel dapat menjalankan fungsinya dengan benar.
Proses ini biasa disebut mutasi.
Nah, proses mutasi ini kemudian merubah struktur DNA itu sendiri.
Karena proses mutasi ini jugalah konon ikan paus yang dulunya punya kaki sekarang kakinya berubah jadi sirip.

Sayangnya proses mutasi ini sifatnya adalah “deleting” menghapus.
Bila kemudian proses penghapusan menjadi keterlaluan, maka sel tersebut mati.
Sebenarnya sudah disediakan semacam bengkel untuk memperbaik DNA yang menjadi error karena proses mutasi tersebut.
Akan tetapi ketika manusia menjadi tua, jumlah DNA yang error makin lama makin banyak sehingga si bengkel tidak mampu lagi untuk memperbaiki.
Akibatnya makin banyaklah sel-sel yang mati.
Bila kematian sel ini kemudian menyangkut organ-organ vital, maka matilah si manusia.
Itulah teori pertama.

Biolog penganut teori “lonceng kematian” tidak menyetujui teori kematian acak sel.
Penganut teori ini berpendapat pastilah ada semacam program yang pada waktu tertentu akan dijalankan.
Pada saat itulah proses menua terjadi sampai pada amblasnya sang manusia.
Disinyalir lonceng kematian itu berada di bagian otak manusia yang namanya hypothalamus atau di sistem kekebalan tubuh kita.
Hypothalamus adalah organ sekecil cabe rawit di otak, namun fungsinya sangat luar biasa.
Ia bertanggungjawab mengatur berbagai fungsi tubuh seperti: makan, perilaku seks, suhu tubuh dan emosi kita.
Ia juga mengatur perkembangan/pertumbuhan fisik kita.
Para perempuan mendapatkan menopause juga gara-gara si cabe rawit ini yang menutup pabrik hormon estrogen misalnya.
Nah, karena begitu besar dan penting perannya, maka biolog percaya lonceng kematian mestinya bersembunyi disitu.

Tempat lain sang lonceng kemungkinan berada di sistem kekebalan tubuh kita.
Sistem ini ada di seluruh bagian tubuh kita.
Fungsinya jelas. Melawan dan mematikan sesuatu yang asing yang dicurigai dapat merusak tubuh kita ini.
Tanpa sistem kekebalan tubuh, orang sakit jangankan flu burung, flu biasa saja dapat meninggal dunia.
Ada satu kelenjar Thymus namanya yang mengatur sistem kekebalan tubuh.
Nah, kelenjar ini makin lama makin mengecil dan hilang ketika kita bertambah tua.
Maka para biolog percaya, disitulah letaknya sang lonceng kematian.
Ketika sistem kekebalan tubuh menjadi error, selain tidak mampu menahan serangan dari luar tubuh, bisa saja terjadi apa yang disebut dengan “auto-imune”.
Bala tentara kekebalan menyerang organ tubuh kita sendiri. Semacam gol bunuh diri kalau dalam sepak bola.
Dicurigai penyakit diabetes dan dimentia adalah akibat errornya sistem kekebalan tubuh ini.
Jikalau dapat dipantau penyakit apa saja yang terjadi akibat ngaconya sistem kekebalan ini, maka dapat diketahui berbagai penyakit yang diprediksi akan menimpa para manula.



Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi

Friday 14 October 2011

Psikologi Manula (6)

Dalam sebuah pertemuan keluarga yang sudah bertahun tidak ketemu pertanyaan yang sering muncul adalah “umurmu sekarang berapa?”
Dan kebanyakan orang akan senang dan sumringah bila tebakan lawan bicara adalah “lebih muda” daripada umur biologis sebenarnya.
Ya. Orang senang kelihatan lebih muda.
Maka iklan kosmetik yang katanya mampu mempertahankan kemudaan, juga laku saja dijual.

Sebetulnya kapan manusia dianggap tua?
Para gerontologist (pakar manula) belum ada kesepakatan yang pasti. Namun pasti bukan di usia 55 tahun saat kita pensiun kerja formal.
Atau 65 tahun, beberapa bidang kerja menggunakan batas usia pensiun ini.
Para pakar manula itu sepakat usia tua adalah sekitar 70 tahun ke atas, atau bahkan 80 tahun.
Kita sering terkagum-kagum kan ketika melihat orang yang sudah 80 tahun umurnya masih berjalan dengan tegap, masih bekerja, matanya masih tajam dan telinganya juga tidak memerlukan alat bantu.
Walaupun begitu, tentu beda kemampuan orang 80 tahun dan 20 tahun. Dulu ketika saya berumur 20 tahun saya masih sanggup berlari mendaki gunung atau berlari menaiki tangga di kampus. Sekarang? Weleh...jangankan berlari. Berjalan juga tidak bisa buru-buru sebab lutut ini mulai kerasa “cleng” kalau diajak bekerja berat.
Itu salah satu kendala penurunan kualitas manula.

Kalau para gerontologist menetapkan umur tua segitu, lain halnya dengan pakar biologi.
Sel manusia mulai menua sebetulnya ketika kita masih sangat muda. Ada di sekitar umur 20 tahunan.
Pada umur itu mulai terjadi misalnya yang dinamakan artheroschlerosis atau penumpukan lemak di dinding pembuluh darah.
Penuaan ini sifatnya universal, tidak peduli SARA. Semua orang pastilah akan mengalaminya.

Saya jadi teringat ada dua nenek kembar yang dikabarkan di Kompas meninggal satu. Umurnya so pasti 100 tahun ke atas.
Beberapa tahun kemudian kembarannya menyusul. Ini kejadian di Jepang.
Banyak periset manula yang dari dulu selalu mencari daerah mana yang banyak manula hingga mencapai umur 100-an tahun.
Salah satu daerah yang banyak manula segitu adalah di suatu kampung Georgia (eks uni soviet) di pegunungan Kaukasus.
Jelas bukan negara industri. Mereka makan makanan yang rendah lemak dan kalorinya.
Mereka banyak bekerja secara fisik di luar rumah dan mereka selalu mendapat penghormatan yang tinggi dari para pemuda-pemudi yang memang lebih muda dari mereka. Itulah ciri-ciri dan rahasia awet muda.


Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi

Wednesday 5 October 2011

Psikologi Manula (5)

Teman-temin,
kita lanjutkan lagi ya rangkaian tulisan psikologi manula ini.

Dalam pembahasan seri ke-4 kita sudah tahu bahwa ada dua kubu utama yang mengamati psikologi manula yaitu: behaviorism dan psikoanalisa.
Sekarang kita akan bahas bukan kubu, tetapi 2 tokoh beken dalam psikologi yang juga menyinggung soal manula. Mereka adalah Jung dan Erikson.

Sebenarnya Jung adalah murid dari tokoh psikoanalisa Freud. Tetapi kemudian di tahun 1912 dia hengkang karena tidak setuju dengan teori gurunya.
Kalau psikoanalisa bicara bahwa psikologi anak ketika lahir hingga balita penting untuk dibawa hingga si anak jadi aki-nini, maka Jung lebih tertarik mengamati kehidupan manusia pada paruh baya ke-2. Jadi jika umur rata-rata manusia adalah 80 tahun, bagi Jung lebih menarik mengamati mereka mulai umur 40 tahun ke atas.
Barangkali karena pengaruh Jung juga maka di dunia bule muncul istilah "Life begins at 40". Jung juga yang memunculkan istilah "mid-life crisis".

Jung berteori bahwa dari masa puber sampai seseorang berumur 30 tahunan, dia berjuang untuk dirinya sendiri. Dia ingin tampil, dilihat orang, dipuji, dihargai. Secara sosial dia akan kelihatan "passionate" hangat dengan orang lain. Pokok-e, dia pingin orang lain tahu bahwa dia ada dan exist.
Sementara sesudah umur tersebut, orang mulai mapan, "settled" istilah bulenya. Maka agresivitasnya juga menurun. Dia mulai tahu batas-batas kemampuannya.
"A man should know his limits." kata bule lagi.

Ketika saya menuliskan ini ada kabar bahwa mantan CEO Apple-corp meninggal dunia. Sebelumnya dia sudah banyak mengambil cuti dan mengundurkan diri dari dunia bisnis dan Agustus lalu juga mundur dari kegiatan sebagai CEO. Ya. Dia tahu batas kemampuannya. Steve Jobs meninggal di usia 56 tahun.

Orang-orang berusia di atas 30 tahun mulai memikirkan dunia rohani. Mereka mulai banyak melakukan refleksi - baik yang di kaki maupun yang di kepala :-)
Perhatiannya kepada sesama makin meningkat. Mampu memantu dan berbuat bagi sesama adalah hal yang membahagiakan. Terus apa hubungannya dengan manula? Secara psikologis tidak mudah melewati masa-masa transisi ini. Mereka yang kesulitan melewatinya akan tetap bergayut dengan bayangan masa mudanya. Ini membuat stress dan depresi pada kebanyakan orang. Ketika jiwanya masih ingin dihargai, dipuji-puji - tetapi kenyataanya kemampuan sudah menurun dan tidak dapat berbuat banyak. Ketika jiwanya masih ingin berarti bagi orang lain, bagi-bagi duit, traktir orang- tetapi kenyataanya duit sudah bergantung kepada orang lain atau tabungan yang ada saja. Pendek kata kalau fase ini tidak dilewati dengan baik, si manula akan terus-terusan gerah dan tidak hepi.

Namun demikian, bila fase ini dapat dilewati dengan baik, maka si manula akan menjadi manusia spirituil yang baik. Dia merasa diri lengkap jasmani rohani. Dia tahu keterbatasnnya dan oleh karenanya dapat berdamai dengan diri sendiri. Oleh karenanya dia siap dengan tegar menghadapi akhir hidupnya sendiri. Bagi manula seperti ini, kematian bukanlah titik nadir tetapi merupakan puncak dari kehidupannya.

Erikson bicara lebih luas. Psikolog yang juga sering dijuluki bapak psikologi perkembangan sosial ini membagi 8 tahap kehidupan manusia.
Tahap untuk diskusi kita adalah tahap ke-8. Dari judul tahapannya mestinya kita bisa mengerti apa-apa yang menjadi landasan teorinya. Menurut Erikson, setiap manusia harus "lulus" melewati setiap tahap. Kalau ada yang ga lulus maka dia menjadi terkendala secara psikologis dan mandeg saja pada posisi dimana dia ga lulus tadi.

Tahapan-tahapan Erikson adalah sebagai berikut:
1. HOPE: Trust vs Mistrust (0-18 bulan)
2. WILL: Autonomy vs Shame and Doubt (18 bulan - 3 tahun)
3. PURPOSE: Initiative vs Guilt (3 tahun - 6 tahun)
4. COMPETENCE: Industry vs Inferiority (6-12 tahun)
5. FIDELITY: Identity vs Role Confusion (12-18 tahun)
6. LOVE: Intimacy vs Isolation (19-40 tahun)
7. CARE: Generativety vs Stagnation (40-65 tahun)
8. WISDOM: Ego Integrity vs Despair (65 tahun ke atas)

Mirip seperti teori Jung, manula yang sanggup menggabungkan integritas dirinya, ia akan bahagia menghadapi kehidupan masa tuanya dan menyambut kematian dengan senyum. Sementara yang tidak mampu, akan hidup dengan penuh penyesalan dan kemarahan atas kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain.

Monday 19 September 2011

Psikologi Manula (4)

Dalam dunia psikologi, ada dua kubu besar yang mengamati psikologi manula.
Dua kubu itu adalah behaviourism dan psikoanalisa.
Mari kita intip sedikit teori apa yang mereka lontarkan berkenaan dengan manula.

Secara ringkas, penganut behaviorism berpendapat bahwa tindakan yang mendapat penghargaan (reinforcement) akan diulangi.
Sementara tindakan yang tidak mendapat apresiasi apapun, lama kelamaan akan hilang.
Kalau kita ingat dalam seminar-seminar, selalu saja ditekankan bahwa kita harus memberikan apresiasi, pujian kalau seseorang baik itu anak, maupun orang tua, atau manula sekalipun melakukan sebuah perbuatan yang baik, yang cocok dan menyenangkan. Pujian akan mendorong orang melakukan lagi dan lagi karena siapa yang tidak senang dipuji?

Sebenarnya orang menjadi kecanduan juga karena “rasa” enak dan nyaman yang dia nikmati. Oleh karenanya cenderung untuk diulang.
Baru-baru ini, pada saat bulan puasa lalu, adik seorang kawan meninggal dunia karena kebut-kebutan saat ngabuburit.
Berdasarkan teori behaviorism, hal itu terjadi karena dia mendapatkan apresiasi positif dari kawan-kawannya.
Wuaah...hebat! Ayo lagi! Teriakan penyemangat itu menimbulkan rasa nyaman dan enak sehingga dia mengulangi lagi perbuatannya dan lupa akan bahaya.

Kembali soal manula.
Walaupun tua, kaum manula juga masih punya perasaan.
Sehingga apresiasi positif juga diperlukan ketika menghadapi mereka.

Salah satu turunan dari teori behaviorism ini adalah apa yang disebut modelling, meniru.
Ya. Manula juga masih suka meniru. Kalau tiba-tiba manula si sekitar anda berperilaku “beda” dari biasanya, ada kemungkinan dia sedang meniru perilaku orang lain yang dianggapnya cocok dan baik. Orang lain itu bisa siapa saja. Bisa suster, bisa TV bisa teman sesama manula, bisa tetangga dan siapapun.

Satu lagi turunan teori ini adalah apa yang disebut dengan “variable reinforcement schedule”. Susah sekali menerjemahkan istilah ini. Saya jelaskan dengan contoh saja. Anda yang pernah bermain pacinko tentu mengerti betapa asyiknya permainan ini. Masukkan coin, terus putar tuas, menunggu berapa bola kita dapat untuk ditukar dengan duit. Siapa tahu kita beli coin Rp 1000 dapat tukeran Rp 5000 dan seterusnya. Siapa tahu....??
Maka jangan heran kalau ada manula di panti jompo terus-terusan berdiri dekat pintu menghadap ke jalan menunggu anaknya datang menengok.

Teori psikoanalisa beranggapan bahwa masa paling penting dalam pertumbuhan jiwa anak sampai manula adalah 5 tahun pertama hidupnya.
Apa yang terjadi dalam 5 tahun pertama itu akan menentukan apakah seorang manula akan sehat jiwanya atau tidak. Menurut psikoanalisa, pembentukan kepribadian ada yang disadari ada juga yang tidak disadari. Selain itu ada juga yang disebut dengan id, ego dan superego.
Id terbentuk sejak bayi lahir: sebuah naluri untuk hidup dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang menunjang kehidupan si jabang bayi.
Ego dan superego terbentuk selama masa kanak-kanak, ya sampai umur 5 tahun itu.
Ego adalah bagian yang disadari. Misalnya anak sadar kalau minta makan atau susu hampir selalu dikasih oleh mamanya. Sementara kalau mintanya permen atau gorengan pinggir jalan, jarang sekali mamanya memberi. Ego menyangkut logika, nalar, perencanaan. Ego membuat kita mendapatkan apa yang kita inginkan secara realistis.

Superego berkaitan dengan moral, norma-norma kehidupan. Ia terbentuk kemudian. Merupakan internalisasi dan gabungan berbagai macam ajaran, norma, aturan, larangan dari siapapun, ortu atau guru, pendeta, GSM dan sebagainya.
Inti semuanya dalam 5 tahun pertama kehidupan itu manusia dibentuk untuk jadi manusia – bukan kingkong atau munyuk.
Maka ortu paling bertanggungjawab dalam pembentukan ini, karena biasanya 5 tahun pertama hidup anak ya memang bersama dengan ortunya.

Nah, pengalaman masa kecil ini penting agar manula dapat hidup sehat tanpa problem psiko ketika kondisi kehidupan sudah mulai menurun.


Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi

Friday 16 September 2011

Psikologi Manula (3)

Seorang kawan bercerita bahwa isterinya yang memang ibu RT tulen punya kegiatan rutin.
Pertama adalah berkunjung ke rumah panti jompo.
Ya di tempat seperti itulah kita bisa tahu bermacam perilaku, yang positif maupun yang negatif para manula.
Mereka yang kehidupan dan geraknya mulai terkendala, sangat perlu bantuan orang lain untuk berbenah.
Dan yang paling penting, perlu ada orang lain yang memperhatikan dan mengasihi mereka.

Di Jakarta ini sering saya lihat kegiatan seperti ini di DAAI TV. Pelakunya adalah para relawan Tzu Chi.
Mereka mengajari para manula bernyanyi, sekedar bergerak untuk senam sangat ringan.
Pendek kata, membuat hati para manula gembira bukan hanya karena mereka datang membawa macam-macam makanan dan hadiah kecil, tetapi karena Tuhan masih memberikan nafas hidup bagi para manula.

Kegiatan lain isteri teman saya ini adalah membantu salah seorang tetangganya yang juga manula untuk berobat secara rutin.
Ia manula, hanya hidup dengan anak terkecil yang mesti bekerja.
Karena si om ini mengalami gagal ginjal, alhasil dia mesti cuci darah seminggu sekali. Siapa yang mengantar?
Anaknya tentu tidak mendapat izin pergi seminggu sekali mengantar ayahnya.
Nah, isteri teman ini yang kemudian merelakan diri dan waktu untuk membantu. Sebuah tindakan yang sungguh mulia.

Memang salah satu masalah manula adalah KESEHATAN.
Oleh karena itu, sejak muda mestinya orang jangan ragu-ragu untuk investasi demi kesehatan di masa tua.
Jangan malah terbalik seperti kata orang “lagi muda mengejar uang melupakan kesehatan, sesudah tua membuang uang untuk mengembalikan kesehatan.”
Asuransi juga penting. Kalau di dunia barat, asuransi kesehatan adalah “wajib”. Sebab biaya RS sungguh amat mahal.
Di Indonesia juga semakin kerasa, betapa mahalnya untuk menjadi sehat.

Sebenarnya apa saja sich yang menjadi beban pemikiran para manula? Ada orang bernama Louis Harris yang iseng melakukan polling dan hasilnya seperti ini:
1. Biaya hidup tinggi
2. Harga barang dan jasa semakin mahal
3. Kriminalitas meningkat
4. Kesehatan menurun...
5. Transportasi (karena ga bisa pergi sendirian)
6. Tapi yang paling penting – mereka juga menyatakan bahwa TIDAK BENAR usia tua adalah usia yang menyedihkan.

Dari polling di Amerika tersebut didapatkan bahwa:
87% bilang hidup mereka bahagia
84% merasa penampilan mereka masih OK
81% merasa puas bahwa apa yang dicari dalam hidup telah didapatkan.
Lagi-lagi stereotyping soal manula gugur.

Thursday 15 September 2011

Psikologi Manula (2)

Kalau kita mencoba mengingat kembali pandangan dan pendapat kita tentang manula, maka kebanyakan itu adalah stereotyping.
Apa yang teman saya daftarkan di email kemarin adalah sebagian contohnya.
Contoh yang paling sering kita dengar adalah istilah “bau tanah”. Bukan hanya orang muda yang mengatakannya, tetapi mereka yang sudah manula juga sering menyebut diri mereka sendiri “sudah bau tanah”.
Kita tidak tahu apakah manula yang mengatakan hal itu benar-benar sadar atau sekedar ikut-ikutan saja.

Pada kenyataannya, banyak dari stereotyping itu tidak benar.
Masih sangat banyak orang tua yang bahagia, yang senang melihat cucu-cucu mereka berlari kecil dan tertawa.
Masih banyak manula yang mendapat penghargaan “resilient”, “tough”, “wise” dan sebagainya dari mereka yang masih muda-muda.
Dalam salah satu kisah di Kick Andy, pernah muncul para manula yang luar biasa prestasinya.
Mereka pekerja keras untuk menghidupi yang muda. Coba...apa tidak malu-maluin tuh.
Namun mereka bahagia. Tanpa keluh kesah mereka bekerja – walau tubuh renta. Ada yang memecah batu, ada yang mengayuh becak, ada yang bersepede keliling sambil berjualan.

Sekarang ini, makin banyak kita melihat warga manula di sekitar kita.
Padahal di awal abad 20, statistik Amerika menunjukkan bahwa hanya 1 manula saja di antara 25 warga.
Sekarang statistik atau jumlah manula sudah sangat banyak dibanding warga mudanya.
Pertama-tama tentu peran KB yang menyebabkan berkurangnya warga muda karena pengendalian kehamilan.
Kedua adalah karena berkembangnya ilmu kedokteran, sehingga umur harapan hidup otomatis diperpanjang juga.
Ketiga adalah pilihan masing-masing manula sendiri – berupa pilihan gaya hidup dan pilihan makanan2 yang mendukung manusia berumur lebih panjang.
Dengan ketiga macam itulah orang bule di Amerika tahun 1900-an akan meninggal di umur 48 tahun, tapi sekarang bisa tahan sampai 74 tahun.

Wednesday 14 September 2011

Psikologi Manula (1)

Ada banyak sekali stigma atau kesan atau stereotyping orang terhadap para manula.
Seorang kawan saya mendaftarkannya dengan cukup lengkap demikian:

"Manula, yakni orang yang sudah berusia lanjut 60 tahun ke atas,
berpikirnya lambat, bergeraknya kepelanan. Mereka sudah tidak mampu lagi
berpikir kreatif seperti kita-kita pemuda pemudi. Mereka sudah
kecangcang masa lampaunya, terikat ke diri dhewek, tak bisa lagi
berkembang atau berubah. Tidak mampu untuk belajar dengan baik dan sigap
dan taro kata mereka bisa, mereka kaga mau juga. Tertambat ke
tradisinya, ke konservatifannya, mereka tidak suka penemuan yang
terkini, kaga demen ide-ide yang baru. Bukan saja mereka kaga mampu
untuk maju, mereka malah mundur ke belakang. Mereka menjadi anak-anak
lagi, sering terperangkap oleh sifat egoisnya dan mengharapkan
mendapatkan cem-macem hal dari lingkungannya, dibandingkan dengan yang
mereka sumbangin. Mereka menjadi nyebelin, sukar dibuat senang padahal
udah telmi dan loyo. Mereka hidup di masa lampaunya. Mereka tidak punya
tujuan, pikirannya ngalor ngidul, terpana pengalaman lalunya, sering
ngejabrak gak karuan juntrungannya. Merekalah kaum yang terhempas dan
terkandas, gambaran kegagalan fisik dan mental. Mereka sudah kehilangan
temannya, bojo, kerjaan, status, kekuasaan, pengaruh, gaji, dan mereka
tidak bisa menggantikan semua itu. Kerap mereka dilanda cem-macem
penyakit yang membuat mereka tidak bisa kemana-mana, kesukaan akan
makanan terkendala, keasyikan pernah hidup sehat sirna sudah. Minat
seksuil dan kegiatan seputar ML menurun drastis. Tubuhnya mengkeret,
demikian pula aliran darah ke otak yang sudah tidak memerlukan kadar
oksigen atau gula seperti dahulu. Lemah lunglai, tidak menarik, mereka
menunggu kematian, menjadi beban bagi masyarakat, keluarga dan diri
sendiri."

Kalau kita hidup di dunia barat, menurut kawan saya lebih gilak lagi.
Sebab Barat sangat mengagungkan kemudaan, dengan kegesitannya, fleksibilitasnya, dan berbagai hal yang masih dipunyai para pemuda dan pemudi.

Dunia timur memang sedikit lebih ramah dengan para manula. Mereka sering dianggap sebagai orang yang sudah banyak makan garam. Sudah penuh dengan pengalaman. Orang-orang bijak, para suhu di Tiongkok selalu digambarkan dalam wujud orang tua dengan jenggotnya yang putih memanjang.

Ketika liburan lalu saya berkunjung ke rumah seorang teman, dia sontak bertanya "Rambutmu ga disemir saja?"
Rupanya dia melihat betapa rambut putih bertaburan di kepala saya. Sambil tersenyum saya menjawab bahwa rambut putih adalah mahkota yang indah :-) Demikian saya mengutip kitab Amsal.

Konon kabarnya Allah menurutkan hukum ke-5 juga karena banyak anak muda yang tidak memperhatikan lagi para manula, khususnya orang tua mereka sendiri.

Di suatu waktu tertentu ada dua kawan bernama Bultena dan Powers yang mencoba mengadakan sebuah studi.
Mereka bertanya kepada sekelompok manula berumur 60-an tahun. Apakah mereka termasuk "middle age" atau elderly atau old.
75% menjawab middle age
10% menjawab old.

Sepuluh tahun kemudian, kepada group yang sama ditanyakan kembali apakah mereka termasuk middle age, elderly atau old.
Sekarang mereka sudah berumur 70-an tahun. Dan jawaban mereka adalah:
30% menjawab middle age
25% menjawab old

Masih sepuluh tahun lagi ditanyakan kepada kelompok yang sama.
Sekarang mereka sudah 80-an tahun umurnya. Jawaban mereka adalah:
25% cowok menjawab middle age
20% cewe menjawab middle age juga
:-)

Begitulah. Usia tua banyak dihindari dan tidak diakui oleh kebanyakan orang.

Sunday 17 July 2011

Sahabat Alam - 3

Pukul tiga pagi
Kelap-kelipmu kembali menerobos masuk jendela kamarku.
Ah...seandainya engkau dapat bicara,
Akan ku urai segala gundah dalam hati.

Pukul tiga pagi
Kelap-kelipmu menyapa lembut.
Ingin aku bertanya banyak hal
Mencari jawab dalam berjuta tahun hidupmu Bagaimanakah anak manusia mesti melangkah?

Pukul tiga pagi
Kelap-kelipmu memang untukku.
Penciptamu dan Penciptaku
Tetap ada dan terjaga
Sekarang dan sampai nanti.

Wednesday 22 June 2011

Sahabat Alam - 2

Udara sejuk pagi menyusup masuk jendela kamarku, Morning Glory mekar memakuSi Coki cepat mendongak dan mengibaskan ekornyaBurung-burung gereja sudah ramai bersenandung riaAku bersyukur, satu hari telah berlaluBeribu hari lagi akan terlahir.

Sunday 19 June 2011

Sahabat Alam

Sabtu pagi sesudah membersihkan mobil, saya duduk di antara tanaman perdu dalam pot.
Melihat kesegaran bunga dan dedaunan, saya bersenandung kecil"

Sgala puji syukur, hanya bagi-Mu Tuhan.
Sebab Kau yang layak dipuja
Aku mau bersorak
Tinggikan Nama-Mu,
Haleluya....

Angin berdesir, menyentuh pucuk-pucuk lembut.
Hai...! Mereka menari mengikuti senandungku
Alangkah indahnya!

Monday 30 May 2011

Hidup atau Mati

Coba Anda tarik garis lurus dari kiri ke kanan. Lalu tuliskan di ujung kiri kata “hidup” maka di ujung kanan sebagai lawannya adalah kata “mati”. Terus apa yang mesti kita tuliskan di antaranya? Banyak hal dapat kita isikan diantara awal kehidupan dan di akhir perjalanan itu, baik itu bernuansa kehidupan maupun bernuansa kematian.

Beberapa waktu lalu, kami menerima sebuah benih pohon mangga. Dengan senang hati kami coba tanam pohon mangga kecil tersebut di sudut rumah. Tempat yang kami anggap cocok untuk pertumbuhannya nanti jika semakin besar. Senang kami memperhatikan pohon tersebut bertumbuh. Kami siram, terkadang kami potong dahan-dahannya agar tumbuh dahan baru yang tidak menjulang ke atas, tetapi ke samping. Daun-daun muda berbau mangga menyegarkan ketika kami memandanginya. Nuansa kehidupan terasa kental disitu.
***
Di zaman internet seperti sekarang ini, kita dapat mencari berita apa saja dari internet. Tinggal “googling” saja muncul banyak hal yang dapat menjadi referensi kita. Namun, ketika kita mendapatkan tugas untuk menuliskan sebuah laporan atau karya tulis, tentu tidak layak dan tabu jika kemudian tinggal “click” dan “copy paste” saja dari internet. Ketika seorang guru menghadapi murid yang ketahuan mencontek tugas langsung dari internet, dia punya paling tidak dua pilihan untuk memberi pengertian muridnya. Guru dapat berkata:

“Engkau mengambil tulisan ini langsung dari internet. Bodoh sekali kamu. Kan kamu sudah tahu aturannya. Dengan demikian, kamu membuat dirimu sendiri mendapat nilai E. Langsung saat ini juga tanpa kecuali!”

Ya. Itu pilihan pertama yang dapat dilakukan oleh sang guru. Namun masih ada pilihan lain yang dapat diucapkan oleh sang guru. Misalnya demikian:

“Wah, tentu kamu sudah banyak sekali membaca artikel dari internet ya sebelum kamu mengambil yang satu ini. Saya setuju bahwa artikel yang kamu ambil ini sesuai dengan pembahasan kita. Tapi saya tidak dapat memberikan nilai yang cukup, karena bukan kamu sendiri yang menulisnya. Tapi saya menyukainya. Jika kamu mau menuliskan kembali artikel ini dengan kata-katamu sendiri dan memberikan alasan yang jelas kenapa kamu menyukainya, saya akan menerimanya. Saya tidak ingin kalian lepas dari internet, karena banyak hal dapat dipelajari dari sana, tapi setiap kali kamu mengambil bahan dari internet, coba tuliskan sumbernya dan ceritakan kenapa artikel yang kamu ambil itu menarik bagimu.”

Bagaimana? Nuansa kehidupan sungguh kental dalam pilihan ucapan sang guru bagian kedua. Tegas, namun mendidik.¬¬
***
Pagi hari pukul 6:45 di perempatan jalan Pramuka dan Pemuda, sambil menunggu lampu menyala hijau saya melihat seorang ibu muda menggendong anak yang masih kecil. Dia mencoba meminta uang dari mobil-mobil di depan saya. Saya memperhatikan perilaku ibu ini: cara dia menggendong anak itu lain dari peminta-minta biasa. Sudah sangat sering saya melihat ibu yang menggendong anak, asal-asalan saja sambil berjalan kesana-kemari mencari simpati orang. Ibu ini lain. Dia menggendong anaknya dengan lembut enak. Kadang kepala anaknya dipegang untuk membetulkan posisinya, kadang menutup mata anak agar tidak terkena sinar matahari langsung, kadang mencoba mendekap erat anaknya sambil mencium ubun-ubunnya. Saya menduga, anak itu betul-betul adalah anaknya dan bukan "sewaan".

Sampailah dia di sebelah mobil saya dan mulai menggoyangkan tangan membunyikan "icik-icik" yang terbuat dari botol plastik diisi pasir. Teringat himbauan agar tidak memberikan uang pada anak jalanan, melainkan makanan, atau susu atau apa saja yang bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh anak jalanan, dan sekaligus dapat membantu agar anak tidak kekurangan gizi, maka kemudian saya mencari-cari apa yang dapat saya berikan. Akhirnya saya serahkan sebuah jeruk, bekal sarapan pagi.

Ibu itu mengucapkan terima kasih sambil menundukkan kepalanya. Dia cium-ciumkan jeruk itu ke hidung anaknya, lalu dia cium juga sendiri. Ibu itu segera menyelinap lenyap dan tidak melanjutkan meminta-minta ke mobil-mobil di belakang saya. Dugaan saya, dia segera akan mengupas jeruk itu untuk diberikan kepada anaknya. Nuansa kehidupan mengalir segar di pagi hari itu (tulisan lama sekitar tahun 2006).
***
Banyak dari kita mestinya tahu betapa menderitanya bila ban kendaraan yang kita tumpangi tiba-tiba kempis karena terkena paku, baik yang sengaja ditebar maupun yang tidak sengaja. Nah, suatu pagi ketika saya berjalan-jalan pagi di perumahan bersama isteri, saya melihat sebuah paku besar tergeletak di tengah jalan. Ingat pengalaman ban kempis tertusuk paku, segera saya ambil paku tersebut dan membuangnya di tempat yang aman. Nuansa kehidupan di pagi hari itu membantu saya tersenyum gembira.
***
Hidup bukanlah mengejar kematian. Hidup adalah mengejar kepantasan.

Wednesday 18 May 2011

Kerajaan Allah

Kata Kerajaan Allah banyak kita jumpai di dalam Alkitab. Salah satu Injil yang paling banyak menyebutkan kata itu adalah Injil Matius. Oleh karena itu, tulisan ini akan banyak mengutip atau menggunakan referensi Injil Matius. Kata Kerajaan Allah dalam bahasa Yunani disebut Basileia Tou Theou. Kata Basileia ini memiliki dua arti: kerajaan dan juga takhta. Kedua kata tersebut mencerminkan adanya suatu pemerintahan – pemerintahan Allah. Dengan demikian Basileia Tou Theou memiliki arti “Tuhan Allah duduk memerintah di atas takhta Kerajaan-Nya sebagai Raja.

Bila demikian arti kata Kerajaan Allah, lalu apa maknanya bagi kita semua? Salah satu makna yang muncul dalam Alkitab adalah seperti yang tertulis dalam Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Dua hal dapat kita pelajari dari kutipan tersebut. Pertama, bahwa Kerajaan Allah itu sendiri jauh melebihi segala hal dalam kehidupan ini, maka “carilah dahulu” dan tidak perlu mencari yang lain, sebab lainnya akan segera ditambahkan (baca: diberikan) ketika Kerajaan Allah sudah kita temukan. Kedua, berkenaan dengan “kebenaran” dari Kerajaan Allah itu. Kata kebenaran ini dalam bahasa aslinya adalah dikaiosune. Kata ini selain berarti kebenaran juga memiliki arti keadilan. Dengan demikian, kita dapat mengerti bahwa Kerajaan Allah itu selain benar juga adil. Maka Kerajaan Allah yang melebihi segala sesuatu dalam hidup kita itu merupakan pemerintahan yang dilandasi sepenuhnya oleh kebenaran yang adil dan keadilan yang benar . Betapa bedanya dengan pemerintahan manusia.

Selain kebenaran dan keadilan pemerintahan Allah yang sungguh berbeda dengan pemerintahan manusia, perbedaan lainnya adalah “cara” atau “bagaimana” Allah memerintah. Dalam doa yang diajarkan oleh Yesus kita mengenal kata-kata “Bapa kami yang di sorga…..datanglah kerajaan-Mu…” Dari penggalan kalimat bahkan dari keseluruhan ajaran Yesus, kita mengerti bahwa Allah yang memerintah itu adalah juga Bapa kita semua. Artinya Dia menjalankan pemerintahan-Nya selayaknya seorang Bapa. Luar biasa bukan? Ajaran ini adalah murni ajaran Yesus sendiri. Tidak ada orang lain atau nabi lain yang berani mengajarkan sedemikian. Dengan demikian kebenaran dan keadilan (dikaiosune) dalam kuasa Kerajaan Allah adalah kebenaran dan keadilan seorang Bapa .
Sejalan dengan perintah Yesus untuk “mencari Kerajaan Allah” berarti pemerintahan Allah itu harus hadir di tengah-tengah kita. Pemerintahan Allah bukan sesuatu yang mengawang di sana, tetapi sesuatu yang hadir di sini. Siapakah yang menghadirkan Kerajaan Allah di bumi ini? Kristus! Ya. Yesus Kristus adalah pusat Kerajaan Allah. Banyak pernyataan dalam injil yang mengatakan bahwa “Anak manusia” yang adalah Yesus sendiri akan datang sebagai Raja (Mat 16:28, Mat. 25:31 dan Injil yang lain yaitu Lukas 11:20 dengan penekanan pada Aku -Yesus). Jadi fokus keseluruhan kesaksian Perjanjian Baru adalah bahwa pribadi dan karya Yesus Kristus merupakan pengejawantahan Kerajaan Allah yang hadir dalam sejarah kehidupan manusia. Melalui Yesus Kristus, manusia dapat melihat dan mengenal BAPA dalam diri sang ANAK .

Sang Anak yang hadir di tengah-tengah kita tentu bukan sekadar menghadirkan pemerintahan Allah saja, tetapi memiliki sebuah misi. Misi ini adalah misi keselamatan seperti yang ditulis dalam Matius 1:20-21. Misi keselamatan ini tidak dapat dijalankan tanpa sebuah proses yang menyakitkan: kematian di atas kayu salib. Oleh karena itu, dapat dikatakan misi Kerajaan Allah adalah salib itu sendiri, atau dengan kata lain, hidup sampai dengan kematian-Nya, Yesus Kristus berkarya untuk menyelamatkan umat manusia.

Dari uraian di atas kita tahu bahwa Kerajaan Allah itu sudah ada di dalam dunia ini. Demikian pula ketika kita mengamati ucapan Yesus di Matius 4:17 “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” Kata sudah dekat ini dalam bahasa Yunani eggiken juga berarti sudah tiba. Ya. Kerajaan Allah nyata dalam hidup dan pelayanan Yesus Kristus. Oleh karena itu Yesus memanggil orang-orang untuk bertobat dan menyesuaikan diri pada situasi baru itu, yaitu untuk mengakui dan menerima Allah sebagai Raja atas kehidupan mereka/kita .

Namun demikian, ketika kita memanjatkan Doa Bapa Kami misalnya, salah satu ungkapannya adalah “…..datanglah Kerajaan-Mu….” Yang bisa diartikan bahwa Kerajaan Allah itu memang belum hadir. Bagaimana menjelaskan perbedaan keduanya? Keduanya benar. Jadi Kerajaan Allah itu telah didirikan dalam hidup dan pelayanan Yesus namun masih akan dipenuhi secara sempurna dalam kedatangan-Nya yang kedua .

Selayaknya sebuah pemerintahan tentu memiliki warga. Dari mana warga Kerajaan Allah itu? Kita ingat pada awal pelayanan Yesus, Dia memanggil para murid-Nya. Dalam injil Lukas malah dicatat bahwa Yesus memanggil lebih banyak murid lagi (Luk 10:1). Untuk apa? Untuk diutus oleh Yesus: mengabarkan Injil. Nah, para murid dan mereka yang menjadi percaya oleh karena pemberitaan Injil inilah warga Kerajaan Allah. Mereka adalah jemaat Allah. Maksud dari jemaat di sini adalah orang-orang yang telah dipanggil keluar oleh Allah dari dunia ini untuk membaharui dunia dalam iman kepada Yesus Kristus .

Selain warga, sebuah pemerintahan juga tentunya memiliki aturan-aturan dan hukum-hukum yang berlaku untuk dikerjakan oleh seluruh warganya. Kerajaan Allah juga memiliki hukum-hukum tersebut. Tentu hukum yang berasal dari Allah sendiri. Hukum tersebut mewujud dalam Hukum Taurat dan seluruh kitab para nabi. Namun, bukan hanya itu saja. Ketika Yesus mulai mengajar, Dia mulai mengenalkan hukum Allah yang baru. Hukum Allah yang baru itu dapat kita lihat dan pelajari dalam khotbah Yesus di bukit dalam Matius 5-7. Sebagai contoh bila hukum Taurat mengajarkan “Jangan berzinah”, maka Yesus mengajarkan “Tetapi Aku berkata kepadamu, setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Mat 5:27-28). Masih banyak lagi perintah-perintah baru dari Yesus yang bertujuan membuat kita sempurna di hadapan Allah. Begitu keras kedengaran perintah Yesus ini dan sepertinya sulit untuk dikerjakan. Namun, perlu kita ingat kembali bahwa pemerintahan Kerajaan Allah ini dikuasai oleh seorang Raja yang sekaligus berhati Bapa. Dia sendiri akan memampukan kita yang terpanggil untuk hidup sesuai dengan hukum-hukum-Nya asalkan kita hidup berpadanan dengan ajaran-Nya dan hidup dalam kasih kepada Allah dan sesama. Kasih yang AGAPE, tanpa pamrih, mengosongkan diri dan berani berkorban untuk kepentingan orang lain.

Demikianlah uraian singkat mengenai Kerajaan Allah. Sebagai kesimpulan akhir, kita dapat mengerti bahwa pemahaman akan Kerajaan Allah ini memiliki beberapa konsekuensi dalam kehidupan spiritual kita.

a) Hidup kita seluruhnya berada di bawah pemerintahan Allah yang adil dan benar.
b) Raja kehidupan kita bukan kuasa-kuasa dunia dan egoisme kita, tetapi Tuhan Allah. Karena itu kita terpanggil untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan Allah.
c) Relasi kita dengan Allah bukan relasi seorang Penguasa dengan para hamba-Nya (budak), tetapi relasi kita dengan seorang Bapa (ayah) yang rahmani. Karena itu kita datang menghampiri Dia tidak dengan perasaan takut, tetapi dengan perasaan hormat dan kasih.
d) Kita dapat menampakkan tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah yang penuh dengan syalom (damai sejahtera dan selamat), adil dan benar, bila kita merajakan Kristus. Sebab Yesus Kristus adalah pusat Kerajaan Allah. Tanpa Dia, kita tidak dapat mencapai kebenaran Kerajaan Allah.
e) Sebagaimana Yesus Kristus menghayati kehidupan-Nya sebagai kehidupan yang disalibkan, maka kita sebagai anak-anak-Nya memiliki panggilan yang sama. Kita terpanggil untuk menyangkal diri, memikul salib setiap hari dan mengikuti jejak dan langkah Kristus.
f) Dasar penghayatan iman kita bukan amal-ibadah dan prestasi rohani atau kesucian kita, tetapi peristiwa penebusan Yesus Kristus di atas kayu salib. Jadi peristiwa salib menjadi sumber kekuatan iman kita ketika kita secara manusiawi merasa lemah dan gagal.
g) Ini berarti iman kita didasarkan pada suatu realitas sejarah sebab Kerajaan Allah telah tiba di dalam Yesus Kristus. Oleh karena itu, iman kita harus merupakan pengharapan ke masa depan agar dalam pengharapan iman itu kita bersama-sama merealisasikan proses pemenuhan Kerajaan Allah, sehingga menjadi realitas sejarah “langit yang baru dan bumi yang baru.”
h) Tugas panggilan dan perjuangan ini bukan kepada individu-individu secara lepas, tetapi sebagai persekutuan jemaat, sebab melalui jemaat-jemaat Kristus, Allah menyatakan Kerajaan-Nya.


Sumber: Tuhan Ajarlah Aku, Y. Bambang Mulyono, BPMS GKI Jatim, 1993

Wednesday 11 May 2011

Pak Ujang

Pak Ujang (bukan nama sebenarnya) masih kelihatan gesit dan sigap walaupun usianya sudah beranjak kepala lima. Perkenalan kami dimulai ketika kami memerlukan air minum dalam kemasan galon. Sudah beberapa kali kami berganti toko untuk membeli air minum tersebut karena “service” yang kurang memuaskan.

Sebetulnya permintaan kami tidak aneh-aneh, minta galon yang bersih. Itu saja. Entah kenapa toko-toko lain merasa tidak mampu atau tidak mau memenuhi permintaan tersebut. Ketika kami mencoba membeli dari toko dimana pak Ujang bekerja – kami puas. Pak Ujang khususnya sangat mengerti kebutuhan kami, sehingga dia selalu memilihkan galon terbaik untuk kami. Bahkan lebih dari itu.

Suatu hari, ketika kami memerlukan air galon lagi, kami belum sempat menelpon ke toko pak Ujang. Kami hanya menaruh galon saja dekat pintu dapur yang menghadap ke luar. Beberapa waktu kemudian, ketika kami sedang bersih-bersih di dalam rumah, tiba-tiba terdengar suara mobil di luar. Ketika kami tengok dari jendela, tampak pak Ujang turun dari mobil. Kami pun segera keluar dan menyapa, “Siang pak. Kok berhenti di sini?” “Kan bapak mau beli air galon...” begitu jawab pak Ujang. “Bagaimana pak Ujang tahu kami mau beli air galon?” “Tuh, saya lihat galon dua buah ditaruh dekat pintu dapur.” Jawab pak Ujang lagi sambil tersenyum ceria. Selesai menyerahkan dua galon, pak Ujang tampak mencari-cari sesuatu di saku bajunya. Ah...ternyata mencari tisu pembersih. “Sebentar saya ambil tisu yang benar...” begitu katanya. “Tidak usah pak, yang itu juga tidak apa-apa..!” “Tidak bisa begitu pak. Kalau merek A, ya tisunya harus A..” begitu sahutnya sambil berlari ke arah mobilnya. Tisu yang benar akhirnya kami terima dengan baik.

Itulah beberapa kelebihan “service” pak Ujang sehingga kami betah membeli air galon darinya. Beberapa hari lalu, tiba-tiba pak Ujang datang lagi ke rumah kami. Terjadilah dialog singkat seperti ini.

“Pak, beli air galon?” pak Ujang tiba-tiba bertanya.
“Besok saja.” Saya menjawab singkat.
“Sekarang saja, pak.”
“Tidak cukup saya mengosongkan galon. Tanggung. Besok saja.” Demikian saya beralasan.
“Baiklah kalau begitu.” Kata pak Ujang mengalah.

Ternyata besok harinya pak Ujang tidak datang. Kami tunggu sehari lagi, tidak datang juga. Ketika kami menelpon ke toko tempat dia bekerja, kami mendapat informasi bahwa pak Ujang telah keluar dan tidak bekerja disitu lagi. Hari ketika pak Ujang tiba-tiba datang ke rumah adalah hari penjualan terakhir. Menyesal kami tidak membeli air galon pada waktu itu, karena menurut yang empunya toko seluruh penjualan hari itu menjadi uang pesangon bagi pak Ujang.

Sunday 8 May 2011

Keputusan

Malam hari sebelum tidur tiba-tiba hape saya berbunyi. Seseorang mengirim SMS mengabarkan bahwa di sebuah GKI akan diadakan doa bersama dengan nyanyian Taize. Saya langsung mencatat hari dan jamnya. Beberapa hari kemudian, ternyata dalam Warta Jemaat juga muncul berita yang sama. Doa bersama dengan nyanyian Taize, akan tetapi lokasi bertambah satu buah yang sudah saya kenal. Sebuah SD Katolik di daerah Pasar Baru. Lokasi inilah yang akhirnya menjadi pilihan saya.

Acara dimulai dengan berkumpul di sebuah aula. Tikar-tikar sudah digelar. Bagi yang tidak biasa duduk bersila, dapat menempati tempat duduk berupa bangku panjang di pinggiran aula tersebut. Seorang aktivis mengajak kami bernyanyi tanpa iringan musik. Sesudah beberapa lagu, tampil seorang bruder dari Taize Prancis. Dia membagikan kisah perjalanannya ke beberapa negara, dan kemudian mengajak kami membagi diri dalam beberapa kelompok. Kelompok Kegembiraan, kelompok Belaskasihan, dan kelompok Pengampunan. Saya menggabungkan diri dalam kelompok Pengampunan. Sesuai dengan nama kelompok, kami diminta untuk melakukan sharing. Tentu sharing dalam kelompok saya adalah berkenaan dengan pengampunan. Ada dua sharing yang hendak saya bagikan disini.

Kesaksian-1
Seorang ibu menceritakan pengalamannya. Katakanlah ibu Aping namanya. Ketika dia mengandung anaknya yang ke tiga, kondisi keluarganya sedang dilanda kekacauan. Hubungan dengan suami tidak harmonis, ditambah lagi kondisi ekonomi yang merosot drastis. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. Karena ibu Aping seorang yang cukup terpelajar, dia tidak mau sembarangan menggugurkan kandungan. Harus seorang dokter! Begitu pikirnya. Maka dicarilah kesana-kemari dokter yang mau menggugurkan kandungan. Sudah cukup lama mencari tidak seorang dokter pun yang bersedia. Teman-temannya ada yang mengusulkan untuk menggugurkan di bidan atau dukun. Tapi dia menolak. Akhirnya kandungan itu pun semakin besar, dan dibiarkannya lahir dengan normal.

Masalah tidak berhenti disitu. Ibu Aping mengalamai “luka batin” yang mendalam. Dia selalu dihantui oleh rasa bersalah yang luar biasa. Mimpi buruk pun tidak pernah hilang dari tidurnya. Walaupun dia sudah mengaku salah, mengaku dosa dengan seorang romo, tetap hatinya tidak bisa lepas dari rasa bersalah. Di lain pihak, anak ke-3 yang dilahirkan juga mengalami “luka batin” yang sama. Anak ini selalu saja sakit-sakitan. Walaupun ketika dibawa ke dokter, tidak pernah ditemukan ada penyakit dalam tubuhnya. Akhirnya seorang romo memberikan satu nasehat yang sulit. Ibu Aping harus bicara dengan jujur kepada anak ke-3 itu tentang pergumulannya sewaktu mengandung dirinya. Bertahun-tahun ibu Aping menyiapkan mentalnya untuk bicara, sambil menunggu juga kesiapan anaknya. Waktu itu tiba. Dengan dukungan doa dari romo dan teman-temannya, ketika anak itu mulai masuk kelas 1 SMP, berceritalah dia kepada anaknya. Terkejut campur senang, ternyata anak itu dapat menerima segala sesuatu yang diceritakan. “Tidak apa, ma. Segalanya sudah terjadi. Saya sudah dilahirkan. Saya tetap akan menjadi anak yang baik bagi mama dan keluarga.” Meledaklah ibu Aping dengan tangisan bahagia. Dipeluknyalah anak itu. Sejak saat itu, lepaslah segala ikatan rasa bersalah dalam hati ibu Aping. Dan, anak itupun terbebas dari sakit penyakit yang selama ini menggerogoti tubuhnya. Sekarang anak itu telah tumbuh dewasa, sudah bekerja dengan tubuh jiwa yang sehat – dan benar-benar menjadi tumpuan kebahagiaan keluarga tersebut.

Kesaksian-2
Ibu ini tampak sederhana. Wajahnya yang sudah mulai renta menunjukkan guratan duka, namun dibalik itu semua, kelihatan juga cahaya sukacita. Katakanlah dia bernama ibu Debora. Ibu Debora ini juga mengalami konflik dengan ibunya dari sejak kecil. Dia sebagai anak perempuan satu-satunya di tengah tiga anak laki-laki. Konflik yang terjadi antara ibu Debora dan ibunya tidak jelas asal dan awalnya. Hampir semua yang dikerjakan oleh ibu Debora salah di mata ibunya. Maka selalu ada bentakan, koreksi, pengusiran dari rumah, bahkan dibiarkan kelaparan.

Ibu Debora menjalani kehidupannya dari hari ke hari tanpa sukacita ketika berada di dalam rumah. Ketika dia beranjak dewasa dan mulai mengerti apa yang baik dan harus dilakukan, dia pun mencoba melakukannya di rumah. Dari mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sampai menyapa dan bicara dengan ibunya. Terkadang suasana tampak baik dan indah, namun tidak berlangsung lama kembali lagi ke dalam suasana keruh. Akhirnya ibu Debora mengerti bahwa kejadian masa lampau yang tidak dia mengerti sangat mempengaruhi suasana hati ibunya. Mungkin ada “luka batin” yang belum tersembuhkan hingga saat ini. Ibunya telah berumur 80 tahun.

Keinginan kuat melakukan perubahan membuat ibu Debora mengambil kesempatan hari Kamis Putih dimana biasa diadakan upacara pembasuhan kaki. Pagi hari, dia bangun, menyiapkan air hangat, mengajak ibunya mandi dan kemudian mendudukkannya di sofa di ruang keluarga. Dengan hati-hati, ditaruhnya baskom dekat kaki ibunya. Perlahan namun mantap dibasuhnyalah kaki ibunya. Ternyata ibunya tidak bersedia. Ia meronta, berteriak, menjambak…..Ibu Debora tidak berhenti melakukan pembasuhan. Setelah selesai, dikeringkannya kaki ibunya dengan handuk, lalu diciumnya kedua kaki ibunya. Dari sudut mata, kelihatan titik bening di pelupuk mata ibunya. Di peluknya ibunya, terasa tangan ibunya membelai rambutnya dan menepuk-nepuk punggungnya. Sentuhan kasih yang hampir tidak pernah ibu Debora rasakan selama 50 tahun! “Sudah ….sudah …” ibu tua itu berkata lirih.

Selesai sharing dengan tenang kami menuju kapel untuk berdoa bersama sambil menyanyikan lagu-lagu Taize. Langkah perlahan kami disambut dengan alunan lagu Laudate Dominum. Ya. Sing and praise the Lord. Kasih-Nya tak berkesudahan bagi mereka yang menaruh harapannya kepada Tuhan. (JDJ)

Friday 6 May 2011

Sepatu

Saya orang yang paling suka pakai sepatu. Ketika orang lain menganggap cukup pakai sandal saja, saya ingin pakai sepatu. Merasa lebih aman, nyaman dan memompa percaya diri. Pagi hari itu, lama saya mengamati sepatu saya. Alasnya sudah mulai rata. Garis-garis yang menunjukkan ketebalan alas sepatu sudah mulai memudar, menyatu dengan bagian lainnya. Bagian belakang di atas tumit warna hitamnya sudah menjadi keputih-putihan. Meski berkali-kali terkena semir, tanda-tanda ketuaan itu tidak dapat disembunyikan lagi. Bagian paling parah adalah pada ujungnya. Sebagian kulitnya sudah mengelupas. Bentuknya yang dulu indah dan mulus sekarang kasar dan kuyu.

Segera saya angkat sepatu tua itu dan menaruhnya di bak sampah depan rumah. Ada yang mengambilnya sedikit siang nanti. Saya buka lemari kecil dekat dapur, saya ambil satu kardus warna putih. Sepatu baru! Memang sudah jadi kebiasaan untuk selalu menyiapkan satu cadangan baru. Saya pakai dengan sigap dan berangkat kerja.

***

Lama saya pandangi perempuan muda itu bersama anaknya melalui jendela mobil. Anaknya cukup lincah berjalan kian kemari meminta perhatian para pengguna jalan untuk sekedar berbagi rezeki. Sementara ibunya asyik memakan nasi bungkus, entah beli sendiri dari hasil meminta-minta atau atas pemberian orang lain.

Ibunya lusuh dengan rambut sebahu yang menggumpal di bagian belakang. Pasti sudah lama sekali tidak keramas. Terkadang dia mendongak dan terlihat bekas-bekas parut di wajahnya. Kecelakaan? Saya tidak tahu. Mungkin juga bekas dianiaya oleh orang. Bajunya yang robek di beberapa bagian coba ditambal sekenanya.

***

Lama saya amati laki-laki itu. Matanya hampir selalu berair karena tangis yang tak kunjung reda. Wajahnya kelihatan lelah dengan gurat-gurat di dahi dan pipinya. Kulitnya memerah. Pakaiannya sebetulnya cukup bersih dan rapi. Tetapi kondisinya amat tidak nyaman untuk dilihat. Ia ada di balik jeruji besi. Kenapakah? Tidak jelas. Saya yang memandangi sedari tadi tidak berani bertanya. Bapak itu masih terus menangis. Tampak begitu sedih. Penyesalan yang sangat dalam ada dalam hatinya.

***

Manusia tidak segampang sepatu untuk diganti. Jelek ganti. Tua ganti. Manusia yang rusak perlu proses berubah. Kadang susah dan menyakitkan. Manusia yang terlanjur terpuruk sering susah untuk bangkit. Manusia perlu kekuatan bukan dari diri sendiri saja. Juga dari Sang Lain. Saya menghela nafas dalam-dalam. Tuhan, ampunilah kami-dan beri kekuatan untuk berubah menjadi lebih baik. Sepatu: diganti; manusia:diperbarui.

Wednesday 27 April 2011

Memikul Salib

Sesudah menghardik Petrus Yesus berkata kepada murid-murid-Nya “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Sebuah ucapan yang sekali lagi lugas dan terus terang. Ini adalah salah satu ciri seorang pemimpin yang besar. Yesus tidak menjanjikan sukacita, kegembiraan, ataupun kemewahan tetapi salib. Salib berarti penderitaan, aniaya, dan kematian. Jujur? Iya. Namun mengerikan. Konon ketika Winston Churchil memerintah, yang dijanjikan olehnya bukanlah ketenaran dan kedamaian, tetapi “darah, kerja keras, air mata dan keringat.” Yesus yang sama juga berkata kepada kita semua. Mau mengikut Dia? Pikul salib itu. Pikul jalan penderitaan itu. Dan siaplah untuk menghadapi kematian.

Selain kejujuran dan kelugasan perkataan Yesus di atas, Yesus juga mengingatkan bahwa kita mesti menyangkal diri. Apa maksudnya? Artinya kita harus berkata “tidak” untuk segala hal yang berhubungan dengan diri sendiri. Berkata tidak untuk kesenangan dan kepentingan diri. Sebaliknya berkata “ya” untuk Kristus. Meninggalkan apa yang menjadi idaman sendiri, dan berpaling kepada Kristus. Yesus mengajarkan hal yang paling sulit yang harus dilalui bila ingin dengan benar dan setia mengikut Dia. Pertama bersedia hidup menderita demi Kristus, dan kedua meninggalkan kesenangan pribadi juga untuk Kristus. Persis seperti apa yang diungkapkan oleh rasul Paulus. Hidupku bukan lagi aku, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku. Lugas. Ia memanggil kita bukan untuk membuat kehidupan menjadi serba indah dan ceria. Ia memanggil kita agar kita menjadi mulia – dihadapan manusia dan Allah sendiri.

Apakah berhenti sampai disini? Tentu tidak. Karena keselamatan yang dijanjikan tetap dihadirkan asal kita tetap setia dalam menjalani berbagai penderitaan. Istilah Pdt. Eka Darmaputera “salib selalu mendahului mahkota.” Mahkota itu sudah dapat kita rasakan sekarang dan memuncak di dalam perjumpaan yang sempurna nanti di sorga. Bagaimana bentuk mahkota itu? Tentu sifatnya bukan material. Dia adalah syalom, damai sejahtera yang Allah limpahkan kepada kita yang percaya.

*****

Sebelum perang Vietnam pecah, ada seorang penerjemah bahasa Vietnam yang mengikuti perjalanan seorang misionaris. Dari waktu ke waktu dia selalu menerjemahkan apa yang diucapkan oleh misionaris tersebut ke dalam bahasa Vietnam. Maka perlahan-lahan dia mulai mencintai ajaran Kristus dan akhirnya menerima Dia sebagai Juru Selamat pribadinya. Kemudian perang berkecamuk. Dia ditangkap oleh pemimpin komunis. Disiksa dengan sangat sadis. Masih mencoba bertahan dan tidak mau menyangkali imannya. Namun, karena begitu berat penderitaan yang harus ditanggung siang dan malam, akhirnya dia menyerah. Otaknya sudah seperti dicuci. Semua pengajaran yang pernah diterima lenyap. Dan dia pun kemudian dijebloskan ke dalam penjara.

Beberapa waktu kemudian, dia dipanggil oleh jendral kepala pasukan komunis. Dia mendapat tugas untuk membersihkan WC yang bekas dipakai oleh jendral tersebut. Ketika dia membersihkan WC tersebut, dia melihat sobekan kertas – yang rupanya dipakai oleh sang jendral sebagai “toilet tissue.” Bekas kotoran manusia menempel disitu. Namun ada dorongan kuat agar dia mengambil dan membersihkannya. Ternyata sobekan itu adalah sobekan kertas Alkitab! Jendral menggunakan Alkitab sebagai pembersih setelah buang air besar. Dengan hati-hati pemuda ini membersihkan dan membaca isinya. Potongan injil Yohanes. Hatinya tersentuh. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. “Tuhaaann...aku telah berdosa.” Demikian dia meratap. Keesokan harinya dia memberanikan diri meminta agar diijinkan terus membersihkan WC sang jendral. Hari demi hari dia kumpulkan sobekan kertas dan dengan rajin dia baca tiap malam di dalam selnya. Kedamaian kembali hinggap di dalam hatinya. Seperti bangkit dari kubur, dia sekarang mampu menjalani kehidupannya di penjara dengan penuh sukacita.

Pencobaan yang Sulit

Setelah sekian lama mengajar, akhirnya Yesus dengan terus terang berkata kepada murid-muridnya bahwa Ia harus melalui berbagai macam penderitaan, ditolak, dianiaya dan akhirnya dibunuh. Ucapan Yesus yang sangat lugas dan terus terang ini tentu saja mengejutkan para murid. Mereka, dan umumnya umat Yahudi percaya bahwa Mesias yang datang adalah Mesias yang akan membawa keselamatan umat Yahudi dari penjajahan. Dengan demikian tentu memiliki kuasa, kekuatan, massa dan berbagai atribut lain selayaknya pahlawan perang. Bukan yang menderita dan dibunuh! Oleh karena itulah kemudian Petrus menarik Yesus kesamping. Dikatakan bahwa Petrus menegor Yesus karena ucapannya itu. Apa yang dilakukan Yesus kemudian? Yesus marah. Ya. Sangat marah. Dia bahkan mengatakan kepada Petrus “Enyahlah iblis!” Bukan main. Petrus dianggap sebagai iblis. Kenapa Yesus begitu marah?

Sebelum Yesus memulai pelayanan-Nya, Dia sempat berpuasa selama empat puluh hari. Pada waktu itulah iblis mencobai Yesus dengan berbagai cara. Gagal! Nah, sekarang ada kesempatan lagi. Lebih berat pencobaan kali ini karena keluar dari mulut seorang murid. Murid yang sangat dipercaya. Betapa seringnya pencobaan seperti ini mampu menjatuhkan mereka yang lengah. Lihat saja kisah Samson. Orang yang begitu kuat secara fisik, akhirnya juga luluh dan jatuh di tangan perempuan yang lemah gemulai. Iblis memang pandai. Ketika dia gagal mencobai secara langsung, dia kemudian menggunakan orang-orang terdekat untuk mencobai kita dan berusaha membuat kita melenceng dari jalan Tuhan, jalan kebenaran.

Pencobaan seperti diuraikan di atas adalah pencobaan yang sulit. Sulit untuk diketahui, dan sulit untuk dilawan. Kadang dibungkus dengan maksud yang memang baik dan penuh kasih. Bayangkan seorang anak yang mulai sedikit demam karena flu, ingin pergi ke gereja untuk beribadah atau bermain musik. Orang tuanya tentu saja berusaha melarang karena kasihnya kepada anak itu. “Istirahat saja di rumah. Kamu kan sedang tidak enak badan. Telpon, kasih tahu temanmu kamu tidak dapat datang.” Betapa sering kita mengalami hal itu? Atau seorang suami yang sesudah seharian bekerja kemudian diminta datang ke gereja untuk rapat malam-malam. Isterinya mencegah. “Badanmu masih capai. Tidak usahlah datang. Minta saja hasil rapatnya esok hari.” Bagaimana? Apakah itu suara kasih atau merupakan pencobaan seperti yang dialami Yesus? Sulit. Sulit ditentukan. Semuanya perlu kepekaan dan tidak dapat digeneralisasikan. Semuanya perlu pergumulan bersama. Kadang diperlukan juga kompromi atau kesepakatan. Anak boleh pergi tapi segera pulang misalnya. Atau pergi sambil ditunggu. Dan banyak hal lain. Tidak mungkin kasus seperti ini kemudian dianggap semuanya adalah suara “iblis” yang mengganggu jalan Tuhan.

Cuplikan kisah pendek ini boleh mengingatkan dan mengajar kita bahwa terkadang ucapan yang penuh kasih dan perhatian adalah upaya mengganggu jalan Tuhan. Ucapan Petrus berusaha menyelewengkan jalan salib yang memang harus dilalui oleh Yesus. Karena Yesus adalah Tuhan, maka Dia berkuasa dan boleh berkata “enyahlah iblis” kepada Petrus. Tentu tidak demikian dengan kita. Memang iman kita akan diuji disini, namun kepekaan akan suara Tuhan untuk menghadirkan syalom dalam kehidupan bersama juga diperlukan.

Sulit bukan? Memang. Namun ada yang lebih sulit lagi.

Monday 25 April 2011

Masih Adakah Rasa Malu Itu?

Perayaan Paskah anak telah usai.
Seorang anak kecil belum lengkap tiga tahun umurnya,
melempar kemasan air minum ke rerumputan.
Saya menoleh.
Dia menoleh memandangku.
Saya menggeleng kepala.
Dia tersenyum kecil, dipungutnya kemasan minuman itu.
Berlari kecil dia menuju tempat sampah,
ada rasa malu dalam hatinya.
Hmmm...masih adakah rasa itu dalam hati kita?