Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Thursday 9 December 2010

15. Lonceng

Lonceng memiliki arti yang cukup dalam bagi diri saya pribadi. Dulu sewaktu masih kecil, di dekat rumah saya di Semarang ada sebuah gereja dengan menara yang sangat tinggi. Di ujung menara itu ada sebuah lonceng gereja. Lonceng itu akan berbunyi sebagai penunjuk waktu. Pagi hari jam enam, kemudian siang hari jam dua belas, dan petang hari jam enam. Saat itu, di rumah kami tidak ada jam dinding yang dapat berbunyi ketika menunjukkan waktu tertentu. Jam tangan juga masih sangat mahal. Satu-satunya jam tangan adalah kepunyaan papi yang harus diputar supaya jarum tetap berjalan normal. Di tengah ke langkaan penunjuk waktu itu, maka suara lonceng gereja itu benar-benar penting. Dan sadar atau tidak sadar, memang suara itu dinanti-nantikan…dirindukan.

Nama kecil saya “Ling” berarti lonceng. Banyak teman saya ketika mengetahui arti nama ini sempat protes. Kenapa? Karena mereka berharap saya cukup “rame” bak sebuah lonceng yang gemerincing. Kenyataannya, saya termasuk orang yang pendiam, bicara secukupnya saja. Walau “cukup” sendiri bukan berarti sedikit. Tetapi ya..cukup. Bisa banyak bisa sedikit. Saya sendiri tidak memaknai nama saya sebagai lonceng yang gemerincing. Saya memaknai nama saya sebagai lonceng yang “mengingatkan”. Seperti lonceng gereja di dekat rumah saya yang mengingatkan akan waktu, saya sendiri ingin setiap kali “berbunyi” ada makna mengingatkan untuk selalu menjadi yang lebih baik.

Konon, dahulu kala ada sebuah gereja juga dengan menara yang tinggi. Di puncak menara juga ada sebuah lonceng. Di malam Natal, ketika anak manusia memberikan persembahan, kadang lonceng gereja itu berbunyi sendiri. Kenapa? Karena pada saat itu ada persembahan yang sangat istimewa. Namun, sudah sangat lama, lonceng gereja itu tidak pernah berbunyi lagi. Orang sudah mulai melupakan cerita itu. Banyak Natal sudah dilalui tanpa lonceng itu.

Suatu hari, seorang anak bernama Pedro berjalan kaki di malam Natal yang dingin bersama dengan adiknya menuju gereja bermenara tinggi dan berlonceng. Mereka dua pemuda miskin yang ingin menghadiri kebaktian malam Natal. Namun di tengah jalan, mereka berjumpa dengan seorang nenek yang kedinginan. Hati mereka bergejolak. Bila mereka menolong nenek itu, maka mereka akan terlambat sampai di gereja itu. Bila mereka melewati saja nenek untuk mengejar waktu, hati mereka tidak tega. Akhirnya Pedro memutuskan untuk menolong nenek itu, menyerahkan persembahan kepada adiknya dan meminta adiknya untuk berlari ke gereja agar tidak ketinggalan. Pedro memeluk nenek itu, memberikan jaketnya untuk dipakai si nenek sambil menunggu adiknya kembali.

Di dalam gereja perayaan dan ibadah malam Natal sudah hampir selesai. Tiba saatnya persembahan diberikan. Ada banyak persembahan yang indah-indah dan mahal. Beberapa orang masih mengharapkan agar lonceng gereja berbunyi. Namun sampai antrian terakhir persembahan berupa emas yang luar biasa indah cemerlang pun lonceng tidak berbunyi. Ketika orang-orang sudah mulai kembali ke tempat duduknya masing-masing, tiba-tiba terdengar suara lonceng gereja berbunyi. Sayup-sayup, makin lama makin jelas dan kencang. Jemaat segera menoleh ke tempat persembahan. Disitu ada seorang anak kecil lusuh sedang memberikan persembahannya. Dialah adik Pedro.

Lonceng adalah tanda. Selain penunjuk waktu di masa kecil saya, ia adalah sebuah tanda abadi, sebuah langkah indah untuk kemuliaan Dia yang dilahirkan pada hari Natal. Akankah lonceng dalam batin kita berdentang ketika kita memberikan persembahan untuk-Nya?

No comments:

Post a Comment