Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Thursday 24 June 2010

Ayo Latihan Menulis

Ayo Latihan Menulis
(Cara Paling Sederhana)

Sudah sangat sering saya mendengar keluhan dari redaksi buletin gereja bahwa sangat sulit mendapatkan seorang penulis untuk mengisi buletin tersebut. Banyak orang kalau ditanya kemudian menjawab: “Saya tidak bisa menulis.” Benarkah tidak bisa menulis? Saya rasa tidak. Belum pernah berlatih, dan belum pernah mencoba. Itu tepatnya. Akan tetapi mind set sudah terlanjur menghakimi bahwa memang saya tidak bisa menulis. Sebetulnya, setiap orang yang bisa membaca, bisa ngobrol dan bercerita, tentu bisa menulis. Yuk kita coba latihan.

Nah, pertama-tama yang harus anda lakukan adalah meyakinkan diri bahwa anda memang bisa menulis. Jangan ragu-ragu. OK? Bagus! Sekarang cobalah mulai menulis. Anda harus mempraktekkan bagaimana menulis. Tanpa praktek memang tulisan tidak akan jadi, dan matang siap disantap oleh pembaca. Tapi menulis apa? Apa saja yang ada di pikiranmu. Tuliskan saja semuanya. Lakukan itu selama kira-kira 10-15 menit. Ini contohnya.

“Orang gila itu nampak lusuh sekali ya. Lihat rambutnya yang kusut. Bukan Cuma kusut tetapi gembel kata orang. Lengket di beberapa bagian dan pasti ga pernah lagi disisir. Entah sudah berapa tahun rambut itu tidak dipotong, dikeramasi dan disisir. Lihat kakinya yang telanjang. Tanpa sandal tanpa sepatu. Tadi pagi saya ketemu dan ga sengaja melihat dia. Orang gila itu tidak memakai baju sama sekali. Celana juga sudah sangat lusuh. Warnanya kehitaman disana-sini seperti bekas buat mengelap angus atau kena oli mesin kendaraan bermotor. Badannya yang tanpa baju juga kelihatan hitam dimana-mana. Daki itu. Bekas-bekas keringat bercampur debu yang tidak pernah dibersihkan. Mandi ga pernah. Paling kalau hujan mungkin dia hujan-hujannya sekedar menyegarkan badan dan membersihkan tubuhnya yang ihhhh….bener-bener kotor dech. Tapi kok sehat aja yach? Heran juga saya. Eh…dia menoleh dan memandang kepadaku. Cilaka! Sepertinya dia sadar sedang diperhatikan. Langkahku berhenti. Aku ragu mau melanjutkan kemana. Aku belok sedikit ke kiri. Orang gila mengikuti? Aduh…bagaimana ini?”

Nah, itu adalah contoh tulisan yang meluncur begitu saja dari otak. Dari pengalaman saya sendiri tadi pagi melihat gelandangan yang nampaknya kurang waras. Gampang kan? Itu sudah jadi bahan utama dan dapat menjadi sebuah tulisan singkat yang menarik. Siapa bilang orang tidak bisa menulis? Nah, sesudah langkah pertama tadi, sekarang masuk ke langkah ke dua. Sama gampangnya dengan langkah pertama tadi, coba anda baca tulisan tumpahan apa yang ada di otak tadi. Resapi pelan-pelan, gali dan temukan sebuah tema atau pesan utama dalam cerita yang tadi ditulis. Sudah ketemu? Bagus!

Misalnya dalam tulisan contoh di atas pesan utama adalah perasaan penulisnya melihat seorang gelandangan yang kurang waras, dan refleksinya atas kejadian itu.

Nah, setelah pesan utama kepada pembaca ditemukan, sekarang mulai proses editing. Coba baca ulang lagi tulisan itu. Buang kata-kata atau kalimat yang tidak produktif. Maksudnya tidak produktif adalah, kata atau kalimat itu kalau dibuang tidak mengurangi maksud, kalau ada disitu juga tidak menambahkan maksud apa-apa. Just there! Nah, yang seperti itu buang saja. Tetapi bilamana perlu tambahkan kata-kata baru atau kalimat-kalimat baru agar tulisan menjadi smooth, dan halus sehingga enak dibaca, mampu menajamkan tema yang dikemukakan. Jadi dah satu tulisan. Gampangkan? Sekarang tulisan contoh itu sesudah dibaca ulang dan diedit misalnya akan menjadi seperti ini.

“Tadi pagi ketika saya berjalan menuju tempat kerja, mata saya tiba-tiba tertumbuk pada sosok gelandangan yang mirip seperti orang yang kurang waras. Orang itu tampak lusuh sekali ya. Lihat rambutnya yang kusut. Bukan cuma kusut tetapi gimbal kata orang. Lengket di beberapa bagian dan pasti tidak pernah lagi disisir. Entah sudah berapa tahun rambut itu tidak dipotong, dikeramasi dan disisir. Orang itu tidak memakai baju sama sekali. Badannya yang tanpa baju juga kelihatan hitam dimana-mana. Daki itu. Bekas-bekas keringat bercampur debu yang tidak pernah dibersihkan. Mandi tidak pernah. Paling kalau hujan mungkin dia hujan-hujanan sekedar menyegarkan badan dan membersihkan tubuhnya yang ihhhh….bener-bener kotor deh. Celananya juga sudah sangat lusuh. Warnanya kehitaman disana-sini seperti bekas dipakai mengelap angus atau kena oli mesin kendaraan bermotor. Lihat kakinya yang telanjang. Tanpa sandal tanpa sepatu. Tapi kok tetap sehat yah? Heran juga saya. Eh…dia menoleh dan memandang kepadaku. Cilaka! Sepertinya dia sadar sedang diperhatikan. Langkahku terhenti. Saya ragu mau melanjutkan kemana. Saya belok sedikit ke kiri. Orang itu mengikuti? Aduh…bagaimana ini? Saya coba mempercepat langkah agar jarak makin menjauh darinya. Berhasil! Dia berhenti. Eh..dia berjongkok dan seperti melamun. Kepalanya perlahan tertunduk. Menangiskah dia? Saya tidak tahu. Perlahan-lahan dia merendahkan badannya. Sekarang dia tengkurap di atas tanah basah seperti orang hendak tidur. Kedua kakinya terangkat sementara kepalanya dia letakkan di atas lengan kanannya.

Tiba-tiba ingatanku berkelebat sampai pada orang gila di Geraza. Dia bertemu Yesus dan akhirnya menjadi sembuh. Waras. Berpakaian rapi. Saya memang bukan Yesus yang mampu melakukan keajaiban. Tidak. Namun hatiku juga tidak beku melihat sosok kotor gelandangan yang mungkin waras, mungkin juga tidak. Sepenggal doa terucap dari mulutku: ya Tuhan, dia juga sesama ciptaan-Mu. Kasihanilah dia…..”

Nah, ternyata tidak sulit bukan membuat tulisan? Selamat mencoba dan jangan lupa kirimkan hasil tulisamu ke redaksi buletin gerejamu ya….

Thursday 3 June 2010

Siapakah Sesamaku?

Kemarin di milis GKI yang saya ikuti ada diskusi menarik tentang siapakah
sesamaku manusia.
Bermula dari poster foto di harian Kompas tentang HUMANITY, lalu
bergulir ke urusan siapakah sesamaku dengan menyimak ilustrasi Tuhan
Yesus tentang orang Samaria yang baik hati.

Sayapun kemudian bertanya dalam hati: apakah ilustrasi Yesus tersebut
ingin menjawab pertanyaan orang Farisi tentang siapa sesamanya
manusia?
Saya coba telisik dan telusuri kembali kisah tersebut dalam Lukas 10.
Dari mulai awal cerita hingga akhir cerita. Apa yang Yesus katakan di
akhir perikop adalah "pergilah dan perbuatlah demikian juga." Jadi
kesimpulan saya Yesus tidak ingin menjawab dengan tegas mengenai siapa
sesama manusia. Lalu dari mana muncul kesan bahwa sesama manusia
adalah mereka yang mau berkorban dan membantu orang lain yang
kesusahan? Itu adalah kesimpulan dari orang Farisi itu sendiri, ketika
menjawab pertanyaan Yesus: "Menurutmu, diantara ketiganya siapakah
sesama manusia bagi orang yang kemalangan tersebut?"

Lalu apa yang dapat dipelajari dari kisah ini sebetulnya? Ada banyak
hal. Misalnya: kasih itu bergerak (do something) dan bukan hanya
bersimpati atas kemalangan orang lain. Kasih itu mau berkorban,
walaupun tahu ada bahaya. Kasih itu menempatkan orang yang malang
sebagai subyek dan bukan obyek. Kasih mendahulukan kepentingan orang
yang malang. Dan banyak lagi. Kasih mengatasi kotak-kotak agama, suku,
ras dan golongan.

Ketika kasih Allah meluap di dalam hati kita, maka kemudian kita
dimampukan untuk berbuat sesuatu sebagai wujud kasih tersebut.
Jadi, siapakah sesamaku manusia? Jawabannya ada di balik tindakan
kasih kita sebagai wujud keimanan atas pemeliharaan dan damai
sejahtera Allah yang melingkupi seluruh umat manusia. Bagaimanapun
pada akhirnya kita akan dihakimi bukan berdasarkan iman yang kita
ikrarkan setiap kali, tetapi dari tindakan iman berdasarkan kasih
Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus sendiri.

Dalam terang pengertian seperti itu masih perlukah kita bertanya:
Siapakah sesamaku manusia?