Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Friday 3 December 2010

9. Green Christmas

Buletin Mercusuar edisi 7, Desember 2007 mengusung tema I am dreaming of a green christmas. Ya. Memang ini pelesetan dari lagu Natal terkenal I am dreaming of a white christmas. Namun kerinduan itu memang ada. Natal yang hijau. Dalam buletin tersebut, dikatakan bahwa Natal banyak menghasilkan sampah. Lalu kemana sampah itu? Puluhan bahkan ratusan truk sampah setiap hari memadati jalanan ke TPA Bantar Gebang, Bekasi. Seberapa kontribusi kita? Dan sesudah perayaan atau “pesta” Natal kita, apa saja yang kita buang? Mencemarikah? Apakah itu semua terpikirkan oleh kita yang merayakan datangnya sang Bayi Kudus? Natal selalu dominan dengan warna hijau dan merah. Ya. Itulah memang warna Natal. Merah adalah lambang darah Yesus yang tercurah demi keselamatan manusia, sementara hijau adalah lambang kesuburan dan pengharapan bagi dunia.

Natal yang hijau. Mungkinkah? Mungkin saja bila kita mau peduli. Coba perhatikan apa yang kita beli untuk merayakan Natal. Berapa banyak kantung plastik yang ada. Kita dapat berbelanja dengan membawa tas sendiri sehingga tidak menambah konsumsi plastik. Bagaimana dengan Kartu Natal? Di seluruh dunia jumlah kartu Natal luar biasa banyak. Ribuan pohon ditebang untuk membuat kartu Natal. Untung sekarang teknologi membantu mengurangi pemakaian kartu untuk sekadar mengucapkan “Selamat Natal.”

Di saat tulisan ini dibuat, di Jakarta sedang ramai didengungkan adanya Green Festival. Sebuah perhelatan nasional dalam rangka pendidikan lingkungan. Tema kali ini adalah Solusi untuk Bumi. Ya. Udara yang makin memanas ini perlu dicegah atau diperlambat untuk menjadi cepat panas. Banyak hal buruk akan terjadi bila bumi terus memanas. Maka Natal yang hijau haruslah menjadi impian dan tujuan semua orang yang merayakan.

Tiga tahun sesudah tema Green Christmas, buletin yang sama mengangkat tema untuk edisi 19, Desember 2010 “Padang Rumput, Riwayatmu Dulu..” Ini juga pelesetan sebuah lagu “Bengawan Solo.” Tema lingkungan masih marak. Sebab bumi memang masih harus kita tinggali, dan tinggalkan untuk anak cucu kita semua. Bila kita lengah, jangan-jangan cucu kita akan bertanya kelak, padang rumput itu apa sich opa? Akan menangiskah kita mendengar pertanyaan itu? Atau malah tertawa geli?

Natal yang hijau, padang rumput yang hijau tetap menjadi kerinduan. Seperti para gembala yang mendengar kabar kelahiran sang Putera Kudus. Mereka sedang beristirahat di hamparan padang rumput, sehabis memberi makan domba-domba mereka. Padang rumput hijau itu harus masih ada sampai nanti. Padang rumput hijau itu harus masih ada untuk anak cucu cicit kita.

Dengan peduli, Natal yang hijau akan terwujud. Pohon-pohon mulai tumbuh. Bunga-bunga bermekaran. Rumput-rumput menjadi gemuk. Daun melambai-lambai mengundang kita bersama berseru “Aku merindukan Natal yang hijau!” Ya. Sekarang. Disini.

“Green Christmas is not just a dream but a reality. Ubahlah gaya hidup kita. Hentikan pemborosan. Pakai lagi. Kelola lagi. Kurangi lagi……(Evangeline Pua).”

No comments:

Post a Comment