Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Monday 8 February 2010

Konflik

“Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu … (1 Sam. 17:48).

Dalam kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Selalu saja ada masalah yang menghadang, dan sering tidak dapat kita hindari. Oleh karena itu, seperti yang dilakukan Daud di kutipan ayat di atas, masalah harus d i h a d a p i, agar selesai, tuntas, dan membawa kebaikan dan membuat kita lebih piawai lagi dalam menghadapi masalah yang lain. Salah satu masalah pokok dalam kehidupan adalah: Konflik. Konflik juga bisa terjadi di mana saja. Baik di rumah: dengan orang tua atau saudara-saudara, di sekolah: dengan teman-teman dan para guru, di masyarakat: dengan tetangga dan perangkat sosial lainnya.

Konflik sendiri pada dasarnya adalah netral. Bagaimana kita bereaksi, dan apa yang kita lakukan dalam menghadapi konflik itu yang sangat mungkin menimbulkan masalah. Konflik harus ditangani dengan benar, dengan cara yang benar. Konflik memang tidak boleh didiamkan, karena konflik yang tidak selesai akan menimbulkan eskalasi konflik dan berujung pada perpecahan. Namun demikian, ketiadaan konflik dalam satu hubungan antar manusia, bisa jadi berarti bahwa relasi tersebut memang tidak dalam (no meaningful relationship). Umumnya konflik akan terjadi ketika sesorang berusaha mengatur dan mengendalikan orang lain. Konflik juga dapat terjadi bila ada ketidakcocokan nilai-nilai hidup, pandangan hidup dan cita-cita hidup diantara orang-orang yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Di bawah akan kami uraikan sedikit lebih panjang mengenai sumber-sumber terjadinya konflik.

Sumber-sumber Konflik

Ekonomi
Dalam keluarga yang sangat patriakal di mana dominasi laki-laki sangat kuat, bila kemudian dalam perjalanan kehidupan ternyata penghasilan isteri jauh melebih penghasilan suami, tanpa pengelolaan yang bijak, akan terjadi konflik di antara mereka. Bukan hanya itu saja, ketika suami dan isteri tidak dapat menemukan kesepakatan pengelolaan keuangan rumah tangga, konflik juga bisa tidak terhindarkan. Konflik masalah keuangan ini nampaknya banyak terjadi di negara-negara sedang berkembang.

Nilai-nilai dan Pandangan Hidup
Setiap pasangan dari sejak kecil membawa nilai-nilai kehidupannya sendiri. Ini akibat dari pendidikan dan lingkungan dimana masing-masing pernah tinggal dan berkembang. Ketika mereka kemudian dipertemukan dalam sebuah pernikahan, mereka harus saling berbagi nilai-nilai hidup ini. Masing-masing harus berani mendiskusikan nilai-nilai kehidupannya dan memutuskan secara bersama, satu nilai yang mesti dipegang dalam menjalankan bahtera rumah tangga. Contoh yang paling sederhana adalah: bagaimana mendidik dan mendisiplin anak (parenting). Bagaimana menanamkan nilai-nilai keagamaan, dan kesopanan kepada anak-anak. Bagaimana melatih anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi sosialnya.

Kendali
Dalam bahasa Inggris sebetulnya yang dimaksud dengan kendali ini adalah power. Namun karena padanan bahasa Indonesianya kurang tepat menggambarkan maksud, kami pakai kata kendali yang memang menggambarkan: keingingan untuk mengendalikan segala sesuatu termasuk orang lain. Keinginan ini merupakan sumber konflik juga. Dalam kendali selalu diasumsikan ada yang lemah dan yang kuat di mana yang kuat mengendalikan yang lemah. Dominasi satu orang atas orang lain, pada satu waktu dapat menghasilkan konflik hebat yang bila tidak tertangani dengan benar akan menimbulkan perpecahan – di manapun itu.

Komunikasi yang Tidak Efektif
Komunikasi yang tidak efektif biasa disebut “tidak nyambung”. Apa yang coba dikomunikasikan ternyata diterima dengan maksud berbeda. Penerimaan yang berbeda ini, kemudian dianggap sebagai pelecehan atau bahkan penghinaan. Dari situ konflik dimulai. Komunikasi menjadi tidak efektif bila salah satu atau kedua orang yang berkomunikasi memiliki prejudice satu dengan yang lainnya. Selain daripada itu ada yang namanya selective perception yang mau didengarkan adalah yang cocok sesuai dengan hati dan pikiran sendiri saja. Atau boleh jadi yang tidak cocok pun didengarkan untuk menyusun argumentasi “anti” melawan pembicaraan the other party.

Demikian sekilas sumber-sumber konflik. Biasanya dalam sebuah konflik bercampur dua atau lebih sumber-sumber ini, sehingga untuk menangani konflik memang harus diketahui dengan tepat sumber mana yang menjadi masalah utamanya.

Jenis-jenis Konflik

INTRA PERSONAL biasa disebut sebagai konflik batin. Konflik dengan diri sendiri atau di dalam diri sendiri. Konflik ini biasa terjadi ketika kita akan menentukan suatu pilihan. Tentu di dalamnya terkandung juga nilai-nilai hidup yang melandasinya. Apakah akan belajar atau nonton bola? Itu satu contoh sederhana. Yang lebih kompleks barangkali adalah apakah akan memilih A atau B atau C sebagai pasangan hidup/pacar.

INTER PERSONAL adalah konflik dengan pihak lain, orang lain. Seperti konflik-konflik yang sudah dijelaskan di atas, kebanyakan konflik adalah dengan pihak lain karena alasan-alasan diatas, baik itu alasan ekonomi, nilai-nilai kehidupan, kendali atau komunikasi yang tidak efektif.

PERAN atau role adalah konflik yang mirip dengan konflik inter personal. Konflik ini adalah karena kekacauan atau ketidakjelasan peran seseorang dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu. Dalam keluarga misalnya, peran anak dan peran orang tua tentu berbeda. Konflik akan terjadi ketika peran itu mau dialihkan, anak ingin menjadi seperti orang tua dan sebaliknya. Atau dalam suatu perusahaan, ada peran pengusaha (pemilik) perusahaan, ada peran karyawan. Ada juga jenjangnya – peran sebagai manajer dan peran sebagai leader misalnya. Kekacauan peran akan menimbulkan konflik yang cukup hebat.

Resolusi

Resolusi adalah usaha untuk menangani konflik agar kondisi relasi dapat kembali ke keadaan normal dan wajar. Resolusi selalu mengandung konsekuensi atas keputusan-keputusan resolusi yang diambil.

WIN-LOSE mengindikasikan keinginan untuk menang dalam sebuah konflik. Dengan cara apapun. Sebetulnya resolusi ini adalah yang paling buruk, namun pada kenyataannya justru paling sering dilakukan dalam kebanyakan konflik. Dalam konsisi win-lose ini biasanya salah satu atau kedua belah pihak mencari “teman” untuk mendukung pembenaran dirinya. “Benar, kan yah, dia yang melakukan itu?” adalah salah satu contoh ucapan seorang anak yang ingin mencari dukungan dari ayahnya. Banyak contoh lain yang bisa kita dapatkan dalam pergaulan sehari-hari. Dapat dibayangkan disini bahwa perasaan mereka yang lose pasti tidak enak dan dengan kondisi resolusi semacam ini biasanya relasi tidak tersambung dengan normal dan baik.

LOSE-LOSE adalah kondisi saling mengalah. Ketika seorang anak berkonflik dengan adiknya memperebutkan sebuah permainan, maka resolusi lose-lose adalah kedua belah pihak sama-sama tidak memakai permainan itu, dan masing-masing memilih permainan yang lain. Umumnya kedua belah pihak walaupun sama-sama merasa kurang puas, tetapi konflik tidak berlanjut dan hubungan dapat kembali dibangun di kemudian hari.

WIN-WIN adalah resolusi paling baik dan menyeluruh. Win-win adalah problem solving. Dalam resolusi ini, konsentrasi ke dua belah pihak adalah pada masalahnya. Bukan pada orangnya. Kata-kata dalam bahasa Inggris ini secara tepat menjelaskan maksud win-win. Conflict is a problem to be solved rather than a war to be won. Disini kami (kedua belah pihak yang mengalami konflik) sama-sama melihat masalah apa yang sebenarnya terjadi. Bukan melihat pertentangan antara s a y a dan k a m u. Dengan resolusi ini dapat dicapai konsensus yang sama-sama disetujui, disepakati dengan menekankan pada KUALITAS RELASI jangka panjang bukan hanya mengakomodasi beberapa kepentingan jangka pendek (mutual agreeable decision with an emphasis on the QUALITY of LONG TERM RELATIONSHIP rather than short term accomodation). Perilaku para pihak yang berkonflik hanya ditujukan pada peningkatan kepercayaan dan penerimaan terhadap pihak lain dan bukan peningkatan rasa curiga dan kebencian (attitudes are directed towards an increase of TRUST and ACCEPTANCE rather than escalation of suspicion and hostility). Demi perbaikan relasi jangka panjang itulah, disadari pentingnya resolusi ke-3 ini. Namun demikian, tidak mudah melakukannya. Resolusi ini memerlukan tingkat kesabaran yang sangat tinggi, dan keterampilan mengelola emosi dalam relasi antar manusia, juga keahlian dalam berbagai pemecahan masalah. Terakhir, agar resolusi ini berjalan dengan efektif, diperlukan adanya cinta kasih yang tidak biasa. Dengan resolusi ini, dapat dipastikan para pihak yang berkonflik tetap merasa nyaman satu dengan yang lainnya, dan relasi dapat dikembalikan ke posisi semula, bahkan lebih erat lagi.

Paulus dan Barnabas

Di dalam Kisah Para Rasul, diceritakan bahwa suatu hari Paulus berkonflik sangat hebat dengan Barnabas. Ketika Paulus hendak melakukan perjalanannya yang ke-2, Barnabas mengusulkan agar mengajak serta Markus. Paulus tidak setuju karena Markus pernah “bersalah”. Hal inilah yang menimbulkan konflik hebat antara Paulus dan Barnabas. Akhirnya mereka berpisah. Paulus pergi dengan Silas, dan Barnabas pergi dengan Markus (Kis.15:35-41). Sekilas pintas, nampaknya mereka menggunakan metode lose-lose. Namun, bila kita teliti hubungan mereka lebih lanjut, kita yakin bahwa Paulus dan Barnabas menggunakan metode resolusi win-win. Hubungan mereka berdua tetap erat, bahkan hubungan Paulus dan Markus-pun tetap terjaga dengan baik. “Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan Barnabas -- tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu –“ Kolose 4:10 dan “Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku” 2 Tim. 4:11. Markus inilah yang kemudian menulis Injil Markus.

Sumber Utama: Sources of Conflict and Methods of Conflict Resolution, Ron Fisher, Ph.D., International Peace and Conflict Resolution, School of International Service, The American University, c. 1977, Rev. 1985, 2000

No comments:

Post a Comment