Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Wednesday 27 April 2011

Memikul Salib

Sesudah menghardik Petrus Yesus berkata kepada murid-murid-Nya “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Sebuah ucapan yang sekali lagi lugas dan terus terang. Ini adalah salah satu ciri seorang pemimpin yang besar. Yesus tidak menjanjikan sukacita, kegembiraan, ataupun kemewahan tetapi salib. Salib berarti penderitaan, aniaya, dan kematian. Jujur? Iya. Namun mengerikan. Konon ketika Winston Churchil memerintah, yang dijanjikan olehnya bukanlah ketenaran dan kedamaian, tetapi “darah, kerja keras, air mata dan keringat.” Yesus yang sama juga berkata kepada kita semua. Mau mengikut Dia? Pikul salib itu. Pikul jalan penderitaan itu. Dan siaplah untuk menghadapi kematian.

Selain kejujuran dan kelugasan perkataan Yesus di atas, Yesus juga mengingatkan bahwa kita mesti menyangkal diri. Apa maksudnya? Artinya kita harus berkata “tidak” untuk segala hal yang berhubungan dengan diri sendiri. Berkata tidak untuk kesenangan dan kepentingan diri. Sebaliknya berkata “ya” untuk Kristus. Meninggalkan apa yang menjadi idaman sendiri, dan berpaling kepada Kristus. Yesus mengajarkan hal yang paling sulit yang harus dilalui bila ingin dengan benar dan setia mengikut Dia. Pertama bersedia hidup menderita demi Kristus, dan kedua meninggalkan kesenangan pribadi juga untuk Kristus. Persis seperti apa yang diungkapkan oleh rasul Paulus. Hidupku bukan lagi aku, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku. Lugas. Ia memanggil kita bukan untuk membuat kehidupan menjadi serba indah dan ceria. Ia memanggil kita agar kita menjadi mulia – dihadapan manusia dan Allah sendiri.

Apakah berhenti sampai disini? Tentu tidak. Karena keselamatan yang dijanjikan tetap dihadirkan asal kita tetap setia dalam menjalani berbagai penderitaan. Istilah Pdt. Eka Darmaputera “salib selalu mendahului mahkota.” Mahkota itu sudah dapat kita rasakan sekarang dan memuncak di dalam perjumpaan yang sempurna nanti di sorga. Bagaimana bentuk mahkota itu? Tentu sifatnya bukan material. Dia adalah syalom, damai sejahtera yang Allah limpahkan kepada kita yang percaya.

*****

Sebelum perang Vietnam pecah, ada seorang penerjemah bahasa Vietnam yang mengikuti perjalanan seorang misionaris. Dari waktu ke waktu dia selalu menerjemahkan apa yang diucapkan oleh misionaris tersebut ke dalam bahasa Vietnam. Maka perlahan-lahan dia mulai mencintai ajaran Kristus dan akhirnya menerima Dia sebagai Juru Selamat pribadinya. Kemudian perang berkecamuk. Dia ditangkap oleh pemimpin komunis. Disiksa dengan sangat sadis. Masih mencoba bertahan dan tidak mau menyangkali imannya. Namun, karena begitu berat penderitaan yang harus ditanggung siang dan malam, akhirnya dia menyerah. Otaknya sudah seperti dicuci. Semua pengajaran yang pernah diterima lenyap. Dan dia pun kemudian dijebloskan ke dalam penjara.

Beberapa waktu kemudian, dia dipanggil oleh jendral kepala pasukan komunis. Dia mendapat tugas untuk membersihkan WC yang bekas dipakai oleh jendral tersebut. Ketika dia membersihkan WC tersebut, dia melihat sobekan kertas – yang rupanya dipakai oleh sang jendral sebagai “toilet tissue.” Bekas kotoran manusia menempel disitu. Namun ada dorongan kuat agar dia mengambil dan membersihkannya. Ternyata sobekan itu adalah sobekan kertas Alkitab! Jendral menggunakan Alkitab sebagai pembersih setelah buang air besar. Dengan hati-hati pemuda ini membersihkan dan membaca isinya. Potongan injil Yohanes. Hatinya tersentuh. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. “Tuhaaann...aku telah berdosa.” Demikian dia meratap. Keesokan harinya dia memberanikan diri meminta agar diijinkan terus membersihkan WC sang jendral. Hari demi hari dia kumpulkan sobekan kertas dan dengan rajin dia baca tiap malam di dalam selnya. Kedamaian kembali hinggap di dalam hatinya. Seperti bangkit dari kubur, dia sekarang mampu menjalani kehidupannya di penjara dengan penuh sukacita.

No comments:

Post a Comment