Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Saturday 6 March 2010

Wawancara

Hari ini, Senin 4 Maret 1991 saya berkesempatan untuk melakukan wawancara penerimaan tenaga security, satpam untuk perusahaan di mana saya bekerja. Ada beberapa orang yang melamar. Wawancara yang saya tulis ini adalah wawancara dengan pelamar terakhir dan termuda.

“Selamat siang, pak.”
“Selamat siang. Silakan duduk. Coba anda jelaskan segala hal mengenai diri anda sendiri.”
“Baik pak. Nama saya Prima. Saya baru saja menyelesaikan SMA saya. Dan akhir Januari kemarin saya menyelesaikan pendidikan sebagai satpam selama satu bulan.”
“Di sini anda tinggal dengan siapa?”
“Saya tinggal dengan ibu saya, dekat Cikeas.”
“Ayah?”
“Sudah meninggal sejak saya masih SD pak.”
“Ibu kerja apa?”
“Tidak bekerja pak.”
“Kenapa anda ingin jadi tenaga satpam?”
“Saya sanggup pak.”
“Bagaimana anda tahu anda sanggup menjadi satpam perusahaan?”
“Saya punya tenaga pak. Saya masih muda pak. Saya sudah belajar selama satu bulan sebagai satpam.”
“Banyak godaan sebagai satpam. Anda tahu itu?”
“Tahu pak.”
“Apa itu?”
“Pagar makan tanaman pak.”


“Anda tahu arti nama anda?”
“Tahu pak.”
“Apa artinya?”
“Itu artinya yang utama, yang baik, yang bagus.”
“OK, apa yang utama menurutmu dalam hidup?”
“Jujur pak.”
“Kenapa harus jujur?”
“Pertama, karena orang tua saya mengajarkan itu. Dari sejak kecil sebelum ayah meninggal, ayah selalu memberi nasehat kepada saya agar saya selalu hidup dalam kejujuran. Walaupun kondisi ekonomi kami tidak baik, ayah selalu menekankan kejujuran itu kepada saya pak.”
“Yang kedua?”
“Kedua, karena kejujuran membawa hati lega. Bersih. Tidak terganggu.”


“Tadi anda katakan bahwa ibu tidak bekerja?”
“Benar pak.”
“Lalu untuk makan sehari-hari darimana kalian mendapat uang?”
“Saya nyopir pak.”
“Anda punya SIM?”
“Punya pak. A dan C.”
“Berapa penghasilanmu dengan nyopir tersebut?”
“Rata-rata dua ribu lima ratus pak”
“Sehari?”
“Iya pak.”
“Anda apakan uang itu?”
“Saya serahkan ke ibu pak.”
“Semua?”
“Ya pak. Semua.”
“Anda sendiri tidak memegang uang?”
“Ibu yang memberi saya balik.”
“Berapa?”
“Kadang seribu, kadang lima ratus.”


Tiba-tiba wajah Prima memerah. Air mata mulai mengalir membasahi pipinya.
“Kenapa anda menangis?”
“Perih pak.”
“Apa yang perih?”
“Hidup pak.”


Suasana tiba-tiba menjadi hening sekali. Kepala HRD, dan kepala Satpam pun terdiam dan nampak menundukkan kepala mereka. Prima adalah satu-satunya orang yang kami terima sebagai tenaga satpam, dan masih terus bekerja dengan penuh kesetiaan hingga sekarang.

No comments:

Post a Comment