Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Wednesday 30 December 2015

Bahagia 3

BAHAGIA3. Saya tidak akan bahagia kalau saya menutup mata pada yang baik, yang bagus, yang indah dan hanya memandang tajam kepada yang buruk, yang salah, yang tercela. Kenapa kita diberi dua mata? Yang satu untuk melihat sisi buruk sementara satu lagi untuk melihat sisi baik. Kedua mata sama-sama terbuka dan dipakai. Begitu ilustrasi tulisan yang saya baca. Hari Minggu lalu saat ibadah saya melihat hiasan mimbar yang seharusnya simetris kiri dan kanan ada yang terlepas di sisi kanan jemaat hingga terlihat janggal. Karena ibadah sudah keburu dimulai, saya mencoba mencari “hal baik” apa yang dapat saya nikmati. Saya menemukan tumpukan buku dari perpustakaan gereja yang disusun mirip pohon, diberi hiasan dan lampu kelap-kelip. Kreatif dan indah sekali! Meskipun saya sadar bahwa dunia ini penuh dengan hal-hal buruk, salah dan tidak pada tempatnya, saya berusaha untuk menyeimbangkan pikiran dengan hal-hal lain yang baik, yang indah dan bermakna. (30 December 2015)

Tuesday 29 December 2015

Bahagia 2

BAHAGIA2. Saya tidak akan bahagia kalau saya mengembangkan pemikiran bahwa sebagian besar orang tidak layak untuk dipercaya. Curigaan melulu, kata teman saya. Memang kita perlu berhati-hati saat bergaul dengan orang lain, namun orang-orang yang terbukti bahagia ternyata lebih mengembangkan sikap positif kepada orang lain. Sikap penuh curiga pernah membuat saya menutup diri dengan orang-orang di luar lingkaran kecil saya. Hidup jadi begitu mencemaskan dan meresahkan. Duduk tidak bisa tenang, berpikir pun tidak bisa fokus. Dalam grup lain, seorang kawan berujar bahwa bahagia itu kan di dalam kepala, di otak. Saya tidak menyangkal, namun olah otak saja tidak cukup. Untuk bahagia saya perlu melakukan sesuatu. Nah, sesuatu itu bukanlah menutup diri, tetapi justru membuka diri kepada orang lain. Saya sering melewati gerbang tol Bekasi Barat. Beberapa kali saya ketemu dengan penjaga tol yang sama, sebelum ada gardu tol otomatis. Penjaga ini rautnya di pagi hari hampir selalu murung dan judes. Pada suatu hari saya mengambil keputusan bahwa kalau saya ketemu lagi dengan orang itu, akan saya sapa dan ajak tersenyum. Tutup ketemu botol, saya dipertemukan lagi. Sesuai janji saya ucapkan selamat pagi sambil tersenyum lebar sewaktu membayar tol. Saat mata kami beradu, dia pun tersenyum dan seketika sirna mendung di wajahnya. Dia bahagia, saya pun gembira. (30 December 2015)

Bahagia 1

BAHAGIA1. Salah satu yang membuat saya tidak bahagia adalah bila saya terlalu mempercayai bahwa hidup ini susah. Pada kenyataannya hidup memang susah, semua orang tahu itu. Namun saya harus berpikir bagaimana keluar dari jebakan kesulitan hidup itu. Dalam pekerjaan juga begitu. Pada satu titik tertentu pasti akan muncul masalah. Fokus pada masalah tidak membantu apa-apa, kata orang. Fokus pada solusi baru menghasilkan sesuatu. Dan itulah yang membuat orang bahagia. Menganggap diri saya sebagai korban ganasnya kehidupan akan membuat muka saya terus ditekuk, alis mata mengkerut dan senyuman jarang mengembang. Salah seorang kawan di grup gereja memberikan sebuah rumusan menarik: Bahagia = bersyukur – mengeluh. Untuk meningkatkan kebahagiaan, maka saya diminta meningkatkan rasa syukur. Benar juga abang satu ini yang seorang trainer handal. Terima kasih rumusannya bang! (30 December 2015)

Bahagia

BAHAGIA. Kata seorang periset di University of California Sonja Lyubomirsky "40 percent of our capacity for happiness is within our power to change." Kalau ini benar, berarti sebetulnya akan lebih banyak orang yang bahagia ketimbang yang sedih, murung atau nelangsa. Saya belum pernah baca ada statistik yang mengukur berapa jumlah orang yang bahagia dan berapa orang yang susah. Kita bisa lihat sendiri di lingkungan terdekat: rumah, tetangga, gereja, kantor. Mana yang lebih banyak atau dominan? Pertanyaannya, apakah mereka-mereka yang cenderung murung dan kelihatan bersusah hati tidak memanfaatkan kemampuan untuk menjadi bahagia yang 40 persen itu? Barangkali bukan itu alasannya. Periset lain mengatakan bahwa orang yang cenderung hidup nelangsa ternyata punya perilaku dan paradigma tertentu yang selalu dia pegang teguh sepanjang hidup mereka. Apa itu? Nanti kita bahas satu per satu, semoga saya ada waktu. Tidak banyak, hanya tujuh buah saja. (30 December 2015)

Monday 21 December 2015

Ibu

IBU. Sepuluh atau lima belas tahun lalu saya hendak menjual sebuah rumah kecil dengan sertifikat atas nama saya sendiri. Saat menghadap notaris untuk membuat akte jual beli, notaris tersebut bertanya, “Istrinya mana pak?” Tanpa bermaksud menentang, saya bertanya balik, “Istri harus ikut tanda tangan?” “Benar. Istri harus ikut menyetujui penjualan ini, karena ia ibu dari anak-anakmu.” Notaris berkata tegas. Saya paham maksud notaris yang juga seorang ibu. Saya tak hendak mengelak atau membela diri. Seorang bapak kala menerima uang apalagi dengan jumlah lumayan banyak bisa berbuat apa saja dari yang baik sampai yang jahat. Namun, seorang ibu akan berpikir panjang….panjang sekali demi kepentingan keluarga dan anak-anaknya. Salut buat para ibu dan calon ibu di hari istimewa ini. (22 December 2015)

Sembarangan

SEMBARANGAN. Waktu saya masih kecil saya diajar bahwa menyebut nama Allah dengan sembarangan adalah saat kita mengucapkan sumpah kosong atas nama-Nya, atau latah menyebut nama-Nya begitu saja. Itu juga yang masih saya ingat hingga sekarang. Namun beberapa hari lalu, dalam sebuah renungan, saya mendapatkan contoh yang lain. Saat saya menggunakan nama Allah demi memenangkan sebuah perdebatan, itu sudah menodai nama-Nya. Demikian pula saat saya mencomot ayat-ayat tertentu di luar konteks demi mendukung “kebenaran” saya sendiri, saya sudah menyalahgunakan nama-Nya. Sujiwo Tejo pernah berujar “Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitab suci-Nya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan.” (21 December 2015).

Monday 14 December 2015

Paradoks

PARADOKS. Kemarin minggu adven ke tiga. Saya duduk di ruang ibadah baris ke dua dari depan. Lilin merah jambu dinyalakan.Senyuman mengembang. Itu lilin sukacita. Berharap akan ada kabar menyenangkan, ada penghiburan. Kenyataannya, petugas justru membuka dengan pernyataan bahwa ada orang-orang yang tidak mampu menikmati sukacita. Ada saja orang yang justru berduka, entah karena relasinya dengan orang lain terganggu, karena ditinggal pergi oleh orang yang dikasihi, sakit atau karena sebab lainnya. Khotbah pun mengalirkan seruan pertobatan dan usaha menghasilkan buah-buah kebenaran. Alat penampi di tangan-Nya bak ancaman. Usaha menggapai sukacita terganjal tuntutan penyesalan. Aduh! Saya gagal menikmati lilin merah jambu. (14 December 2015)

Sunday 13 December 2015

Napas

NAPAS. Beberapa hari lalu, anak saya iseng membuat pohon Natal dari Rosario bermanik-manik hijau dengan puncak bandul salibnya. Sejenak saya tertegun dan ingatanpun melayang ke sebuah tulisan lama. Natal memang tidak lengkap bila tidak diikuti dengan peristiwa salib dan kebangkitan. Pohon natal rekaan dengan puncak salib mencerminkan hal itu. Saya sadar bahwa kalender gerejawi dari adven pertama hingga paska lalu berputar kembali menuju adven memang sengaja diatur sedemikian rupa untuk membantu kita mengenang karya keselamatan Allah. Saya percaya bahwa Allah berkarya dalam sejarah yang terus menerus diturunalihkan, dikisahulangkan serta dihadirkan dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi. Dengan demikian kalender gerejawi merupakan wahana simbolis yang hendak menghadirkan sejarah keselamatan yang dilakukan Allah di masa lalu sehingga kita di masa kini merupakan bagian dari sejarah itu. Selamat menyambut adven ke tiga. (12 Desember 2015).

Thursday 10 December 2015

Tepat

TEPAT. Bacaan hari Minggu lalu bukanlah bacaan yang mudah. Seorang Lektor menunjukkan bacaan tersebut kepada saya sambil berkata, “Sudah berkali-kali saya baca perikop ini, tetapi tidak bisa paham juga.” Saya paham maksudnya. Karena seorang Lektor harus dapat merasakan terlebih dahulu sapaan Allah sebelum dia sendiri membacakannya bagi umat. Saya coba membaca bagian yang ditunjukkan, memang sulit. Saat ibadah saya sengaja tidak mau membaca. Saya ingin mendengarkan Lektor tersebut membaca. Ternyata bagus sekali! Ucapannya jelas dan tertata, kecepatannya terjaga, dan penggalan kalimatnya pas. Selesai ibadah saya berkata kepadanya, membacamu bagus sekali akhirnya ya. “Saya juga tidak tahu kenapa. Semua mengalir begitu saja saat saya berdiri di belakang mimbar.” Begitu jawabnya. Tuhan berkarya selalu tepat pada waktunya. (11 December 2015)

Wednesday 9 December 2015

Takut

TAKUT. Goyah artinya goyang karena tidak kokoh letaknya. Kalau lutut yang goyah? Ngewel bahasa Jawanya. Lutut yang bergetar seperti tidak terkendali karena sesuatu hal. Saya pernah mengalaminya. Pertama karena menerjang banjir yang airnya hampir menutup kap mesin. Kedua saat ditodong dengan pisau oleh lima orang pemuda. Saya merasakan sendiri lutut yang bergoyang kencang dan kalau tidak mampu menenangkan diri pasti jatuh. Saat menerjang banjir itu, bahkan menekan pedal gas saja rasanya berat sekali. Penyebab keduanya sama yaitu rasa takut yang luar biasa. Sebagai manusia, banyak rasa takut merebak dalam perjalanan hidup. Terlebih tidak mudah mengelola rasa takut. Namun bacaan semalam mengingatkan “Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah…… Ia (Allah) sendiri datang menyelamatkan kamu!” Tidak cukup dengan itu, pagi tadi seorang kawan mengulas bahwa sapaan pertama para malaikat kepada para gembala adalah “Jangan Takut!” (10 December 2015)

Monday 7 December 2015

Sukacita

SUKACITA. Kemarin kubaca Mazmur 126. Satu bagiannya terus berdengung dalam kepala hingga sekarang. Ada banyak alasan untuk bergembira, bersukahati, bersukacita. Waktu saya kecil saya akan sangat gembira bila orang tua memberi mainan yang sudah lama saya dambakan. Biasanya karena terlebih dahulu melihat mainan anak lain, dan ingin punya sendiri. Sewaktu remaja, saya akan sangat berbunga-bunga ketika banyak orang memuji kemampuan saya; apakah itu kemampuan untuk memainkan alat musik tertentu atau kemampuan bercerita hingga membuat pendengar melongo. Waktu kuliah saya akan memuji diri sendiri kala melihat hasil ujian mendapat nilai A, meski ada tanda minus di belakangnya sekalipun. Sebagai orang tua muda, saya akan tertawa gembira saat melihat bayi mungilku terkekeh-kekeh geli. Sebagai mahluk spiritual saya akan bersorak gembira bersama Pemazmur: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” (8 December 2015)

Friday 4 December 2015

Cerdik

CERDIK. Tadi siang dalam perjalanan kembali ke kantor saya mendengarkan perbincangan menarik pada sebuah siaran radio swasta. Ternyata yang menggerogoti keuangan BPJS Kesehatan hingga mencapai 70% adalah penyakit-penyakit bukan menular, yang banyak diantaranya terjadi karena gaya hidup. Penyakit-penyakit ini memang mahal penanganannya. Ada 5 penyakit seperti ini: Jantung, Stroke, Ginjal, Kanker, Diabetes. “Hidup sehat itu murah, dan sakit itu mahal” begitu kata beberapa teman di kantor. Maka kita harus cerdik menyikapi hidup. Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan rokok dari kehidupan kita, Rajin melakukan aktivitas fisik, Diet seimbang (untuk saya kurangi hingga minimal asupan karbohidrat, gula dan minyak), Istirahat cukup dan terakhir Kelola stress. (4 December 2015)