Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Monday 22 December 2014

Pilihan

PILIHAN. Sekitar dua tahun lalu saya kelebihan berat hampir 25kg. Beberapa kali saya berusaha diet namun gagal. Akhirnya saya bulatkan tekad untuk diet karbohidrat. Makan sesedikit mungkin nasi dalam sehari. Rupanya diet ini cocok buatku. Perlahan-lahan berat badanku turun, hingga setelah 12 bulan berdiet karbo, berat badan turun 15kg. Lumayan, kataku dalam hati. Banyak teman kemudian kagum dan bertanya apa resepnya. Namun kegembiraanku tak berlangsung lama saat teman yang lain lagi berkomentar “Kok kurus sich? Kayak orang sakit.” Teman-teman dalam kelompok ini rupanya lebih menyukai kondisi saya yang “chubby” kelihatan segar dan makmur. Apapun pendapat teman-teman, di usiaku sekarang ini pilihanku adalah tetap mempertahankan berat badan yang mendekati ideal.

Sunday 21 December 2014

Visi

VISI. Sebuah pepatah bahasa Jepang bila diterjemahkan kira-kira berbunyi demikian “Visi tanpa perbuatan adalah mimpi di siang bolong. Sementara tindakan tanpa visi adalah sebuah mimpi buruk.” Demikian pentingnya visi ini sebab dengannya saya dapat mengarahkan kehidupan saya. Dulu sebelum saya menikah dan menjadi seorang ayah, saya sering menonton film “The Huxtable Family” dimana di dalamnya tergambar sebuah keluarga yang pantas untuk ditiru. Sebagai calon ayah, saya memiliki visi meniru pak Huxtable dan cara-cara dia berkomunikasi dengan anak-anaknya. Sebagai pekerja saya lebih memilih visi layaknya orang Jepang bekerja. Jujur, dimana kesalahan segera diakui sehingga dapat diperbaiki atau bahkan diantisipasi. Kekeluargaan, dimana sedapat-dapatnya dihindarkan suasana sikut menyikut demi kepentingan pribadi, setia mengikuti dinamika perusahaan baik saat badai melanda atau rezeki berlimpah.

Taat

TAAT. Tiga minggu berturut-turut selalu menggema suara pertobatan. Minggu ke empat kemarin dari atas mimbar disodorkan suara bertema ketaatan. Memang begitulah sebenarnya. Ketaatan bukan hal yang konyol. Ketaatan dalam koridor pertobatan adalah hal yang mulia, meski bukan tanpa resiko. Sering ketaatan seperti ini berdiri di luar nalar, maka ketertundukan kepada yang Ilahi menjadi tuntutan awal agar pertobatan-ketaatan berbuahkan kebaikan. Bukan untuk diri sendiri saja, tetapi terutama justru untuk sang lain, mereka yang di luar diri. Semoga ketaatanmu Maria, menular, merasuk ke dalam darah dagingku.

Tuesday 16 December 2014

Servis

SERVIS. Tadi pagi ada ‘talk show’ di radio yang membahas perihal servis. Moto yang didengungkan adalah: jangan bersaing di harga, bersainglah di servis. Moto seperti ini memang sudah sering diperdengarkan, namun saya kadang bingung karena penambahan servis bisa berarti penambahan ‘cost’ dan itu berarti penambahan harga ujung-ujungnya. Bagaimana agar harga tetap, tetapi servis benar-benar mengagumkan sehingga pelanggan terperangah? Lama saya berpikir mengenai hal ini sampai suatu waktu anak saya bercerita sepulang kuliah. Ada seorang perempuan muda berkunjung ke sebuah toko busana. Dia membeli sebuah baju. Dalam percakapan dengan kasir, perempuan muda itu mengaku bahwa baju ini dia beli sebagai hadiah untuk neneknya. Sayangnya sepulang dari toko, saat dia menuju rumah neneknya, ia mendapat kabar bahwa neneknya telah meninggal dunia beberapa saat lalu. Dengan sedih dia datang ke rumah neneknya lalu menelpon toko tempat dia membeli baju. “Maaf, pak. Baju yang baru saja saya beli, bolehkah saya kembalikan?” “Kenapa?” Tanya pemilik toko. “Begini, baju itu sengaja saya beli untuk nenek saya, namun beberapa saat sebelum saya tiba di rumahnya, saya mendapat kabar bahwa nenek saya ini sudah meninggal dunia.” “Oh, begitukah? Saya turut berduka cita atas kehilangan ini. Silahkan kembalikan baju tadi, berikut bukti pembeliannya ya.” “Baik pak. Sebentar lagi saya akan kembali ke toko Bapak.” “Omong-omong, dimana rumah nenek Anda?” Perempuan muda itu memberikan alamat rumah neneknya sambil meluncur kembali ke toko. Pengembalian baju diterima langsung oleh pemilik toko sambil sekali lagi dia mengucapkan bela sungkawa. Saat perempuan itu tiba kembali di kediaman neneknya, dia sangat terperangah. Air bening menetes di pelupuk matanya. Dia melihat sebuah rangkaian bunga meja mungil di depan dengan kartu ucapan bela sungkawa dari toko tempat dia mengembalikan baju tadi. Itulah servis. Intinya kepedulian.

Sunday 14 December 2014

Pindah

PINDAH. Pohon buah itu sudah cukup besar, namun belum terlihat ada buah-buah baru. Sudah lama ia tumbuh disitu, di pojokan kebun tempat saya bermukim. Maka dengan sebuah rencana bulat penuh harap, saya coba pindahkan dia ke tempat lain. Mula-mula daunnya kelihatan menguning meskipun siraman air tidak pernah lupa saya berikan. Tanah digemburkan dan onak duri saya bersihkan. Tunas-tunas baru mulai kelihatan. Daun-daun kuning, coklat kering rontok berjatuhan, namun daun-daun hijau muda bertumbuhan di sana-sini. Harapan pun mengembang makin sempurna. Semaraknya membuat banyak mata yang memandangnya berdecak kagum sambil tersenyum. Bertahun-tahun dia meranumkan buah-buah baru yang dipetik, dimakan, disemaikan lagi. Saat ini pohon buahku memasuki usia yang ke sepuluh tahun. Entah kenapa dia mulai merunduk. Tidak lagi kelihatan segar dan merona. Buah sudah tidak ada, bunga-bunga pun gugur. Apakah tanah sudah tidak membuka diri lagi untuknya? Siraman air masih terus aku coba namun kelihatannya tanpa hasil. Tampaknya zaman baru harus dimulai. Kepindahannya dahulu dapat membuatnya bersemi dan berbuah, maka mulailah saya mencari tempat-tempat yang cocok dan pas untuknya. Ada penglihatan di pojokan lain yang mungkin dapat membuat pohon buahku bersemi kembali. Tetapi itu masih kemungkinan. Saya belum akan memutuskan. Akan saya tunggu setahun dua tahun lagi, barangkali akan muncul ide baru, pandangan baru, pelajaran baru.

Tegar

TEGAR. Melihat sang pemimpin tadi, saya merasakan ketegaran berbalut semangat untuk memberikan apa yang masih dapat diberikan kepada Junjungannya. Langkah perlahan setapak demi setapak berusaha menahan badan yang mulai renta, suara terbata yang sekuat tenaga dikeluarkan agar masih jelas terdengar. Struk yang menghunjam sekitar lima tahun lalu membuatnya tak memiliki kebebasan berbicara seperti layaknya orang sehat. Namun seperti pengakuannya, dia akan tetap menyuarakan kebenaran dan kabar baik selama sang Pemilik masih mengizinkan dia berkerja dan menghasilkan buah. Dia telah berhasil menghidupi tema yang ia kabarkan dari atas mimbar "Pemberita yang Rendah Hati."

Friday 12 December 2014

Hati

HATI. Tulisan saya bertajuk LEGA dua hari yang lalu rupanya menimbulkan pertanyaan di benak seseorang sehingga merespon di Facebook “Bagaimana menghampiri Sang Guru?” Saya menanggapi demikian “Lipat tangan, tutup mata, tekuk lutut” yang dia pahami sebagai berdoa. Sebetulnya bukan hanya berdoa, tetapi boleh juga ngobrol, bercakap-cakap dengan Dia yang mampu memberi kelegaan. Hari ini tiba-tiba saya teringat bahwa ada satu hal lagi untuk mendekati-Nya. Duduk dalam keheningan, dalam diam. Saya pernah mengalaminya. Kondisi ini memampukan saya untuk masuk ke dalam hati saya sendiri. Di situlah sumber segala hal, baik dan buruk dan dapat saya pilah. Namun yang terpenting, di situlah terpateri Firman-Nya. Tulisan Tangan-Nya.

Wednesday 10 December 2014

HAM

HAM. Hari ini, 10 Desember 2014 adalah hari HAM. Salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk hidup. Barangkali dengan mengingat hak tersebut, salah satu LSM kemudian mengkritik Presiden Jokowi karena menolak grasi 64 terpidana mati narkoba. Mendengar hal itu, saya lalu berpikir bahwa mungkin LSM tersebut lupa bahwa hak selalu berdampingan dengan kewajiban. Saat seseorang menuntut hak hidup, secara bersamaan sesungguhnya ia berkewajiban untuk memelihara kehidupannya dengan baik dan benar, termasuk kehidupan sesamanya. Lepas dari itu semua, ada kesejukan terbersit di dalam dada ketika mendengar ucapan Presiden Jokowi bahwa urusan pelanggaran HAM masa lalu ada baiknya didekati dari dua sisi: hukum harus ditegakkan namun rekonsiliasi juga harus diusahakan.

Tuesday 9 December 2014

Lega

LEGA. Di perumahaan saya tinggal, beberapa kali lewat anak-anak yang menjual gerabah atau cowet dengan dipanggul. Karena perjalanan dan beban yang lumayan berat anak tersebut sering menurunkan bebannya dan beristirahat di bawah pohon atau di teras ruko. Membaca pesan Sang Guru pagi ini, saya jadi berpikir, beban fisik seperti itu mudah sekali melepas dan menaruhnya agar badan jadi enteng. Lain halnya dengan beban mental. Saya menduga, orang yang membawa-bawa beban mentalnya kemana-mana bukannya tidak mau melepaskan dan meletakkan, tetapi "tidak tahu caranya". Dari pesan Sang Guru saya jadi belajar bahwa beban mental selain dibagikan kepada sahabat atau saudara yang dapat dipercaya, juga perlu diserahkan kepada Dia yang berkuasa memberi kelegaan. Dia sendiri yang mengundang saya dalam bacaan tadi pagi “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”

Monday 8 December 2014

Dicari

DICARI. Sang Guru, suatu saat bertanya serius "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?" Ungkapan itu berkebalikan dengan apa yang dialami anak saya sewaktu masih TK. Saat dia benar-benar perlu perhatian sang guru dengan tegas bicara "maaf, saya punya 39 anak yang harus saya ajar" dan karenanya tidak ada waktu untuk memperhatikan satu anak yang bermasalah. Beruntunglah saya mempunyai Allah yang sangat perhatian, bak Gembala Agung yang selalu siap mencari dombanya yang terhilang, sakit atau kesepian.

Sunday 7 December 2014

Syukur

SYUKUR. Pagi ini matahari cepat sekali naik tinggi. Waktu masih menunjukkan pukur 05:30 pagi namun di luar sana sudah terlihat terang. Sambil menyeruput segelas minuman hangat, terlihat dari jendela dapur burung-burung mulai beterbangan ke luar dari sarangnya. “Burung pipit yang kecil, dikasihi Tuhan, terlebih dirimu, dihasihi Tuhan.” Itu senandung pagi, lagu masa kecilku, wujud syukur atas hari yang baru.

Peka

PEKA. Pesan utama yang hendak disampaikan dalam ibadah kemarin adalah menjadi peka akan kebutuhan orang lain. Misal berbagi ruang parkir, berbagi jalan dan bukan berebut. Termasuk berbagi ruang hati. Namun pesan yang berdengung dalam pikiran dan hati adalah panggilan untuk bertobat. Peka jadinya bermakna tahu batas. Mana yang masih dalam koridor kekudusan hidup, mana yang sudah di pinggiran. Allah pernah mengingatkan "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."

Wednesday 3 December 2014

PDCA

PDCA adalah singkatan dari "plan, do, check, action." Sebuah istilah yang sangat populer dalam dunia manajemen manufaktur. Dulu pada saat awal bekerja, memang saya membuat perencanaan, namun sering melompati "do" karena keseringan memeriksa ulang rencana, ganti rencana, periksa lagi. Alhasil tidak ada perkembangan berarti. "Do" atau melakukan itu penting. Walaupun ada potensi kesalahan disitu tanpa melakukan sesuatu tidak akan ada perkembangan apa-apa. Juga dalam bidang rohani. Sang Guru pernah berkata "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu." Bacaan pagi ini mengingatkan saya kembali untuk mengerjakan DLPK, dengar, lakukan, periksa, koreksi.

Tuesday 2 December 2014

Kebenaran

KEBENARAN Kata orang puncak kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri, Sementara Sang Guru berkata bahwa puncak kebutuhannya adalah penyangkalan diri, dimana orang lain dikedepankan. Para motivator ramai berlomba memompa semangat untuk menaiki tangga kesuksesan, Sementara lagi-lagi Sang Guru bersabda, turuni tangga itu sampai ke tempat paling bawah dan tolong mereka yang paling hina. Orang beranggapan bahwa puncak bahagia adalah saat berlimpah harta dan bertahta, kadang ditambah dipuja pria dan wanita, Sementara Sang Guru mengajarkan kebahagiaan sejati adalah kala Dia ada di dalam kita dan kita di dalam Dia. Yang mana yang benar kadang saya pun ragu, namun ada kepastian disini: Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.