Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Tuesday 29 November 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (3)

Hari ke-3, 29 November 2011

“Pada hari itu, demikianlah firman Tuhan, Aku akan mengumpulkan mereka yang pincang, dan akan menghimpunkan mereka yang terpencer-pencar dan mereka yang telah Kucelakakan.” (Mikha 4:6).

Allah yang menyerakkan, Allah juga yang mengumpulkan. Ada penghakiman, ada pula pengampunan. Ya. Pada hari itu, semuanya akan terjadi. Kapan? Ketika Mikha menuliskan nubuatan itu, mungkin dia tidak tahu kapan pemulihan itu akan terjadi. Kita yang hidup di saat ini dapat menduga dan mengerti bahwa “hari itu” adalah hari ketika Kristus datang dan memerintah. Sebuah waktu tunggu yang cukup lama. Lebih dari 500 tahun sesudah Mikha bernubuat, barulah tergenapi.

Pemulihan selalu ditunggu-tunggu oleh setiap orang yang terpecah, terpencar. Yang sakit ingin sembuh. Yang bertengkar ingin berdamai. Yang rusak ingin berfungsi kembali, Yang pecah ingin menyatu. Yang terserak ingin berkumpul. “Pulihkanlah kami ya Tuhan!” teriakan pemazmur ini menjadi teriakan kita juga. Segala yang terputus selalu ingin dikembalikan pada keadaan semula. Pulih, adalah kata indah yang kerap kali susah dijalani. “Pulihkanlah kami ya Tuhan!”

Pemulihan yang utama dan terutama adalah antara manusia dan Penciptanya. Manusia yang sudah terlanjur terpuruk dan tenggelam dalam lumpur dosa tidak akan mampu menarik dirinya sendiri dan kembali terhubung dengan Tuhannya. Upaya pemulihan seperti ini adalah prakarsa Tuhan sendiri. Mirip seperti Petrus yang tenggelam di laut, kemudian Yesus mengulurkan tangan-Nya untuk menolong. Ketika Petrus kemudian meraih tangan itu, selamatlah ia. Tangan Allah sudah terjulur dari sorga. Bahkan Dia sendiri hadir di tengah-tengah manusia. Bagaimana respon manusia sangat menentukan apakah ia akan selamat atau terus tenggelam.

Aku percaya bahwa pada hari itu Engkau akan mengumpulkan mereka yang pincang, dan akan menghimpunkan mereka yang terpencar-pencar dan mereka yang telah Kau celakakan. Engkau telah melakukannya ya Tuhan. Terpujilah Allah semesta alam!

Monday 28 November 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (2)

Hari ke-2, 28 November 2011

Apakah yang paling ditunggu oleh dua atau lebih bangsa yang sedang berperang? Apakah yang paling ditunggu oleh dua atau lebih orang yang sedang bertikai? Kemenangankah? Saya kira tidak. Jauh di dalam lubuk hati mereka, disadari atau tidak disadari, yang paling mereka harapkan dan rindukan adalah PERDAMAIAN.

Keadaan damai adalah keadaan paling ideal untuk hidup. Keadaan damai bukan hanya keadaan tanpa perang, tanpa konflik. Bukan hanya itu! Keadaan damai baru benar ketika setiap orang saling mendukung, saling mengasihi, saling memperhatikan. Dalam damai kita menjadi tenang dan rileks. Dalam damai ada pikiran positif, perasaan murni dan tulus, juga harapan-harapan yang baik. Kita sebagai manusia, dapat memulai sebuah peperangan, kita juga dapat memulai sebuah perdamaian. Mari sejenak berhenti dari segala kesibukan. Mari menjadi bintang perdamaian.

Hampir 30 tahun lalu, upaya damai diluncurkan para selebritis Amerika untuk menggalan dana bagi Afrika yang kelaparan. USA for Africa. Penyanyi kondang Michael Jackson dan beberapa kawan kemudian menggubah sebuah lagu indah We are the World. Simak liriknya, luar biasa menusuk rasa kemanusiaan kita.

There comes a time when we hear a certain call
When the world must come together as one
There are people dying
And it’s time to lend a hand to life
The greatest gift of all

We can't go on pretending day by day
That someone, somehow will soon make a change
We are all a part of Gods great big family
And the truth, you know,
Love is all we need

[Chorus]
We are the world, we are the children
We are the ones who make a brighter day
So let’s start giving
There's a choice we're making
We're saving our own lives
Its true we'll make a better day
Just you and me

Send them your heart so they'll know that someone cares
And their lives will be stronger and free
As God has shown us by turning stones to bread
So we all must lend a helping hand

[Chorus]

When you're down and out, there seems no hope at all
But if you just believe there's no way we can fall
Let us realize that a change can only come
When we stand together as one

Itulah upaya damai bagi kemanusiaan. Upaya manusia menjadi bintang kerlap-kerlip maupun cemerlang tidak jadi soal. Cahaya perdamaian itu yang ditunggu. Mari kita baca perlahan-lahan kalimat-kalimat ini. Bayangkan sebisanya apa yang Anda baca.

“Salah satu cara untuk menjadi damai adalah menjadi hening di dalam diri kita. Sejenak, coba pikirkan bintang-bintang dan bayangkan dirimu menjadi seperti mereka .......... Mereka sangat indah di langit, gemerlap, dan bersinar .......... Mereka begitu tenang dan damai. Biarkan tubuhmu diam .......... Biarkan jari tangan dan kakimu rileks ..........Rilekskan perutmu ..........dan bahumu .......... Rilekskan tanganmu .......... dan wajahmu .......... Biarkan perasaan aman menyelimutimu .......... dan bias lembut kedamaian menyinarimu .......... Dalam dirimu, kamu merasa seperti bintang kecil yang indah ..........kamu, bintang mungil dalam dirimu, penuh dengan cahaya kedamaian ......... cahaya ini begitu lembut dan memancarkan rasa aman .......... Bersantailah dalam cahaya damai dan cinta .......... Biarkan dirimu menjadi bening dan damai .......... Perhatianmu penuh .......... konsentrasi .......... kapanpun kamu perlu merasakan damai dalam dirimu, kamu bisa menjadi diam .......... utuh .......... menjadi bintang kedamaian.”

Namun, sesungguhnya kedamaian baru benar-benar ada ketika Kristus menjadi hakim diantara manusia. Pada saat itu, mereka yang berperang akan menempa pedang mereka menjadi mata bajak, dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas. Bangsa tidak lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang. Apa yang menjadi milik kepunyaan mereka, tetap menjadi milik mereka masing-masing. Tidak ada ketakutan, kekuatiran. (Mikha 4:1-5).

Walaupun damai yang sungguh belum lagi tiba, aku akan tetap berjalan dalam nama Tuhan yang hidup. Sekarang dan selamanya. Ada saatnya pasti bintang perdamaian itu akan bercahaya terang .......... terang sekali menembus kegelapan, kepekatan.

Sunday 27 November 2011

Tiga Puluh Hari Menunggu (1)

Hari ke-1, 27 November 2011

Hari ini adalah hari pertama siklus gerejawi. Masa Adven pertama. Ketika saya mencoba membuat tulisan ini, tanpa sengaja membaca coret-coretan lama. Ternyata 6 tahun lalu, Adven hari pertama juga jatuh pada tanggal 27 November, tahunnya 2005. Saat itu adalah saat yang paling mengejutkan bagi jemaat GKIKP karena pertama kali memberanikan diri menggunakan liturgi khusus “leksionari”.

Mengapa menggunakan leksionari? Karena kita percaya bahwa Allah berkarya dalam sejarah yang secara terus-menerus diturunalihkan, dikisahulangkan, serta dihadirkan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, leksionari merupakan wahana simbolis yang mau menghadirkan sejarah keselamatan yang dilakukan Allah pada masa lalu sehingga kita pada masa kini merupakan bagian dari sejarah itu.

Tema Adven I di hari pertama ini adalah: “MENANTI DENGAN TIDAK MENJADI LENGAH”. Salah satu kegiatan paling menjengkelkan adalah kegiatan menanti. Kalau kita sudah janjian dengan seseorang di tempat tertentu, di hari tertentu dan jam tertentu, namun ketika pada waktu yang sudah ditetapkan ternyata orang itu belum hadir mulai gelisahlah kita. SMS atau telpon biasanya menjadi senjata utama.

Namun, dalam konteks spiritualitas, kita diminta untuk menunggu sesuatu yang tidak jelas kapan akan terjadi. “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.” (Mar 13:32). Nah, bagaimana ini? Menanti sesuatu yang hanya Allah Bapa saja tahu waktunya. Bagaimana baiknya? Apa yang mesti dilakukan dalam masa penantian itu? Kuncinya adalah menanti dengan aktif. Ya. Menunggu jangan hanya pasif saja. Orang yang mendapatkan satu telenta itu juga menunggu dengan setia. Tetap pasif! Dalam konteks praktis juga berlaku ya. Ketika teman kita belum kunjung tiba sesuati janjian, kita tidak hanya bengong saja, tetapi harus aktif berbuat sesuatu.

Masa Adven juga merupakan masa penantian akan kelepasan, pembebasan. Banyak orang menunggu pembebasan dari segala macam belenggu kehidupan, kesusahan, kemiskinan, duka cita, perkelahian, dendam, sakit hati... semua itu ingin dilepaskan, dibebaskan – segera! Bersama pemazmur kita berkeluh kesah kepada Tuhan:

“Tuhan, Allah semesta alam, berapa lama lagi murka-Mu menyala sekalipun umat-Mu berdoa? Engkau memberi mereka makan roti cucuran air mata, Engkau memberi mereka minum air mata berlimpah-limpah, Engkau membuat kami menjadi pokok percederaan tetangga-tetangga kami, dan musuh-musuh kami mengolok-olok kami. Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.” Mazmur 80:5-8

Namun, bila memang kami masih harus menunggu, kami akan menunggu dengan aktif mengerjakan tanggungjawab kami masing-masing.

Sunday 20 November 2011

Psikologi Manula (9)

Penyakit fisik yang paling kelihatan di diri manula adalah yang berkaitan dengan tulang.
Ini adalah panyakit kronis para manula.
Baik itu yang diberi nama osteoporosis ataupun osteoarthritis.
Yang pertama adalah keropos atau rapuhnya tulang, sedang yang kedua adalah rematik tulang.
Ke duanya tentu saja sama tidak enaknya.

Beberapa waktu lalu, saya tunjukkan kepada anak saya seorang oma yang kalau berjalan sangat bungkuk, sehingga badan bagian atasnya menjadi sejajar dengan tanah. Ini adalah kondisi pengeroposan tulang. Tulang sudah sangat lemah untuk bisa menopang tubuh.
Perempuan biasa lebih rentan terhadap osteoporosis ketika mereka mulai menopause.

Disamping itu, kalau diurutkan sebetulnya ada paling tidak 10 macam penyakit para manula.
Biasanya akan menghinggapi mereka satu per satu. Semakin tua, semakin banyaklah penyakit yang menggerogoti fisik ini.
Urutannya dari yang paling sering sampai yang paling jarang adalah sebagai berikut:

1. Rematik
2. Darah tinggi
3. Penurunan pendengaran
4. Jantungan
5. Kelainan tulang
6. Sinusitis
7. Katarak
8. Diabet
9. Rabun
10. Tinnitus (telinga berdenging)

Namun demikian, baik para psikolog maupun para gerontologis percaya bahwa fungsi psiko dan perilaku jauh lebih penting untuk menjaga para manula tetap bahagia ketimbang fungsi fisik yang memang akan terus menurun.
Para gerontologis tersebut menamakannya sebagai “functional impairment”. Kecacatan dalam melakukan fungsi-fungsi hidup.

Seorang kawan pernah bercerita bahwa ayahnya sejak pensiun tiba-tiba jadi disable.
Apa maksudnya? Apakah fisiknya jadi cacat? Ternyata tidak. Secara fisik dia sehat wal afiat.
Tetapi fungsi mentalnya drop banget. Si ayah sejak pensiun Cuma bisa duduk dan tidur doang.
Kalau haus teriak “minuuuuuuum” dan kalau lapar teriak “makaaaaaan”.
Si isteri yang merasa kasihan terus dengan setia melayani, maka makin amblaslah si manula ini.
Itulah salah satu contoh yang disebut dengan “functional impairment”.

Menyadari kondisi manula yang bisa bermacam-macam kondisi fisik dan mentalnya, maka para gerontologis kemudian mencoba membuat semacam studi.
Hasil studi ini kemudian disebut sebagai “index kesehatan” manula. Ada banyak hal yang diukur untuk dimasukkan ke dalam index ini, misalnya:
Soal makan dan tidur, soal pekerjaan sehari-hari, soal mengurus diri sendiri, sampai kemampuan untuk pergi sendiri ke luar rumah dan bahkan menyetir mobil sendiri.

Melihat banyak hal membebani manula dan berbagai kendala fisik dan psiko mereka, maka para psikolog maupun gerontologis atau siapapun yang berhubungan dengan manula, baik itu anak, cucu maupun perawat, sebaiknya memberikan motivasi agar si manula tetap berusaha untuk produktif dan tidak menyia-nyiakan potensinya selagi masih hidup.



Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi

Psikologi Manula (8)

Di negaranya paman Sam, pernah diadakan semacam longitudinal study yang disebut Baltimore Study.
Ini sebuah studi jangka panjang dari orang muda sampai mereka jadi manula.
Jadi studi ini memang makan waktu 30-40 tahun. Luar biasa yach.

Hasil studi ini sungguh bermanfaat bagi para manula, dan juga mencerahkan.
Misalnya begini: di dunia farmasi, obat-obatan biasa dicobakan ke manusia yang berumur 20-30 tahun.
Maka sering pada zaman dahulu, pengobatan untuk manula “keliru” karena kondisi manula yang memang beda dengan orang muda.
Salah satu contoh yang kelihatan adalah diagnosa diabetes.
Kadar gula darah orang tua memang semakin tua semakin tinggi. Ini kondisi yang normal.
Sementara zaman dulu mereka sudah dianggap diabet dan dikasih obat.

Sering juga kita melihat orang berumur 60 tahun tapi penampilannya seperti masih 40 tahun.
Begitu juga sebaliknya ada orang yang berumur 40 tahun berpenampilan 60 tahun.
Ini tentu dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kesehatan masing-masing orang.
Biasanya vitalitas seseorang akan kelihatan pada kemampuan paru-paru untuk berlari atau berenang misalnya, atau kemampuan tangan unuk meremas, memegang dengan erat dan kencang, atau metabolisme gula dan sebagainya.

Contoh lain hasil studi adalah pembuktian bahwa jantung orang berumur 70 tahun bila dalam kadaan sehat tanpa gangguan jantung, adalah sama kekuatannya untuk memompa darah dengan jantung anak muda umur 30 tahunan.
Banyak orang bilang bahwa orang tua akan berkurang produksi hormon testosteronnya.
Ini ternyata tidak benar. Kecuali dalam keadaan sakit, produksi testoteron pada manula masih sama hebohnya.
Maka tidak heran kalau ada manula gaek yang masih terus mencari wanita muda jadi isterinya.

Bagaimana dengan otak?
Ternyata terjadi hal yang luar biasa juga pada otak.
Walaupun jumlah neuron menurun ketika umur bertambah, namun ada kompensasinya yaitu: ukuran dendrit diperbesar.
Dengan demikian, manula justru akan cepat belajar dan cepat juga me”retrieve” apa yang dipelajarinya.

Manula juga stabil secara emosi dan ekonomi.
Maka banyak orang suka bergaul dengan orang-orang tua karena merasa aman dan bisa menjadi sumber kebijaksanaan.



Diadaptasi dari tulisan Jusni Hilwan di milis psikologi