Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Monday 27 December 2010

Mengapa Saya Menulis?

Kegiatan menulis dan membaca hampir selalu datang bersamaan. Ketika seseorang belajar membaca, sekaligus dia juga belajar menulis. Demikian juga sebaliknya. Kalau kita coba melihat ke belakang, kegiatan menulis sebetulnya sudah berlangsung cukup lama. Dari mulai belajar menuliskan huruf-huruf, kemudian kata dan kalimat. Ketika kita semakin besar, maka kegiatan menulispun semakin banyak; membuat catatan, mengarang, membuat surat, membuat karya tulis, sampai menulis skripsi sebagai persyaratan kelulusan mahasiswa. Saya pun bernasib sama. Saya menyelesaikan penulisan skripsi pada tahun 1985. Namun demikian, saya betul-betul secara rutin menulis pada tahun 2000. Ketika itu saya bergabung ada suatu mailing list (milis) dimana beberapa anggotanya sangat aktif menulis; mulai dari sharing kehidupan sehari-hari, mengemukakan pendapat atas suatu hal, bedah buku, mengomentari artikel-artikel menarik dan banyak lagi. Saya pun kemudian tergugah untuk ikut serta menulis. Ternyata diterima dan dapat menyemarakkan suasana milis tersebut. Jadi mengapa saya menulis?

Memenuhi Kebutuhan Psikologis
Seorang psikolog ternama bernama William Glasser menjelaskan bahwa manusia berperilaku untuk memenuhi atau karena ada dorongan kebutuhan psikologisnya. Ada lima macam kebutuhan psikologis tersebut yaitu: fun, love and belonging, freedom, survival, power. Menulis itu fun. Asyik. Bagaimana kita mencari referensi, mengolah data-data, mengorganisasikan pikiran kita dan kemudian menuangkan dalam bentuk tulisan merupakan kegiatan yang sungguh mengasyikkan. Ada banyak cara dan tools untuk kita mengelola ide, tetapi itu diluar topik bahasan ini.

Ketika kita melemparkan suatu tulisan, dan diterima redaksi, maka seolah-olah mereka menerima diri kita seutuhnya. Belum lagi kalau tulisan kita kemudian mendapat sambutan dari pembaca: baik berupa kritikan maupun pujian. Keduanya menunjukkan bahwa kita telah diterima dalam komunitas tersebut. Saya punya banyak sekali pengalaman seperti itu, baik dalam komunitas maya maupun komunitas asli di gereja. Pernah beberapa kali orang salah menduga bahwa saya seorang psikolog dan meminta konsultasi, karena begitu sering saya memunculkan tulisan berbau psikologi. Menulis dapat memenuhi kebutuhan love and belonging.

Pikiran kita tidak dapat dibatasi. Dia bebas berkelana kemana saja. Walaupun redaksi (karena berbagai alasan), dapat menahan untuk tidak menerbitkan satu tulisan, namun mereka tidak dapat melarang kita untuk terus menulis. Sebab memang kita bebas menulis. Dari yang bersifat sangat pribadi sampai yang dapat diterima umum. Topik yang ingin kita tulis juga beragam, bebas sesuai selera dan kemampuan kita. Menulis dapat memenuhi kebutuhan kita akan kebebasan.

Dalam batas-batas tertentu, ketika tulisan kita dapat diterbitkan secara komersial (melalui media masa), maka kegiatan menulis dapat membantu agar dapur tetap ngepul. Dengan demikian kebutuhan hidup dapat lebih terpenuhi melalui tulisan tersebut. Walaupun tulisan tidak terbit secara komersial, tulisan yang baik dapat membantu meningkatkan jejaring sosial kita. Siapa diri kita sudah dikenal jauh sebelum kita sendiri berencana menerbitkan secara komersial. Jejaring sosial yang kuat mendukung pemenuhan kebutuhan akan hidup – survival.

Pendapat kita tentang sesuatu hal memang belum tentu sama dengan pendapat orang lain. Namun demikian, melalui tulisan kita dapat membentuk opini publik sehingga – sengaja atau tidak sengaja – mengikuti pendapat kita. Sebagai contoh, satu tulisan yang pernah terbit di buletin Mercusuar dengan judul Pintu Gereja. Penulis ingin menggiring opini publik bahwa sekali kita sudah melewati pintu gereja dan masuk di ruang kebaktian, maka ada suasana sakral disana, karena Tuhan sendiri hadir disitu. Oleh karenanya selayaknya perilaku kita juga berubah, tidak sama dengan ketika kita masih di luar pintu, di tempat parkir mobil misalnya. Inilah kekuatan sebuah tulisan. Walaupun sering penulis tidak dengan sengaja ingin mengubah opini publik, perubahan dapat saja terjadi. Sengaja atau tidak sengaja kebutuhan akan power dapat terpenuhi melalui menulis. Langsung ataupun tidak langsung, kita dapat mengendalikan orang lain melalui tulisan kita.

Memecahkan Persoalan – Menyajikan Persoalan
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan sesuatu kejadian yang mengganggu pikiran kita. Dalam hal ini kejadian tersebut bisa jadi merupakan masalah yang perlu kita pecahkan sendiri. Lalu kita mencoba untuk mencari pendapat orang-orang, membaca beberapa referensi, kemudian membuat kesimpulan pemecahan atas masalah tersebut. Ide yang sudah terkumpul ini, kemudian kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Orang lain yang mungkin mengalami masalah yang sama/mirip dengan demikian dapat mencoba cara yang sama dengan apa yang sudah kita tuliskan untuk mengatasi masalahnya. Dalam hal lain, justru kita dapat melemparkan masalah kepada publik/pembaca melalui tulisan. Serangkaian kejadian yang dapat kita antisipasi bakalan menjadi masalah besar, dapat juga kita lemparkan kepada publik melalui tulisan. Misalnya ramalan jatuhnya nilai rupiah atau akan naiknya harga-harga sembako dan bagaimana mengatasi persoalan seperti itu. Di lingkungan gereja kita dapat melemparkan masalah akan meledaknya jumlah anak remaja dua tahun mendatang karena bagitu besarnya jumlah anak sekolah minggu pra-remaja saat ini. Hal ini perlu diantisipasi baik oleh komisi remaja maupun oleh gereja secara keseluruhan. Tulisan dengan analisa yang tepat dan akurat dapat membantu majelis jemaat untuk melihat lebih jernih ke masa depan.

Demikian sekilas beberapa alasan mengapa saya menulis. Saya tidak melihat alasan mengapa orang enggan menulis. Kalaupun ada, barangkali karena takut menghadapi tanggungjawab atas tulisannya sendiri. Sebab walaupun banyak alasan untuk menulis, tanggungjawab tidak dapat dilepaskan begitu saja. Namun demikian, seandainya para pembaca memiliki pikiran yang logis, bernas, dan cerdas, jangan ragu-ragu untuk melahirkannya dalam bentuk tulisan. Mumpung gereja kita memiliki wadah untuk menampungnya.

Tiga Jalan

Umur saya sudah hampir setengah abad. Kalau saya kembali menoleh ke belakang, saya menyadari bahwa sewaktu saya masih remaja, beranjak menjadi pemuda, dan menjalani masa dewasa, ada banyak sekali pilihan-pilihan hidup yang harus diambil. Ada banyak persimpangan jalan harus dipilih apakah belok ke kiri, ke kanan atau berjalan lurus saja. Semua mengandung konsekuensinya masing-masing. Kadang bahkan tidak diketahui sama sekali apa konsekuensi yang menghadang di depan. Sekarang setelah berumur hampir setengah abad, pilihan-pilihan memang sudah berkurang banyak. Khususnya pilihan yang berdampak jangka panjang. Sekarang barangkali paling baik adalah membantu mereka yang masih muda-muda mengambil dan menentukan pilihan – dengan penuh tanggungjawab.

Para remaja, pemuda dan pemudi setiap hari, setiap saat selalu diperhadapkan dengan pilihan. Dari yang sangat ringan karena konsekuensi yang dihadapi juga ringan, maupun berat dan sangat berat karena kesalahan akan berdampak sangat panjang. Bagaimana mengelola seksualitas misalnya. Bagaimana menemukan dan memilih pasangan hidupnya. Bagaimana memilih dan menentukan teman-teman. Bahkan bagaimana memilih dan menentukan pelayanan di gereja. Tulisan singkat ini berusaha membantu mencerahkan para remaja, pemuda dan pemudi dalam memilih. Secara ringkas sebelum pilihan dijatuhkan, remaja, pemuda dan pemudi harus bergumul, berpikir, berdoa – baru kemudian menjatuhkan pilihan. Bagaimana memilih? Ada tiga jalan yang biasa ditempuh oleh kebanyakan manusia.

Jalan pertama adalah jalan kebijakan. Jalan ini adalah jalan yang menyoroti kepentingan diri sendiri. Penganut jalan ini, orientasinya adalah diri sendiri. Oleh karena itu, dalam mengambil dan menentukan pilihan, yang dipikirkan adalah: apakah pilihan ini menguntungkan diri saya sendiri atau tidak. Tidak apa-apa sih. Masih bagus begitu. Paling tidak orang tidak sembrono mengambil dan menentukan pilihan. Orang belajar dengan rajin, bahkan sampai lupa makan dan tidur larut malam, untuk apa? Agar diri sendiri menjadi pandai dan mampu bersaing dengan orang lain. Orang menjauhi narkoba dan pergaulan bebas untuk apa? Agar diri sendiri tidak terjerumus dan masa depan akan menjadi gelap. Baik bukan? Walaupun nampak seperti egois, pilihan kebijakan tetap dapat membantu diri sendiri berkembang (semoga) ke arah yang lebih baik.

NAMUN DEMIKIAN pilihan kebijakan ini ada kelemahannya juga. Yaitu ketika pilihan itu ternyata berlawanan dengan pilihan dan kepentingan orang lain, bahkan merugikan orang lain. Ketika orang memilih untuk ngebut di jalan tol misalnya, maka pilihan itu justru akan merugikan orang lain. Ketika orang memilih mengusir para pedagang di depan gereja misalnya, tindakan itu dapat membawa dampak sangat negatif bagi kehidupan mereka. Terlebih lagi pilihan kebijakan ini tidak sesuai dengan Firman Tuhan dalam Markus 8:34 “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengorbankan diri dan kepentingannya untuk orang lain. Lihat para pahlawan. Lihat juga seorang ibu yang membesarkan anaknya. Lihat junjungan kita Yesus yang mengorbankan diri-Nya. Pendek kata, jalan kebijakan adalah mengambil pilihan yang berdampak jangka panjang. Megambil pilihan tertinggi, terbaik. Namun jangan puas sampai disitu saja. Jalan kebijakan tidak terlalu pas untuk kehidupan manusia pada umumnya. Dia terkungkung oleh ke-aku-annya sendiri. Get out of your own ego! Help others. Hidup akan lebih berarti.

Jalan kedua adalah jalan penyesuaian. Dengan jalan ini orang tidak serta merta mengambil pilihan karena kecenderungan dan kepentingan diri sendiri. Dengan jalan penyesuaian, orang akan melihat dan mempertimbangkan pikiran orang lain – dalam mengambil keputusan. Apa pikiran orang lain atas perilaku kita? Itu sangat jadi pertimbangan. Apa yang baik untuk orang lain – itu yang menjadi pilihan. Beda dengan jalan kebijakan – jalan penyesuaian ini mulai mengandalkan hubungan sosial, persekutuan. Dengan jalan penyesuaian, keuntungan pribadi mulai dikesampingkan – yang penting orang lain dan teman-teman gembira. Misalnya membantu teman belajar, berbagi makanan dengan teman yang lupa membawa bekal makanan. Ya. Tampaknya jalan penyesuaian ini lebih baik daripada jalan yang pertama. Apalagi jalan ini cocok dengan Firman Tuhan di Matius 22:39 “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Atau dengan nasehat Paulus di 1 Korintus 10:24 “Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”

NAMUN DEMIKIAN pilihan jalan penyesuaian ini juga mengandung kelemahan. Orang akan cenderung mengikuti arus. Kalau mayoritas bicara A maka kita ikutan A. Kalau B ikutan B. Dalam tingkat tertentu, jalan ini justru akan menghilangkan jati diri kita sendiri. Semuanya hanyut bersama “orang lain” yang ingin kita bahagiakan. Belum lagi orang akan bingung kalau ternyata mayorita terpecah. Ada yang ingin C ada juga yang ingin D. Wah…susah. Mana harus diikuti? Pendek kata pilihan penyesuaian memang banyak OK nya. Usaha membahagiakan dan menyenangkan orang lain tentu baik. Tetapi ada jalan yang lebih baik lagi.

Jalan ketiga adalah jalan kebenaran. Pilihan jalan ini mengajak orang berpikir “Apa yang benar menurut kehendak Tuhan. Yang menjadi patokan utama bukan lagi “aku” dan bukan juga “orang lain” tetapi Tuhan Allah sendiri. Kehendak Tuhan jauh lebih mulia daripada “aku” dan “orang lain”. Mungkin saja kita akan mendapatkan keberuntungan ketika mengikuti kehendak Tuhan, namun itu bukan tujuan utama. Mungkin saja kita akan mendapatkan kebahagiaan sewaktu menjalankan dan mengikuti kehendak Tuhan, namun jalan kebenaran juga menyadarkan bahwa mengikuti Dia juga berarti pengorbanan dan penderitaan. Seringkali ketika kita ingin menjalankan perintah Tuhan, kita justru harus melakukan hal-hal yang tidak populer, bergaul dengan orang-orang yang tidak terkenal, sakit, miskin dan kesepian. Orang Kristen adalah orang yang mengikut Kristus yang mati disalib. Penuh bahaya. Tantangannya juga berat. Kita memang perlu mengasihi diri sendiri, merawat diri. Kita juga perlu mengasihi dan hidup dalam persekutuan dengan menjalin relasi sosial dengan orang lain. NAMUN DEMIKIAN kadang pandangan orang lain itu tidak selalu benar. Dengan demikian, kita harus berani tampil beda dengan mereka. Dare to be different from others. Paulus memberi nasehat dalam Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Pendek kata, kesenangan diri sendiri dan orang lain bukanlah tujuan. Carilah tujuan yang tertinggi – hidup benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Pilihlah jalan ketiga, jalan kebenaran. Jalan Tuhan. Hai remaja, pemuda, pemudi, lanjutkan hidupmu. Pilihlah sesuai kebenaran Tuhan, dan jangan lupa: bergumul, berpikir, berdoa!

Sumber: Malcolm Brownlee, Hai Pemuda, Pilihlah!, BPK GM, cetakan ke-7, 2003

Mengampuni?

Seseorang telah menyakiti hati saya. Dia hidup dekat dengan saya, sehingga setiap kali saya pasti akan ketemu dia. Nah, setiap kali teringat atau bahkan ketemu, panas hati ini mendadak bertambah 1500 derajat. Bajapun akan meleleh dalam panas itu. Banyak teman-teman memberikan nasehat praktis kepada saya. "Dah lupakan saja. Tidak ada gunanya menyimpan amarah seperti itu." Demikian inti nasehat-nasehat yang saya terima. Memang benar menyesakkan menyimpan dendam dan amarah. Tapi kalau belum membalas, kok rasanya belum adil, belum seimbang gitu. Sahabat yang lain bicara "Pengampunan, maaf yang tulus akan membersihkan hati, dan membawa damai." Nampaknya memang begitu. But how? Bagaimana dalam kondisi sekarang dapat memadamkan api sementara di pihak sana terus menyiramkan bensin?

Sampai disini saya merenung. Diam sendiri dan tidak mau diganggu. Saya harus mencari sendiri "kebenaran" itu. Saya seorang Kristen. Saya tahu bahwa saya harus mengasihi, bahkan musuh sekalipun. Urusannya tetap, bagaimana caranya? Kalimat-kalimat indah yang dilontarkan oleh Yesus memang berguna untuk mereka yang belum merasakan sakit hati ini. Tetapi bagi saya yang rasa sakitnya sudah seperti disayat sembilu sembilan macam, mengasihi musuh menjadi semacam "cemoohan" bagi kemanusiaan saya. Mengampuni orang yang menyakiti hati tanpa melihat perubahan perilakunya seperti melemparkan mutiara kepada babi. Huh...

Saya pernah berpikir bahwa Tuhan pun meminta pertobatan dari manusia agar manusia bisa selamat. Kenapa saya mesti memberikan gratis-tis kepada dia? No way. Dia harus bertobat. Tiba-tiba cling! Ada sesuatu berkelebat dalam benak saya. Tuntutan Tuhan kepada manusia mestinya tidak bisa disamakan dengan tuntutan saya kepada manusia lain. Emangnya saya Tuhan? Lho kok jadi begini? Jadi bagaimana? Saya tetap harus mengampuni, memaafkan sementara dia boleh bebas tidak mengubah perilakunya? Teman lain lagi datang dan memberikan nasehat "It is a matter of choice. You may choose to be misserable all the time thinking of him, or just let it go. Forgive him and live a happy life." Wah nasehat ini hebat. Bukan karena dalam bahasa Inggris, tetapi karena isinya menyentak kesadaran saya. Ya, benar! Itu pilihan saya sendiri. Karena urusan ini adalah urusan manusia-manusia, bukan Tuhan-manusia.

Kiranya Roh Kudus memberikan kekuatan dan hikmat agar saya mampu menjatuhkan pilihan yang tepat...

***

Lima hari kemudian saya bermimpi. Saya melihat awan bergulung-gulung, awan putih bukan awan hitam. Awan itu terus bergulung, bentuknya mirip sekali dengan bulu domba. Karena ada matahari di balik awan itu, maka kumpulan awan itu menjadi berpendar keperakan. Indah sekali. Ketika saya sedang menikmati keindahannya, tiba-tiba ada dua tangan terjulur dari dalam kumpulan awan tersebut. Tangan yang satu membawa pedang, dan tangan yang lain tidak memegang apa-apa. Hanya terjulur saja seperti ingin menolong atau menarik orang yang berada di bawah. Pada tangan yang menggapai ini terlihat jelas tanda lobang paku….

***
Saya segera sadar bahwa ini merupakan jawaban dari pergumulan dan tulisan saya beberapa hari yang lalu perihal mengampuni. Allah maha pengasih dan pengampun, namun sekaligus Dia maha adil. Bahwa dengan kasih-Nya Dia menawarkan pengampunan, oleh karenanya tangan itu terjulur dengan tanda lobang paku. Tangan itu ingin menggapai, menarik mereka yang berkancah dalam lumpur dosa. Ia memberikan dan menawarkan pengampunan-Nya. Namun di tangan yang lain ada pedang. Tanpa pertobatan, pada saatnya maka pedang yang akan beraksi dan membinasakan. Kita sebagai manusia, hanya diminta untuk mengasihi dan menawarkan pengampunan kepada sesama kita. Karena itu kita tidak diberikan pedang oleh Allah untuk menghakimi dan membinasakan sesama kita. Oleh karena itu, pengampunan kita seharusnya final, dan tidak ada tuntutan pertobatan di pihak sana.

***
Ketika saya terbangun, saya melihat dari jendela kamar saya bintang yang berkelap-kelip terang sekali. Saya tahu itu bintang timur, yang setiap pagi memang selalu hadir. Akan tetapi pagi ini bintang itu terasa lain. Bintang itu seperti mata Tuhan sendiri yang berkedip menyapa diri saya secara pribadi. Sangat pribadi….

Saturday 25 December 2010

30. Sebuah Doa di Hari Natal

Bapa yang terkasih, tolonglah kami untuk mengingat kelahiran Yesus, sehingga kami dapat turut bernyanyi bersama para malaikat, turut bergembira bersama para gembala, dan turut menyembah bersama orang majus.

Tutuplah pintu kebencian dan bukalah pintu kasih di seluruh penjuru dunia.

Biarlah kebaikan hati tersalur dalam setiap pemberian hadiah dan niat baik senantiasa menyertai setiap ucapan selamat kami.

Lepaskanlah kami dari yang jahat melalui berkat yang Kristus bawa, dan ajarilah kami agar dapat bersukaria dengan hati yang bersih.

Semoga pagi di hari Natal ini membuat hati kami berbahagia karena menjadi anak-anak-Mu, dan malam hari nanti sukacita Natal menghantar kami tidur dengan pikiran yang dipenuhi dengan ucapan syukur, kesediaan untuk mengampuni dan diampuni, semata-mata untuk menyenangkan hati Yesus. Amin. (Robert Louis Stevenson)

*****
Dengan doa diatas kami menghantar teman-teman dan para pembaca sekalian untuk bersama menghayati kembali makna Natal bagi masing-masing pribadi. Tuhan Yesus Kristus yang kelahirannya kita rayakan kiranya memberkati dan menyertai kita semua dalam menempuh perjalanan kehidupan di dunia ini.
Selamat Hari Natal teman-teman semua!

Thursday 23 December 2010

29. Jerami Terakhir

Keluarga itu memang bukan keluarga yang sempurna, penuh dengan sukacita dan damai sejahtera. Tidak. Disana sini masih nampak pergulatan, cekcok dan pertikaian. Anak-anak yang bermain semaunya sendiri, ibu yang selalu sibuk dan kecapean mengatur anak dan kondisi rumah, ayah yang maunya semua beres ketika ada di rumah. Namun, kesempatan menjelang Natal ini mereka mencoba sepakat untuk berbuat sesuatu agar suasana keluarga, suasana rumah menjadi jauh lebih baik dari kondisi sehari-hari. Ibu memberikan usul agar semua orang mengerjakan pekerjaan yang tidak biasa. Yaitu mengerjakan selalu “untuk orang lain”. Bagaimana caranya?

Adi anak yang paling besar diminta membuat palungan. Sesudah jadi, untuk alas tidur sang bayi Yesus, perlu ada jerami. Setiap orang yang berbuat kebaikan untuk orang lain boleh meletakkan sehelai jerami pada palungan. Semakin banyak perbuatan baik, semakin banyak jerami. Sang bayi akan makin nyaman tidurnya beralaskan jerami empuk. Budi anak kedua mengumpulkan sejumlah banyak jerami bersama ibu. Charlie anak ke tiga paling kecil tetap tinggal di rumah. Setelah semua siap, dibuatlah gulungan kertas dengan nama masing-masing anak, dan kedua orang tua. Lima gulungan di atas meja. Ketika gulungan diambil dan dibuka, kepada nama yang tercantum di kertas itu perbuatan baik harus dilakukan. Rahasia tidak boleh bocor. Siapa membantu siapa tidak ada yang mengetahui. Mulai!

Hari demi hari ketika permainan ini mulai dijalankan, keajaiban demi keajaiban terjadi. Mainan yang tiba-tiba kembali ke tempatnya masing-masing. Tempat tidur yang tiba-tiba menjadi rapi. Bahkan Budi tiba-tiba mendapatkan buku pelajaran baru yang sangat dia butuhkan. Dapur tiba-tiba bersih. Tidak ada lagi minyak menempel pada kompor. Sempurna! Cucian menumpuk menjadi bersih. Seterikaan tiba-tiba lenyap dan masuk ke dalam lemari dengan rapi. Ketika masing-masing orang berpapasan, mereka saling pandang sejenak, dan sambil tersenyum melanjutkan kegiatan masing-masing. Terus setiap hari berjalan dengan baik. Namun, sesuatu terjadi menjelang malam Natal. Pagi hari ketika pengambilan gulungan kertas dimulai, tiba-tiba Adi berteriak keras, “Saya benci dengan permainan ini! Saya tidak perduli lagi dengan palungan dan jerami itu!” Adi kemudian berlari ke luar rumah tanpa jaket. Sementara salju turun cukup banyak di luaran. Udara sangat dingin waktu itu. Semua orang terhenyak. Apa yang terjadi? “Biarkan saya bicara dengan dia.” Kata ibu dengan lembut.

“Adi, apa yang terjadi? Kenapa kamu nampak begitu marah?”
“Ma…! Saya sungguh heran. Selama permainan ini, saya hampir selalu mendapatkan nama Charlie. Mama tahu kan, saya tidak suka dengan Charlie. Dia anak paling kecil yang manja dan malas!”
“Lalu?”
“Ya…saya sudah berusaha melakukan apa yang terbaik. Setiap kali mendapatkan namanya, saya kerjakan apa yang paling perlu untuk dia. Membereskan tempat tidurnya, merapikan semua mainannya, bahkan mengganti lampu belajarnya yang sudah mulai redup. Apa saja saya lakukan untuk dia. Tapi kenapa hampir selalu namanya yang muncul? Saya tidak suka dengan dia!”
“Ok kalau begitu. Biar ibu saja yang menyelesaikan tugasmu ini. Sekarang pulang dan istirahatlah.”

Pulanglah Adi bersama ibunya. Sementara jerami sudah bertumpuk indah di palungan. Tinggal dua jerami lagi tersimpan untuk Adi dan ibunya. Sesuai apa yang dijanjikan kepada Adi, maka ibu yang akan mengerjakan semuanya. Malam tiba, ibu mengerjakan pekerjaannya. Satu jerami dia tempatkan dalam palungan. Sekilas dia melihat bayangan Adi menuju kamar Charlie. Segera ditengoknya tempat jerami. Habis! Ibu tidak perlu lagi mengerjakan apa yang menjadi tugas Adi.

Natal kembali telah menghancurkan tembok pemisah permusuhan dan kebencian. Natal merangkul mereka yang berseteru menjadi sahabat. Natal memulihkan keutuhan keluarga, keluarga Allah.

28. Magnificat

Magnificat adalah nyanyian pujian Maria (Lukas 1:46-55). Ketika Maria mengunjungi Elizabeth, maka terjadilah hal-hal yang luar biasa disitu. Dan di rumah Elizabeth itulah kemudian Maria menyanyikan lagu-lagu pujian yang disebut magnificat. Dalam lagu itu paling tidak kita dapat menemukan tiga macam revolusi, oleh karena kemurahan dan kuasa Allah yang maha tinggi.

Pertama, “Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;…” ini merupakan revolusi moral. Manusia memang cenderung merasa lebih daripada yang lain. Kita ingat kisah menara Babel. Kita juga ingat manusia pertama, dengan iming-iming akan dapat menjadi seperti Allah, dilanggarlah apa yang sudah dilarang oleh-Nya. Manusia itu tinggi hati-congkak. Namun, di hadapat Kristus, kecongkakan itu akan hilang lenyap. Manusia yang sama ketika menerima Kristus dalam hatinya akan merunduk. Malu dan dan memukul diri. Kita ingat pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah sambil memukul dirinya. Ia menyadari keberdosaannya. Ia tidak lagi dapat bermegah karena dirinya sendiri namun karena kemurahan Allah yang berlaku atas dirinya.

Kedua, “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah;….” Ini merupakan revolusi sosial. Kristus mengakhiri gengsi dan kesombongan duniasi. William Barclay menulis dalam bukunya sebuah kisah menarik: “Muretus adalah seorang sarjana abad pertengahan yang gemar berkelana. Ia miskin. Di suatu kota di Italia ia jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit. Dokter-dokter mendiskusikan tentang dia dalam bahasa Latin dan tidak menyangka kalau ia mengerti diskusi tersebut. Mereka mengusulkan, karena ia adalah seorang perantau yang sama sekali tidak berharga maka sebaiknya dipakai untuk obyek eksperimen pengobatan. Ia memandang mereka dan kemudian menjawab mereka dalam bahasa Latin juga, “Janganlah sebut seseorang tidak berharga karena Kristus telah mati untuknya.” Apabila kita telah menyadari untuk apa Kristus mati bagi seluruh umat manusia, maka tidak mungkin lagi kita mengatakan seorang manusia biasa. Tingkatan-tingkatan sosial telah ditiadakan.

Ketiga, “Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;….” Ini merupakan revolusi ekonomi. Walaupun ada orang-orang yang begitu tamak dan cenderung memperkaya diri sendiri, kita yang menyebut diri Kristen selayaknya tidak hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri saja, tetapi juga kepentingan orang lain. Apa yang dikumpulkan bukan untuk diri sendiri saja, tetapi juga untuk dibagikan kepada orang lain.

Magnificat, nyanyian pujian Maria memang indah. Akan tetapi di dalamnya mengandung teguran bagi kita, bagaimana kita seharusnya berperilaku.

Tuesday 21 December 2010

27. Apakah Sinterklas itu Ada?

Kisah ini tidak akan bercerita tentang Santo Nicholas, yang biasa disebut sebagai awal mula cerita Sinterklas. Kisah ini akan bercerita bahwa Sinterklas ada dimana-mana.

Pukul 18:00 tanggal 23 Desember 1961 William J. Lederer mencoba menulis sebuah cerita dalam perjalanannya dari New York menuju Los Angeles – di dalam pesawat yang dia tumpangi. Rumahnya ada di Honolulu. William sudah membayangkan bahwa esok hari ketika dia tiba di rumah, dia akan bercerita kepada anak-anak tetangganya. Topik yang diminta anak-anak adalah “Apakah Sinterklas itu ada?” Namun kondisi cuaca memang tidak dapat ditebak. Pada pukul 20:10 pilot mengumumkan bahwa bandara Los Angeles berkabut tebal. Tidak mungkin mendarat disana. Maka kemudian pilot memutuskan untuk mendarat di kota Ontario, California. Bandara darurat dekat dengan Los Angeles. Akhirnya pukul 3:12 pagi tanggal 24 Desember barulah pesawat dapat mendarat dengan mulus namun enam jam terlambat dari rencana. Penumpang pesawat semua kelelahan, dan jengkel. William juga sudah kehilangan minatnya untuk membuat cerita tentang Sinterklas.

Bandara Ontario pagi itu benar-benar hiruk pikuk. Semua penerbangan yang menuju Los Angeles mendarat disitu. Ribuan penumpang tumpah ruah. Mereka ingin memberi kabar kepada keluarga mereka, tetapi kantor pos sudah tutup. Antrian di telepon umum mengular sangat panjang. Para pegawai bandara kecil itu juga jadi sibuk luar biasa. Kelelahan mulai bergayut di wajah orang-orang yang berkeliaran disitu. Segalanya jadi tampak serba salah. Kopor bertumpuk begitu saja tanpa peduli tujuannya. Banyak orang kebingungan tidak tahu bis mana yang harus diambil untuk melanjutkan perjalanan. Bayi dan anak-anak menangis kedinginan dan kelaparan. Orang saling dorong berdesak-desakan. Sungguh tidak dapat dipercaya William harus hadir di tempat seperti itu – sehari sebelum hari Natal tiba!

Di tengah-tengah semua kemelut itu, tiba-tiba terdengar suara yang lembut, tenang, dan penuh kasih. Suara itu terdengar seperti lonceng gereja yang menyegarkan jiwa yang kalut. Seperti air sejuk di tengah padang pasir. William segera menoleh. Nampak olehnya seorang yang sudah cukup tua. Pendek, dengan perut buncit. Memakai jaket merah dan sepatu boot. “Jangan kuatir bu, kita akan segera menemukan barang-barang ibu dan menemukan bis yang tepat menuju La Jolla. Anda tidak akan terlambat.” Demikian si pemilik suara itu menghibur seorang ibu yang kebingungan.

Pria tua itu lalu membantu wanita tadi mencari kopor-kopornya sambil mendorong semacam gerobak yang cukup besar. Di dalam gerobak itu banyak terdapat barang-barang untuk dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Ada selimut, sarung tangan, susu hangat bahkan kopi panas. Ketika kopor perempuan itu sudah ditemukan, pria tua itu mengantarkan ke tempat bis, menyalami lalu melambaikan tangan. “Selamat Natal!” teriaknya. Ketika dia kembali, dia membagi-bagikan kopi panas kepada orang-orang disekitarnya yang nampak kedinginan. Williampun akhirnya membantu. Memberikan susu kepada anak yang kelaparan, menyelimuti anak yang tertidur di bangku panjang, membagikan permen coklat untuk menenangkan anak-anak dan banyak kegiatan lainnya.

Kris Kringle. Itulah nama si bapak tua. Dia begitu cekatan membantu banyak orang. Dia memang selalu di bandara itu ketika liburan musim dingin tiba. Bandara selalu dipenuhi orang yang kebingungan, kelaparan, kedinginan. Anak yang terlepas dari orang tuanya, bayi menangis dan banyak kesusahan lain. Kris Kringle selalu hadir, membantu, menghibur, menenangkan.

Ketika William sudah sampai waktunya untuk naik bis menuju Los Angeles, dia sempatkan diri berpamitan dengan pak tua Kris. Melambaikan tangan sambil berteriak “Selamat Natal bapak!! Sampai jumpa lagi!!” William tidak perlu lagi mengarang cerita untuk anak-anak tetangganya. William tidak perlu lagi menjawab pertanyaan “Apakah Sinterklas itu ada?” William sudah bertemu dengannya. Sinterklas ada dimana-mana. Mungkinkah salah satunya adalah kita?

26. Menyikapi Kepedihan

Bagian dari kisah Natal versi Matius mengenai pembunuhan bayi-bayi berumur 2 tahun ke bawah adalah bagian yang sulit untuk dimengerti. Seperti dicatat oleh Matius “ Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi."”

Mengapakah sukacita kelahiran sang Juru Selamat harus dikontraskan dengan pembunuhan bayi? Mengapakah sukacita para Majus harus diiringi oleh tangisan ibu-ibu yang kehilangan anaknya? Apakah kejadian pembunuhan ini benar-benar terjadi? Yosefus, seorang ahli sejarah tidak pernah mencatat adanya kejadian pembunuhan bayi. Tetapi melihat kejadiannya, memang cocok dengan pribadi Herodes, seperti yang sudah saya uraikan di tulisan terdahulu berjudul Herodes. Ada kemungkinan sejarah memang tidak mencatat pembunuhan bayi karena bukan sebuah peristiwa luar biasa waktu itu. Betlehem adalah kota kecil. Penduduknya juga sangat sedikit. Sehingga waktu itu, bayi yang berumur 2 tahun ke bawah tidaklah banyak. Barangkali tidak lebih dari 20 anak, sehingga memang tidak masuk dalam catatan sejarah. Akan tetapi Matius mencatatnya. Dan pasti ada maksudnya.

Kuncinya barangkali ada pada kutipan dari Yeremia 31:15. Kejadian yang dikutip itu adalah perjalan bangsa Isreal menuju Babel ketika pembuangan terjadi. Rachel dianggap sebagai ibu bangsa Israel. Rachel dikuburkan di Rama, di pinggir jalan menuju Betlehem. Oleh karena itu, dibayangkan bahwa Rachel menangis dari dalam kubur melihat anak-anaknya berjalan menuju Babel untuk dibuang. Bagian inilah yang dikutip oleh Matius untuk melengkapi ceritanya. Namun sebetulnya cerita itu belum selesai. Sengaja atau tidak sengaja Matius tidak meneruskan ayat yang ke 16 dan ke 17. Nampaknya disitulah intinya. Yeremia 31:16-17 itu berbunyi : “Beginilah firman TUHAN: Cegahlah suaramu dari menangis, dan matamu dari mencucurkan air mata, sebab untuk jerih payahmu ada ganjaran, demikianlah firman TUHAN; mereka akan kembali dari negeri musuh. Masih ada harapan untuk hari depanmu, demikianlah firman TUHAN: anak-anak akan kembali ke daerah mereka.” Masih ada harapan. Kelahiran Kristus selalu membawa pengharapan baru. Ketika dunia ditutupi kegelapan, cahaya terang bayi mungil Yesus Kristus membawa pengharapan. Hati yang beku dilunakkan. Mata yang buta dicelikkan. Orang yang lumpuh mampu berjalan. Dan mereka yang seolah tanpa pengharapan, penjahat seumur hidup, tergantung di kayu salib pun akhirnya tinggal bersama-sama dengan Yesus di dalam Firdaus.

*****

Ketika bencana tanah longsor menimpa Papua Barat, Wasior, banyak korban yang meninggal dunia. Sulit mencapai daerah itu, dari kota pelabuhan terdekat. Namun, disitu ada seorang muda dengan perahunya. Katakanlah namanya Antonius. Dengan setia dia mengantarkan orang-orang yang hendak membantu ke daerah Wasior. Biayanya sangat murah. Cukup biaya bensin pergi pulang saja. Kapan saja, setiap saat Antonius bersedia berangkat. Ketika Antonius ditanya, kenapa dia mau membaktikan diri seperti itu? Dia menjawab, “Karena aku bagian dari mereka yang selamat.” Orang tua, saudara dan kerabatnya semua meninggal dalam musiah itu. Hanya dia sendirian yang selamat karena sedang berada di luar kota. Itulah cara Antonius menyikapi kepedihan hatinya. Bukan dengan diam dan meratap, tetapi dengan berbuat sesuatu untuk sesamanya. Dengan berbuat seperti itu, hidupnya jadi berarti. Cahaya harapan tetap menjelang.

Kisah bencana pembunuhan bayi yang menyertai kelahiran Kristus tidak perlu disikapi dengan kesedihan dan keheranan. Ada pelajaran disana agar kita selalu melihat, dan berbuat sesuatu sebab hidup itu anugerah.

25. Emas, Kemenyan dan Mur

Emas, kemenyan dan mur adalah tiga benda yang dibawa oleh para Majus untuk dipersembahkan kepada bayi Yesus. Karena tiga benda inilah orang sering mengatakan bahwa para Majus yang datang ke tempat kelahiran Yesus ada tiga orang. Tulisan ini tidak hendak membahas jumlah para Majus, namun akan menyoroti tiga benda pemberian para Majus itu. Benda-benda itu, ternyata dapat mewakili keberadaan Yesus sendiri.

Emas adalah pemberian untuk para raja. Pada zaman itu, seorang raja tidak mungkin dapat ditemui tanpa membawa berbagai macam pemberian. Emas adalah yang paling cocok. Emas adalah raja dari segala logam. Maka pemberian emas adalah pemberian terhormat dan tepat untuk seorang raja. Emas dipersembahkan kepada bayi Yesus. Jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang Raja. Ia adalah penguasa Kerajaan Allah. Namun, Raja ini tidak memerintah dengan menggunakan pasukan, tetapi menggunakan bahasa kasih. Raja ini tidak memerintah dari atas tahta kerajaan, namun dari atas kayu salib. Raja ini memerintah dengan merendahkan diri, mengorbankan diri demi rakyat Kerajaan-Nya.

Kemenyan adalah pewangian yang digunakan didalam upacara-upacara gerejawi. Misalnya ketika persembahan diberikan, maka imam berdoa sambil membakar wewangian berupa kemenyan ini. Kemenyan hanya digunakan oleh para imam. Tradisi ini masih dijalankan di kalangan gereja Katolik. Persembahan kemenyan kepada bayi Yesus hendak menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang Imam. Imam yang Agung. Tugas imam adalah menjadi perantara antara umat dan Allah. Imam menjadi penengah. Maka Yesus sebagai Imam Agung pun demikian. Dia membangun jembatan – hubungan baru dengan Sang Bapa. Bahkan Yesus sendirilah jembatan itu. Melalui Yesus hubungan manusia – Allah yang pernah putus di zaman Adam dan Hawa dipulihkan. Melalui Yesus manusia dapat menghampiri Allah, yang kemudian dipanggil Bapa.

Mur adalah persembahan bagi orang yang akan meninggal. Mur digunakan untuk membalsem jenazah agar tidak cepat membusuk. Mur yang dipersembahkan kepada bayi Yesus menunjukkan bahwa kelak Yesus akan mati juga untuk manusia. Dengan demikian lengkaplah penggambaran akan bayi Yesus. Dia adalah seorang Raja yang memerintah dengan kasih, Dia adalah seorang Imam yang menjadi pengantara manusia dan Allah, Dia juga yang akhirnya mati bagi seluruh umat manusia. Yesus datang ke dunia untuk hidup bagi manusia, bersama manusia – namun akhirnya Dia juga mati untuk manusia.

Pemberian-pemberian para Majus telah menggambarkan perjalanan hidup yang akan dilalui oleh Yesus. Walaupun baru saja dilahirkan, namun kemana arah hidupnya sudah ditentukan dengan pasti. Ia tidak melawan kehendak Bapa-Nya. Ia setia, bahkan setia sampai di kayu salib.

Dalam merayakan dan mengingat kembali kelahiran sang Bayi Kristus, baiklah kita juga mengingat apa yang hendak Dia kerjakan dalam kehidupan. Sebab kelahiran-Nya tanpa kematian dan kebangkitan-Nya adalah hal yang sia-sia. Tanpa kebangkitan Ia akan menjadi seperti manusia biasa pada umumnya. Yang kelahirannya dirayakan – sebentar, sesaat – lalu dilupakan.

Sunday 19 December 2010

24. Artaban

Dalam tulisan berjudul Kelirumologi Natal, dikatakan bahwa sebenarnya orang Majus yang datang mengunjungi bayi Yesus belum tentu tiga orang. Hanya dikatakan “orang-orang Majus” itu saja, walaupun persembahan yang diberikan seolah-olah diserahkan oleh tiga orang: emas, kemenyan dan mur. Namun, baiklah kita beranggapan bahwa benar orang Majus yang datang adalah bertiga, mereka bernama Caspar, Melchior dan Balthasar. Artaban adalah orang Majus yang keempat.

Ketika Artaban dan kawan-kawannya mengetahui bahwa ada seorang Raja besar akan dilahirkan, tanpa ragu ia menjual semua harta bendanya dan kemudian dia membeli sebuah batu saphir yang sangat indah, sebuah batu ruby yang luar biasa bagus, dan terakhir dia membeli sebutir mutiara yang putih kemilau. Artaban sudah membuat janji dengan ketiga temannya untuk bertemu di suatu tempat. Caspar, Melchior dan Balthasar sudah mengatakan dengan tegas, kalau Artaban sampai terlambat semenit saja, mereka akan pergi meninggalkan Artaban sendiri. Artaban setuju.

Ketika sudah hampir tiba waktu perjanjian, berjalanlah Artaban menuju tempat yang sudah disepakati. Namun di tengah jalan, Artaban mendapati seorang yang sakit parah. Rupanya dia bekas dirampok dan dipukuli orang. Hati Artaban bergolak. Menolong artinya terlambat, tidak menolong, hatinya tidak sampai. Akhirnya dia memutuskan untuk menolong orang itu. Bahkan dia menjual permata saphirnya yang sangat indah. Artaban menggunakan uang hasil penjualan itu untuk mengobati orang yang sakit, mengantarkan ke sebuah penginapan, dan untuk dia sendiri membeli seekor unta agar dapat mengejar ketinggalan teman-temannya. Sedih hatinya karena batu permata yang hendak dia persembahkan kepada sang Raja berkurang satu.

Walaupun sudah berusaha mengejar ketinggalannya, ternyata ketiga temannya sudah sangat jauh. Ketika Artaban sampai di Betlehem pun ketiga temannya sudah pulang kembali. Bayi yang baru lahir sebagai Raja besar pun tidak ada lagi. Malahan Artaban menyaksikan kejadian yang luar biasa menyesakkan dada di sana. Raja Herodes sedang memerintahkan pasukannya untuk membunuh semua bayi yang berumur 2 tahun ke bawah. Di rumah tempat Artaban menginap pun ada seorang bayi yang terus-menerus menangis. Ibunya sudah berusaha menenangkan agar suara tangisan bayi tidak terdengar oleh pasukan Herodes. Gagal. Pasukan itu masuk ke rumah dan berusaha merampas sang bayi. Tak kuasa bertahan sang ibu menangis tersedu-sedu. Melihat kejadian itu, Artaban maju dan menawarkan satu batu permata rubynya sebagai pengganti nyawa bayi itu. Pasukan Herodes setuju dan mengembalikan si bayi kepada ibunya.

Sekarang Artaban tinggal memiliki sebuah mutiara. Tidak apa, pikirnya. Sebuah mutiara juga cukup berharga untuk diberikan kepada sang Raja. Tetapi di mana? Tiga puluh tahun Artaban terus berputar, berkeliling mencari-cari Raja Mulia itu. Sampai suatu saat dia mendengar bahwa Raja itu akan disalibkan di bukit Golgota. Bergegas Artaban mencari tahu di mana tempat itu. Satu mutiara barangkali dapat menyelamatkan nyawa Raja itu, pikir Artaban. Dengan setengah berlari Artaban menuju ke arah Golgota, namun di tengah jalan dia melihat seorang anak perempuan menangis dengan keras. “Apa yang terjadi?” Artaban bertanya. “Ayah saya berhutang kepada orang itu,” kata anak itu sambil menunjuk kepada seorang pendek gemuk bermuka lebar dengan beberapa pengawalnya. “Saya hendak dijual sebagai budak, karena ayah saya tidak dapat membayar semua hutangnya.” Dengan terisak anak perempuan itu bertutur. Sekali lagi hati Artaban berkecamuk. Mutiara tinggal satu. Untuk menyelamatkan sang Raja, atau anak ini? Artaban yang sudah cukup tua sekarang, berpikir sejenak. Anak ini masih sangat kecil. Dia harus diselamatkan. Maka diserahkanlah mutiara kepada orang pendek gemuk dengan muka lebar itu sebagai ganti si anak perempuan. Begitu mutiara itu menyentuh tangan orang pendek gemuk itu, terjadilah gempa bumi yang hebat. Langit menjadi gelap. Artaban terjatuh, nafasnya tersengal. Tidak ada lagi batu yang dapat dia berikan kepada sang Raja. Tanpa terasa air mata mulai membasahi ujung matanya. Artaban kecewa. Hidupnya terasa gagal. Dia akan meninggalkan dunia ini tanpa bertemu dengan sang Raja, tanpa dapat memberikan apa-apa. Pandangannya mulai kabur. Segala yang dia lihat tampak berwarna putih. Tiba-tiba muncul cahaya bersinar sangat terang. Sayup-sayup dia mendengar suara “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Artaban menghembuskan nafasnya. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman. Ketiga hadiahnya telah sampai ke tangan sang Raja.

23. Herodes

Herodes adalah contoh manusia yang penuh kepalsuan. Alkitab hanya mencatat sisi gelap dari sosok manusia ini. Namun sejarah mencatat dengan lebih lengkap. Ada beberapa hal “baik” yang Herodes lakukan, namun tetap berujung pada kegelapan. Karena kebaikannya itulah maka Herodes kemudian mendapat gelar Herodes yang Agung. Apa yang dia lakukan? Beberapa hal dapat dirinci sebagai berikut. Ia satu-satunya penguasa yang dapat memulihkan kedamaian dan tata tertib dan ketenteraman hidup. Ia adalah bapak pembangunan. Ia juga yang kemudian membangun kembali Bait Suci di Yerusalem. Ia bisa bersikap sangat murah hati. Pada waktu kondisi ekonomi sulit, ia memberikan keringanan pajak. Bahkan pada waktu bahaya kelaparan menyerang pada tahun 25 sM, Herodes menjual emas-emasnya untuk membeli bahan makanan dan dibagikan kepada rakyatnya. Baik bukan? Ya. Namun dibalik semua itu, ada sisi kegelapan. Semua kebaikan yang Herodes lakukan boleh jadi hanya semacam iming-iming agar rakyat senang kepadanya. Kenyataannya demikian. Maka kekuasaan Herodes makin lama makin besar dan meluas. Dia berkuasa cukup lama di tanah Kanaan.

Semakin tua Herodes, semakin tampak aslinya. Dia adalah seorang yang sangat keras dan kejam. Disamping itu, dia adalah seorang yang penuh rasa curiga. Siapa saja yang dicurigai akan mengguncangkan kekuasaannya pasti akan habis dibunuh. Bayangkan. Herodes tidak segan-segan membunuh isterinya sendiri yang bernama Mariamne, beserta ibunya yang bernama Alexandra. Anaknya yang tertua bernama Antipater juga dibunuh, juga dua orang anaknya yang lain yang bernama Alexander dan Aristobulus. Kaisar Agustus di Roma sampai berkata getir, bahwa lebih baik menjadi babi milik Herodes daripada menjadi anaknya.

Dengan sifat-sifat seperti itu, tidak heran kalau kemudian dia terkejut mendengar kabar bahwa ada Raja yang akan dilahirkan di tanah Yudea. Maka kepalsuannya kembali muncul. Dengan berpura-pura ingin menyembah sang Raja Mungil, dia bertanya dengan teliti kepada para Majus. Tidak heran juga jika kemudian Herodes memerintahkan membunuh semua bayi berumur 2 tahun ke bawah karena tidak berhasil menemukan bayi Yesus Kristus.

Sesungguhnya kepalsuan adalah hal yang sangat dibenci oleh Tuhan. Yesaya pernah mencatat "Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?" firman TUHAN; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya. Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah.” (Yesaya 1:11-15).

Marilah hilangkan segala kepalsuan. Marilah hidup dalam kebenaran. Berkata benar dan terus terang terkadang memang terasa lebih menyakitkan, namun juga memperjelas persoalan. Berkatalah ya untuk yang ya dan tidak untuk yang tidak. Kepalsuan bukan hanya membingungkan orang lain, tetapi juga membunuh diri sendiri.

Thursday 16 December 2010

22. Betlehem

Nabi Mikha yang hidup sekitar tahun 700 sM, pernah menyatakan tempat kelahiran Sang Juru Selamat: “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mikha 5:1). Seperti apa sebetulnya kota Betlehem itu? Mengapa dia dikatakan kota yang kecil? Saya belum pernah kesana, tetapi petunjuk yang dituliskan oleh William Barclay di bawah ini cukup memberikan gambaran keadaan dan kondisi kota Betlehem.

“Betlehem adalah sebuah kota kecil, kira-kira 9 km di sebelah selatan Yerusalem. Pada zaman dahulu Betlehem juga disebut Efrat atau Efrata. Namun Betlehem sendiri berarti Rumah Roti. Betlehem terletak di daerah yang subur, cocok dengan namanya. Betlehem terletak di atas sebuah punggung bukit, yang tingginya kurang lebih 800 meter. Bukit itu dikelilingi oleh bukit-bukit yang lain yang lebih tinggi, sehingga kota Betlehem nampak seperti sebuah kota di tengah-tengah suatu stadion besar.

Betlehem mempunyai sejarah yang panjang. Di kota Betlehemlah Yakub mengubur Rachel isterinya dan mendirikan sebuah tiang batu peringatan di samping kuburan itu (Kej. 48:7; 35:20). Di kota Betlehem juga Rut hidup ketika menikah dengan Boas (Rut 1:22). Dan dari Betlehem juga Rut dapat melihat negeri Moab, tanah airnya di sebelah lembah Yordan. Di atas semuanya itu Betlehem adalah rumah dan kota Daud (1 Sam 16:1;17:12; 20:6). Dan air sumur kota Betlehem itu lah yang didambakan oleh Daud yang kehausan, ketika ia dikejar-kejar dan menjadi orang pelarian di bukit-bukit (2 Sam 23:14,15).

Itulah gambaran kota kelahiran Yesus Kristus. Masing-masing kita tentu memiliki kota kelahirannya. Saya lahir di Semarang, isteri saya lahir di Bandung dan anak saya lahir di Jakarta. Tetapi masing-masing kita tidak ada yang lahir di sebuah kandang binatang seperti Yesus. Kondisi rumah di Betlehem pada zaman itu jauh dari kondisi rumah sekarang. Pada waktu itu, rumah-rumah dibuat di lereng-lereng bukit kapur dan di bagian bawahnya dibuat semacam gua yang juga berfungsi sebagai kandang hewan. Disitulah Yesus dilahirkan. Gua tersebut menggambarkan kesediaan Kristus untuk merendahkan diri di hadapan manusia, demi keselamatan kita semua. Akankah kita bermegah karena karya keselamatan yang seperti itu? Akankah kita sekarang ini mengingat dan memperingati hari kelahiran-Nya dengan sikap angkuh dan congkak? Harapannya tentu tidak. Semoga tidak. Kesediaan Kristus merendahkan diri patut menjadi contoh bagi kita untuk melakukan hal yang serupa. Ketika banyak orang menderita karena kemiskinan yang menekan dan banyaknya bencana alam, Merapi, Wasior, Mentawai…marilah kita bersama merayakan kelahiran-Nya dengan penuh kesederhanaan.

Hai kota mungil Betlehem, betapa kau senyap;
Bintang di langit cemerlang melihat kau lelap.
Namun di lorong g’lapmu bersinar Trang baka:
Harapanmu dan doamu kini terkabullah.

Ya Yesus, Anak Betlehem, kunjungi kami pun;
Sucikanlah, masukkanlah yang mau menyambut-Mu,
Telah kami dengarkan Berita mulia:
Kau beserta manusia kekal selamanya.
(KJ 94:1,4)

Wednesday 15 December 2010

21. An Act of Love

Christmas is an act of love. Do you realize that? I think so. When God promised to save His people, He sent His only Son to come. Why? Because He loves us. He is then willing to sacrifice His Son on behalf of our sin. This is an act of love. Love must be acted. Without action love is just a word. Nothing. No meaning at all. In a couple of days, I found a teenager…probably a young adult wrote a poem. When you have finished reading it through, you can understand why love should be followed with actions to be understood, to be meaningful.

I should have been asking these to you
How is your day?
How have you been?
Right now I am looking at your photograph
asking these stupid questions and wondering what will be your answer to me
but I have noticed it
yeah, you should have another man to say it for you

someone who cheers you up in times you cry
someone who gives you his shoulder when you cry
someone who never let go off your arms
someone who replies to your messages
someone who picks up your calls
someone who does what I have never done before

I pray hopelessly that you will be happy
Watching you day by day
Truthfully, I spoke to myself that you were happy
Honestly, I struggle to pretend that I was okay

Truly, I do care for you
but I never say it..

Now, it is almost christmas time. We understand His love for us so that He sent His Son. Every Sunday, every day we say that we love Him. Through this love we love our friends, other people of the same or different race, age, sex. What have we done to show that love? Words are not enough. Actions are necessary. Say it , show it, do it.

Let’s pray.
O my God, I love you above all things, with my whole heart and soul, because you are all-good and worthy of all love. I love my neighbor as myself for the love of you. I forgive all who have injured me, and I ask pardon of all whom I have injured.
http://www.ourcatholicprayers.com/act-of-love.html

Tuesday 14 December 2010

20. Palungan yang Kosong

Tahun 2009 lalu, seorang pegiat lingkungan di gereja kami membuat palungan dari botol-botol plastik bekas. Seribu enam ratus lima puluh-an botol plastik digunakan untuk membuat palungan itu. Saya sempat mengambil beberapa foto palungan kosong itu. Entah kenapa saya tidak merasa aneh, sebuah palungan kosong. Berhiaskan dedauan, namun tanpa ternak. Tidak ada Maria dan Yusuf, tidak ada bayi Yesus di dalamnya. Namun demikian, warna putih dan lekak lekuk botol tertimpa cahaya lampu tampak berbinar-binar indah. Bak bintang-bintang berkerlap-kerlip di langit Bekasi.

Saya kemudian teringat sebuah cerita dalam salah satu buku Chicken Soup. Seorang pemuda sedang berbelanja untuk hari Natal ketika tiba-tiba mendengar seorang anak berpakaian lusuh dan compang-camping berkata kepada ibunya, “Bayi ini cantik sekali ma. Beli ya?” Sementara ibunya yang tidak kalah lusuh dan kumal pakaiannya tanpa menoleh segera berteriak, “Cepat letakkan boneka itu! Atau mama pukul kamu nanti.” Ketika anaknya tidak bergeming dan terus bermain-main dengan boneka Yesus itu, maka sang ibu segera menghampiri. Suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Sepi. Tidak ada teriakan ibu, tidak ada tangisan anak. Tidak ada suara pukulan ibu kepada anak gadisnya. Sebentar kemudian suara isakan ibu itu mulai terdengar perlahan. “Maafkan ibu nak. Ibu tidak punya cukup uang untuk membelinya. Kita masih memerlukan banyak barang untuk melewati musim dingin ini.” Ibunya memeluk anaknya dengan erat. Sang anak tidak ketinggalan segera melingkarkan lengannya di leher ibunya. “Tidak apa mama. Mama tidak usah menangis. Saya sudah tidak menginginkan boneka Yesus itu lagi. Lihat ma. Boneka itu sudah saya taruh lagi di tempatnya. Lihat ma. Jangan menangis lagi ma. Guru sekolah Minggu juga sering mengajarkan bahwa Yesus sesungguhnya ada dalam hati kita semua. Tidak perlu saya membawa boneka itu.”

Ketika ibu dan anak itu mulai berjalan pergi, pemuda yang dari tadi memperhatikan kejadian itu segera mengambil boneka Yesus, berikut palungannya. Dibayarnya semua hiasan Natal itu. Segera dia berikan boneka Yesus itu kepada anak perempuan lusuh tadi. Sementara palungan kosong dia bawa pulang. Ya. Palungan kosong. Tidak apa-apa Yesus tidak ada dalam palungan tersebut. Yesus ada dalam hati kita semua.

Bagaimana dengan diri kita masing-masing? Apakah palungan hati kita siap menerima bayi Yesus? Dia yang telah datang ke dalam dunia ini menunggu dan mengetuk pintu hati kita. Ketika kita membukakan pintu itu, maka Dia akan duduk makan bersama-sama dengan kita. Mari Yesus, masuklah. Kami menunggu-Mu.

Apa engkau sedia tempat,
Bagi Juru Slamatmu,
Yang ketuk dan minta masuk
Maukah sambut Tuhanmu
Tempat untuk Raja Damai
Skarang turut printah-Nya
Bukalah pintu hatimu
Sambutlah Penebusmu

Monday 13 December 2010

19. Para Gembala, Para Malaikat

Hanya Lukas yang mencatat mengenai gembala dan nyanyian para malaikat. Oleh karena itu menjadi menarik bagi kita untuk menyimak dan berusaha mencari tahu apa maksud Lukas sebetulnya. Dengan demikian, kisah ini tidak menjadi kisah yang mati, namun hidup karena pemaknaannya masuk dalam hati kita masing-masing.

Gembala adalah bagian dari masyarakat yang dianggap rendah pada waktu itu. Para gembala tidak mampu mengikuti ritual ibadah dengan mendetil dan baik. Oleh karena itu, para gembala bukanlah orang-orang yang terhormat. Mereka orang biasa, dan hidup hanya dari menggembala saja. Tidak ada istimewanya. Tidak memerlukan kemampuan dan kepandaian khusus.

Namun demikian, rupanya para gembala yang dicatat oleh Lukas ini adalah gembala khusus. Seperti diketahui bahwa setiap hari, pagi dan petang, selalu dipersembahkan seekor domba tanpa noda. Nah, para gemala inilah yang ditugasi untuk menjaga domba-domba tersebut. Merekalah yang kemudian pertama kali mendapat kabar dari para malaikat mengenai kedatangan, kelahiran sang Anak Domba Allah.

Kebiasaan Yahudi waktu itu ketika ada kelahiran bayi, para pemain musik lokal datang ke rumah itu dan menyanyikan lagu-lagu dengan peralatan yang sederhana. Musik dan nyanyian itu telah digantikan oleh para malaikat. Sungguh memikat. Lukas menyatukan keduanya.

*****

Dulu ada sebuah legenda seorang raja yang ingin melihat dengan mata kepala sendiri kondisi rakyatnya. Oleh karena itu, pada waktu-waktu tertentu dia keluar dari istananya dan mengenakan pakaian rakyat jelata. Berjalan-jalan ke pasar, ke kampung-kampung penduduk. Hal ini memang membuat para pengawal khawatir akan keselamatan raja tersebut. Namun, dengan tindakannya itu, raja mengerti seperti apa keadaan rakyatnya, apa kebutuhan mereka, dan apa yang sebaiknya dilakukan untuk menolong mereka. Raja damai Yesus Kristus juga melakukan hal yang sama. Allah telah turun ke dunia. Inilah kejadian paling ajaib sepanjang sejarah. Bahwa Allah sendiri ingin mengenal dan mengetahui kehidupan kita manusia. Dia melakukannya. Dan dia mengenalnya dengan baik, karena Dia telah hidup bersama-sama sekaligus sama dengan kita manusia.



Malam kudus, sunyi senyap,
Kabar baik menggegap;
Bala sorga menyanyikannya,
Kaum gembala menyaksikannya;
“Lahir Raja Syalom,
Lahir Raja Syalom.”
(KJ 92:2)

Sunday 12 December 2010

18. Natal Anak

Natal tidak pernah lepas dari anak-anak. Bagaimana mungkin Natal tanpa anak-anak? Untuk siapa itu pohon Natal? Untuk siapa itu permen dengan bungkusnya yang indah luar biasa? Untuk siapa itu drama Natal dibuat di gereja? Natal tanpa anak-anak adalah Natal yang kering. Ya. Tentu saja. Natal sendiri pada hakekatnya memperingati Dia yang hadir dalam wujud bayi Kudus dalam palungan. Palungan yang kosong tanpa sang bayi Kudus akan sangat menggelikan. Tidak mengherankan kalau di sebuah surat kabar lokal di Amerika kemudian terbaca sebuah iklan sebagai berikut:

Apakah ada tempat di mana kami dapat meminjam seorang anak laki-laki kecil yang berusia tiga atau empat tahun untuk liburan Natal? Kami mempunyai rumah yang nyaman dan akan merawatnya dengan baik dan membawanya kembali dengan sehat walafiat. Kami dulu mempunyai seorang anak laki-laki kecil, tetapi ia tak dapat tetap bersama kami, sehingga kami amat merindukannya saat Natal tiba, - N. Muller.

Anak adalah sumber sukacita. Tidak heran juga bahwa Yesus dewasa begitu menyayangi anak-anak. Kerinduan seorang ayah yang menuliskan iklan baris itu dapat dimengerti. Selama paling tidak tiga tahun dia pernah bermain bersama, bergembira merayakan hari Natal. Namun karena sesuatu hal, dia terpaksa kehilangan anaknya. Segera keheningan menyelimuti suasa hati. Kesibukan barangkali dapat sedikit menangkal kesepian itu. Namun ketika liburan Natal tiba, ketika anak-anak libur sekolah dan bermain salju, ketika anak-anak bernyanyi bersama berkeliling kota….kepedihan itu datang kembali.

Berbahagialah keluarga yang masih memiliki anak-anak yang setia menemani. Namun, tetaplah bersukacita walaupun anak-anak tidak hadir di dalam kehidupan keluarga atau ketika anak-anak sudah menjadi besar. Ketika mereka juga memiliki keluarga mereka sendiri…. Bagaimanapun Anak kecil, Anak Kudus itu tetap ada. Dia setia dan tetap membawa sukacita ketika kita pun sudah mulai renta.



Hai, anak semua, cepat marilah!
Masukilah kandang dengan segera,
Dan lihatlah Bayi yang tidur nyenyak,
Tergolek di dalam palungan ternak.

Perhatikanlah wajah-Nya berseri,
Lembut bercahaya di malam sepi.
Meski dalam lampin,
Lebih mulia dibanding malaikat di sorga cerah.
(Puji Syukur 463)

17. Los Felidas

Buletin Mercusuar edisi 11, Desember 2009 memuat kisah dengan judul di atas. Kisah tersebut sudah lama beredar di intenet secara anonim. Tidak diketahui lagi siapa yang pertama kali menuliskan kisah tersebut. Kisah ini berusaha memotret kekumuhan dan kemiskinan yang kemudian coba dikontraskan dengan kemewahan bercampur kerinduan akan kasih sayang seorang anak terhadap ibunya. Latar belakang Natal membalut keseluruhan kisah tersebut.

Tidak ada yang tahu darimana asal ibu dan anak perempuannya yang masih sangat kecil itu. Mereka memang bukan penduduk situ. Suami ibu itu yang membawa mereka dan kemudian meninggalkannya berdua, berjuang untuk hidup di tempat paling kumuh di pojokan kota. Ketika uang simpanan sudah habis, sang ibu berusaha mencari pekerjaan serabutan sementara anaknya di tinggal dalam rumah dari kardus-kardus bekas. Berbalutkan kemiskinan dan kelaparan, beberapa pengemis lain menculik anak gadis itu. Membawanya pergi sangat jauh, mendandani dan menjualnya kepada sebuah keluarga kaya raya yang tidak dapat mempunyai anak.

Anak kecil kumuh itu kemudian diberi nama Serafonna. Dia tumbuh besar dan sehat. Hidupnya berkelimpahan dengan harta dan kasih sayang orang tua asuhnya. Tidak terasa, dua puluh lima tahun sudah berlalu. Kini anak itu sudah dewasa, dan menikah dengan gubernur di daerah itu. Kehidupannya semakin gemilang. Namun suatu hari, ketika orang tua asuhnya meninggal, dia melihat sebuah foto kumal. Foto bayi dengan anting-anting sebelah kiri. Ingatannya mulai bergulir ke masa-masa 25 tahun yang lalu. Dia mulai mencocokkan anting di foto itu dengan koleksi pribadi yang sudah lama tidak pernah disentuhnya. Cocok. Bayi dalam foto itu adalah dirinya. Lalu siapa orang tua aslinya? Siapa ibunya? Gelegar dan gejolak hati yang membahana membuat Serafonna mengajukan permintaan yang luar biasa kepada suaminya. Sebarkan berita ke seluruh penjuru kota untuk mencari ibunya. Berhari-hari tidak ada kabar apa-apa. Ketika Serafonna sudah mulai putus asa, tiba-tiba telpon berdering. Ada harapan. Ada orang yang melihat wujud seorang ibu seperti yang Serafonna pernah gambarkan.

Rombongan gubernur beserta polisi dan ambulan beriringan menuju daerah yang ditunjuk. Sebuah daerah di ujung kota, di ujung jalan. Tempat yang sangat-sangat kumuh. Bau menyengat di mana-mana. Diujung jalan di tengah tumpukan sampah nampak seorang ibu tua yang sudah sekarat. Tidak bergerak namun masih hidup. Serafonna mendekat coba memastikan. Mama….begitu bisiknya. Orang tua itu sedikit bergerak. Serafonna segera memperlihatkan anting-anting kiri yang dia miliki. Nampak berusaha tersenyum sang ibu membuka tangannya. Anting-anting kanan yang sudah menghitam. Dua puluh lima tahun sang ibu mencari anaknya. Antara gila dan waras dia tak pernah berhenti berdoa untuk kebahagiaan dan kesejahteraan hidup anaknya. Mama…!!! Tanpa ragu dan jijik Serafonna memeluk orang tua itu. Diletakkannya kepalanya ke dada ibunya. Dada yang dia ingat memberikan kehangatan di hari-hari musim dingin bulan Desember. Dada yang selalu dia rindukan selama ini. Mama…jangan pergi ma….
Namun degub jantung yang sempat menguat itu akhirnya melemah dan diam. Ibu itu telah pergi dengan tenang di bawah siraman salju lembut putih bak kapas. Senyum membayang di bibirnya. Penantiannya selama seperempat abad telah membawa hasil. Langit bulan Desember menjadi saksi. Allah yang hadir dalam bentuk bayi Kudus telah mengantarkan anaknya kembali. Jalan di mana ibu itu tinggal adalah Los Felidas.

Los Felidas ada di mana-mana. Bertahun-tahun lalu saya dan keluarga juga pernah membagikan nasi bungkus kepada mereka-mereka yang sangat miskin. Malam menjelang Natal yang sangat dingin tidak menghalangi hati kami yang membara bersama dengan Roh-Nya menjenguk mereka yang terpuruk, di emperan toko, di pinggir-pinggir rel kereta api Bekasi.

Saturday 11 December 2010

16. Maafkan Aku

Pagi ini aku berangkat ke sekolah dengan hati yang lebih gembira. Dengan berjalan setengah berlari dan melompat-lompat aku menuju mobil papaku yang sudah menunggu. Sekolahku memang cukup jauh sehingga tiap pagi mesti diantar oleh papaku. Kalau pulang biasanya aku pulang sendiri pakai bus kota, atau nebeng teman yang searah. Baru kemudian naik angkot dan ojeg sampai ke rumah. Hari ini tanggal satu Desember. Berarti hari Natal sudah dekat. Oleh karena itulah hatiku jadi gembira. Ya…Natal selalu membuatku gembira. Ada lagu-lagu indah, ada drama-drama Natal, ada pohon Natal dan hiasannya yang bagus-bagus, dan yang paling penting ada hadiah Natal. Hadiah dari mana-mana. Mulai dari toko di dekat rumah, dari sekolah, dari gereja dan juga dari orang tuaku sendiri. Kadang hadiahnya lebih bagus dan menarik daripada hadiah di hari ulang tahunku. Memang aneh ya. Yang dirayakan kelahirannya adalah Yesus, tetapi aku yang dapat hadiahnya. Hehehe….terima kasih Yesus.

***

Tidak terasa tibalah hari terakhir sekolahku. Liburan Natal segera tiba. Hari-hari bahagiapun sudah menanti di depan mata. Segera aku berlari menuju ke halte bus untuk menunggu bus kota yang biasa membawaku ke Bekasi tempat aku tinggal. Biasanya begitu aku masuk dan duduk di bus langsung melayang tertidur. Pernah satu kali sampai HP ku hilang diambil orang tanpa aku rasakan. Setiap kali aku tertidur dalam bus, selalu saja ada pengamen yang bernyanyi dan berjalan kesana-kemari. Sering aku jadi sebel kepada pengamen itu. Huh….mengganggu saja. Tidurku jadi tidak nyenyak bila pengamen itu ada. Namun kali ini lain. Karena hatiku begitu gembira, maka aku tidak tertidur. Dengan mata lebar aku melihat-lihat seklilingku. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara orang tepat di depanku. “Mau lagu apa dik?” Ah…rupanya sang pengamen itu. Kurang ajar. Sampai bikin aku kaget setengah mati. Aku diamkan pertanyaannya. Aku menoleh ke arah lain.

Ketika aku sedang melihat-lihat lagi ke luar jendela bus, hai….pengamen itu menyanyikan lagu-lagu Natal. Aneh rasanya ada pengamen menyanyi lagu Natal. Tapi betul. Sudah dua lagu dia nyanyikan. Pertama Malam Kudus, dan yang ke dua Santa Clause is Coming to Town. “Natal segera tiba. Yesus segera lahir. Siapa akan menyambut dia?” Seperti pengkhotbah saja si pengamen itu berteriak-teriak. Aku mulai sebel. Hatiku memang pada Natal tetapi bukan untuk si bayi. Seperti membaca perasaanku, si pengamen itu malah mendekati tempat dudukku. “Mau pesan lagu, dik? Yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris juga oke.” katanya. Huh…tidak mau. Mending cepat sampai di rumah. “Kok menyambut Yesus cemberut begitu? Emang kenapa? Gak senang Yesus datang? Atau hati dan pikiranmu sudah penuh dengan yang lain?” Aaaaah….sok teu. Walaupun aku berusaha mengelak dan tidak mendengarkan ucapannya, hatiku tersentak juga. Ada benarnya omongan si pengamen itu. Hati dan pikiranku ada pada yang lain. Hadiah! Aku tidak mengharapkan Yesus. Aku lebih mengharapkan hadiah dan gemerlapnya Natal bersama teman-temanku. Ya ampun. Kenapa aku jadi berpikiran konyol begini? Tidak! Yang paling indah di hari Natal tetap hadiah dan segala gembiraannya. Aku berusaha memejamkan mata dan tertidur.

Dalam tidurku aku bermimpi. Sebuah mimpi yang aneh. Aku merasa seperti dibawa terbang menuju ke gereja. Disana sudah banyak orang menungguku. Suasananya sangat menggembirakan. Lampu kerlap-kerlip pohon Natal menyala dengan indah. Lagu-lagu Natal diputar dengan suara yang keras. Orang-orang menari gembira. Mereka saling mengucap selamat Natal dan bertukar hadiah. Ah….aku mau ikut. Aku mau menikmati kegembiraan yang sama. Tiba-tiba ketika aku mendarat di lantai gereja, semua sudah berubah. Lampu-lampu itu semua mati. Pohon Natal belum dihiasi. Tidak ada lagu-lagu, tidak ada orang-orang menari. Tidak ada hadiah Natal! Sunyi. Perlahan aku berjalan masuk ke dalam gereja. Hiasan satu-satunya yang sudah terpasang adalah palungan dengan bayi Yesus. Di dekatnya ada Maria dan Yusuf, beserta beberapa gembala. Wajah Yesus nampak bercahaya. Eh….dia tersenyum kepadaku. Aku jadi teringat omongan si pengamen di bus. Aku tertunduk malu. Maafkan aku ya Yesus. Hatiku tertutup untukMu. Hati dan pikiranku terlalu penuh dengan hadiah dan sukacita Natal milikku sendiri.

Aku terbangun ketika kondektur bus mencolek pundakku untuk meminta bayaran. Segera kucari si pengamen tadi. Rupanya dia ada tepat di belakangku. Sambil tersenyum dia berkata, “Sekarang sudah siap?” Kali ini aku tersenyum. Dan pengamen itu segera membalikkan badan dan berlalu. Sayup-sayup di kejauhan aku mendengar dia menyanyikan satu lagu….Apa engkau sedia tempat; Bagi Juru Slamatmu; Yang ketuk dan minta masuk; Maukah sambut Tuhanmu……..(9/11/2008)

Thursday 9 December 2010

15. Lonceng

Lonceng memiliki arti yang cukup dalam bagi diri saya pribadi. Dulu sewaktu masih kecil, di dekat rumah saya di Semarang ada sebuah gereja dengan menara yang sangat tinggi. Di ujung menara itu ada sebuah lonceng gereja. Lonceng itu akan berbunyi sebagai penunjuk waktu. Pagi hari jam enam, kemudian siang hari jam dua belas, dan petang hari jam enam. Saat itu, di rumah kami tidak ada jam dinding yang dapat berbunyi ketika menunjukkan waktu tertentu. Jam tangan juga masih sangat mahal. Satu-satunya jam tangan adalah kepunyaan papi yang harus diputar supaya jarum tetap berjalan normal. Di tengah ke langkaan penunjuk waktu itu, maka suara lonceng gereja itu benar-benar penting. Dan sadar atau tidak sadar, memang suara itu dinanti-nantikan…dirindukan.

Nama kecil saya “Ling” berarti lonceng. Banyak teman saya ketika mengetahui arti nama ini sempat protes. Kenapa? Karena mereka berharap saya cukup “rame” bak sebuah lonceng yang gemerincing. Kenyataannya, saya termasuk orang yang pendiam, bicara secukupnya saja. Walau “cukup” sendiri bukan berarti sedikit. Tetapi ya..cukup. Bisa banyak bisa sedikit. Saya sendiri tidak memaknai nama saya sebagai lonceng yang gemerincing. Saya memaknai nama saya sebagai lonceng yang “mengingatkan”. Seperti lonceng gereja di dekat rumah saya yang mengingatkan akan waktu, saya sendiri ingin setiap kali “berbunyi” ada makna mengingatkan untuk selalu menjadi yang lebih baik.

Konon, dahulu kala ada sebuah gereja juga dengan menara yang tinggi. Di puncak menara juga ada sebuah lonceng. Di malam Natal, ketika anak manusia memberikan persembahan, kadang lonceng gereja itu berbunyi sendiri. Kenapa? Karena pada saat itu ada persembahan yang sangat istimewa. Namun, sudah sangat lama, lonceng gereja itu tidak pernah berbunyi lagi. Orang sudah mulai melupakan cerita itu. Banyak Natal sudah dilalui tanpa lonceng itu.

Suatu hari, seorang anak bernama Pedro berjalan kaki di malam Natal yang dingin bersama dengan adiknya menuju gereja bermenara tinggi dan berlonceng. Mereka dua pemuda miskin yang ingin menghadiri kebaktian malam Natal. Namun di tengah jalan, mereka berjumpa dengan seorang nenek yang kedinginan. Hati mereka bergejolak. Bila mereka menolong nenek itu, maka mereka akan terlambat sampai di gereja itu. Bila mereka melewati saja nenek untuk mengejar waktu, hati mereka tidak tega. Akhirnya Pedro memutuskan untuk menolong nenek itu, menyerahkan persembahan kepada adiknya dan meminta adiknya untuk berlari ke gereja agar tidak ketinggalan. Pedro memeluk nenek itu, memberikan jaketnya untuk dipakai si nenek sambil menunggu adiknya kembali.

Di dalam gereja perayaan dan ibadah malam Natal sudah hampir selesai. Tiba saatnya persembahan diberikan. Ada banyak persembahan yang indah-indah dan mahal. Beberapa orang masih mengharapkan agar lonceng gereja berbunyi. Namun sampai antrian terakhir persembahan berupa emas yang luar biasa indah cemerlang pun lonceng tidak berbunyi. Ketika orang-orang sudah mulai kembali ke tempat duduknya masing-masing, tiba-tiba terdengar suara lonceng gereja berbunyi. Sayup-sayup, makin lama makin jelas dan kencang. Jemaat segera menoleh ke tempat persembahan. Disitu ada seorang anak kecil lusuh sedang memberikan persembahannya. Dialah adik Pedro.

Lonceng adalah tanda. Selain penunjuk waktu di masa kecil saya, ia adalah sebuah tanda abadi, sebuah langkah indah untuk kemuliaan Dia yang dilahirkan pada hari Natal. Akankah lonceng dalam batin kita berdentang ketika kita memberikan persembahan untuk-Nya?

14. Dari Roh Kudus (lanjutan)

Menyimak kembali kitab Kejadian, kita tahu bahwa Roh Allah lah yang menciptakan langit dan bumi, manusia dan segala isinya. Pada mulanya bumi ini sangat tidak teratur (chaos), namun dengan kekuasaan-Nya, Allah kemudian membuatnya menjadi teratur. Ada terang, ada siang, ada malam, ada daratan, ada lautan, ada bintang, ada matahari, ada tumbuhan, ada binatang, ada manusia – laki dan perempuan. Kita juga tahu bahwa manusia itu menjadi hidup setelah Allah sendiri menghembuskan nafas kehidupan kepadanya. Maka kalau kita lihat kembali kepada kuasa Roh Kudus yang membuat Maria hamil, kita dapat meyakini bahwa Yesus hadir ke dalam dunia ini juga untuk membuat keteraturan. Kehidupan manusia yang sudah berantakan karena dosa, dibuat-Nya teratur. Hidup bukan lagi sekedar makan, minum, tidur dan bekerja, namun ada sisi-sisi rohani yang mesti diisi. Sejalan dengan bertumbuh dan berkembangnya raga, roh juga harus bertumbuh dan berkembang. Namun, dengan cara yang justru bertolak belakang. Raga bertumbuh dan berkembang bila menerima (makanan dan minuman), sementara roh bertumbuh dan berkembang justru melalui memberi. Tak heran kalau itu juga yang dicontohkan oleh Yesus sendiri dari awal kelahirannya sampai selesai di atas kayu salib. Roh Allah memberi kehidupan. Maka kita boleh mengerti bahwa sebenarnya kita manusia belum benar-benar hidup kalau Yesus tidak tinggal di dalam jiwa kita. Putusnya hubungan manusia dan Allah akibat dosa telah membuat manusia binasa dalam keberdosaannya. Hanya Yesuslah yang kemudian dapat membuat manusia hidup kembali.

Apa artinya hidup kembali? Bukan hanya berarti tersambungnya kembali relasi manusia-Allah, tetapi juga relasi manusia-manusia. Bila dulu membenci sesamanya, maka di dalam Yesus kita boleh mengasihi. Bila dulu saling mencelakakan, maka di dalam Yesus justru saling membantu. Bila dulu saling meminta, maka di dalam Yesus justru saling memberi. Bila dulu saling menyalahkan, maka di dalam Yesus justru saling memaafkan. Bila dulu hidup berpusatkan diri sendiri, maka di dalam Yesus hidup berpusatkan kepada Kristus. Menjadi serupa dengan-Nya. Itulah rahasia dan arti hidup kembali.


Makin serupa Yesus, Tuhanku
Inilah sungguh kerinduanku;
Makin bersabar, lembut dan merendah,
Makin setia dan rajin bekerja
reff
Ya Tuhanku, ku bri kan pada-Mu
Hidup penuh dan hatiku segnap
Hapuskanlah semua dosaku,
Jadikanlah…kumilik-Mu tetap.
(NKB 138:1)

13. Dari Roh Kudus

Matius mencatat bahwa kandungan Maria adalah dari Roh Kudus (Mat. 1:18), dan malaikat juga memberitakan hal yang sama kepada Yusuf (Mat.1:20). Kedua hal ini penting untuk diperhatikan, karena Yesus lahir bukan dari keinginan seorang laki-laki tetapi dari Roh Kudus sendiri. Apa maknanya? Apa yang sebenarnya ingin disampaikan?

Kembali untuk mengerti hal ini kita perlu tahu apa makna Roh Kudus bagi umat Yahudi. Bagi mereka, pertama-tama Roh Kudus adalah pribadi yang membawa kebenaran Allah kepada manusia. Para nabi zaman dahulu juga dipimpin dan diberi tahu oleh Roh Kudus. Allah ingin agar manusia mengetahui apa itu kebenaran yang sejati, yang absolut. Maka dengan perantaraan Roh Kudus inilah kemudian Allah berusaha memperkenalkan diri-Nya, kebenaran-Nya agar manusia dapat mengerti. Dengan demikian, Yesus yang hadir ke dalam dunia dengan perantaraan Roh Kudus juga mengemban tugas yang sama. Dia membawa kebenaran Allah itu kepada manusia. Memperkenalkannya. Menunjukkan. Sebelum Yesus datang, kita hanya memiliki gambaran yang samar-samar tentang siapa Allah itu sebenarnya. Namun dengan kedatangan Yesus, segalanya menjadi lebih jelas. Pribadi-Nya, kasih-Nya, kesucian-Nya, anugerah-Nya, keadilan-Nya dan sebagainya. “Barang siapa melihat Aku, ia melihat Bapa..” demikian Yesus pernah berkata.

Selain dari memperkenalkan kebenaran Allah, Roh Kudus mempunyai tugas untuk memungkinkan dan memampukan manusia untuk mengakui kebenaran yang mereka lihat itu. Dengan demikian, Yesus pun akhirnya juga membuka mata manusia akan kebenaran, dan memampukan manusia untuk percaya. Pikiran dan mata hati manusia yang sudah dibutakan oleh berbagai hal, dari keingingan daging, sampai harta dan “keindahan” dunia ini, sekarang dibukakan, dicelikkan oleh kehadiran sang Putera, Yesus Kristus. Dialah kebeneran sejati yang hadir untuk keselamatan manusia. Haleluya!

Ada sebuah ilustrasi yang mengatakan demikian: ada seorang yang sangat kaya. Dia pergi kemana saja untuk melihat keindahan dunia ini. Dia mencoba berbagai makanan yang sangat lezat di berbagai belahan dunia. Namun, ketika dia kembali ke rumahnya, hatinya masih terasa hampa. Kosong. Apa yang berhari-hari dia lalui yang dianggap banyak orang sebagai “menikmati hidup bahagia” baginya tidak berarti apa-apa. Akhirnya si orang kaya ini pergi menjumpai seorang pendeta. Dari percakapan yang cukup lama dengan pendeta itu, akhirnya dia mengerti dan mengenal Yesus. Kebenaran yang sejati. Mulai dari saat itu, dia mengerti untuk apa dia hidup. Kemana kehidupan ini akan menuju, dan apa yang harus dia kerjakan selagi ada waktu.

William Barclay pernah berkata, “Hidup ini memang menjadi berbeda apabila Yesus datang dan mengajar kita untuk melihat segala sesuatu. Kalau Yesus datang ke dalam hidup kita, Ia membuka mata kita dan memampukan kita melihat segala sesuatu secara benar.”

Monday 6 December 2010

12. Yusuf dan Maria

Apakah Yusuf dan Maria sudah resmi menjadi suami isteri ketika Roh Kudus membuahi Maria? Kalau kita melihat ayat berikut, kesimpulannya sich belum ya.. “Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.” Namun cukup mengherankan respon dari Yusuf ketika mendengar bahwa Maria telah mengandung. Coba baca ini “Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.” Lho, katanya belum resmi jadi suami isteri, kok sekarang ingin menceraikan? Apa sebenarnya yang terjadi? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mengerti kondisi budaya Yahudi saat itu, khususnya berkenaan dengan perkawinan.

Dalam budaya Yahudi, ada 3 macam tingkat hubungan laki-laki dan perempuan. Dari mulai tahap saling berjanji, kemudian tahap pertunangan dan terakhir adalah tahap pernikahan. Tahap pertama, yang disebut sebagai tahap saling berjanji, boleh jadi bukan dilakukan oleh masing-masing individu sendiri. Tetapi bisa juga kedua orang tua yang sudah saling mengenal kemudian saling berjanji untuk “besanan”. Bahkan seringkali individu yang bersangkutan malah belum tahu atau belum saling mengenal sama sekali. Perkawinan adalah sesuatu yang amat sangat penting bagi kaum Yahudi. Sehingga orang tua benar-benar harus campur tangan di dalamnya, dari sangat awal perkenalan. Menjaga kemurnian salah satu tujuannya.

Sesudah saling berjanji, tahap berikutnya adalah tahap pertunangan. Sebelum mencapai tahap ini, apabila salah satu pihak ingin mengundurkan diri dan tidak meneruskan, dapat saja terjadi. Namun sekali sudah masuk ke tahap ini, dan diumumkan kepada khalayak ramai, maka pertunangan menjadi sah meskipun pasangan belum memiliki hak sebagai suami isteri. Pada tahap ini, apabila mereka ingin berpisah, harus melalui jalur hukum atau dengan perantaraan beberapa orang saksi. Dalam tahap inilah rupanya Maria hamil oleh Roh Kudus, dan Yusuf mencoba memilih perceraian secara diam-diam dengan memanggil saksi. Untung berhasil digagalkan oleh Tuhan sendiri. Tahap akhir dari pertunangan ini adalah tahap dari perkawinan itu sendiri.

Yesus adalah nama Yunani untuk Yusak (Yosua) yang berarti Tuhan adalah keselamatan. Yusuf diberi tahu bahwa bayi yang akan lahir itu adalah Juruselamat manusia. Dan hendaknya diberi nama Yesus. Disini Matius hendak menegaskan bahwa walaupun Yesus adalah keturunan raja, namun Dia adalah Raja yang lain. Dia bukan raja yang memerintah dengan kuasa dan pasukan perang. Dia adalah Raja yang menyelamatkan umat yang menyambut Dia.

Tuhan meninggikan yang suka merendah;
Oleh-Nya disingkirkan yang angkuh bermegah.
Yang tulus hatinya niscaya dilayakkan,
Menyambut kedatangan Sang Raja Mulia.
(PKJ 60:3)

11. Maria Imakulata

Maria Imakulata bukanlah nama sembarang nama. Ia mengandung arti Maria yang Kudus. Maria memang jarang disebut, dibicarakan, diagungkan di kalangan gereja protestan. Oleh karena itu, doktrin atau pengajaran tentang ke-Kudusan-an Maria ini hampir tidak pernah dibicarakan di gereja protestan. Namun demikian, secara sadar atau tidak sadar kita juga mengakui bahwa Maria adalah kudus – suci bukan hanya karena dia belum pernah berhubungan dengan laki-laki ketika mengandung Yesus Kristus, tetapi jauh lebih dalam dan mulia daripada itu. Karena kalangan gereja protestan termasuk GKI tidak mengembangkan ajaran ini, maka pembahasan mengenai kekudusan Maria ini saya intip dari doktrin dan ajaran dari gereja Katolik.

Pengajaran mengenai kekudusan Maria dikeluarkan oleh Paus Pius IX pada tahun 1854. Prinsip dasar yang dipegang adalah bahwa Yesus harus lahir tanpa dosa. Oleh karena itu, ibunya juga harus tanpa dosa. Kenapa demikian? Karena kita mengenal istilah “dosa asal”, bahwa manusia selalu dikandung dan dilahirkan dalam dosa. Bila memang demikian, bagaimana mungkin Maria bisa tanpa dosa? Ada intervensi Allah disini. Tidak seperti orang-orang lain yang pengampunan dan penyucian atas dosanya berlaku melalui baptisan dan imannya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Maria tidak perlu mengalami itu semua. Kuasa penyucian dan pengampunan Yesus berlaku surut (retroaktif) bahkan sebelum Maria mulai hidup di dalam rahim ibunya. Dosa tidak pernah menyentuh jiwanya, namun kutukan atas Adam tetap berlaku terhadap tubuhnya.

Apa yang dapat kita pelajari dari Maria? Tentu kemampuannya sangat luarbiasa mempertahankan kekudusan itu hingga Roh Kudus membuahi dan Yesus dilahirkan. Tidak heran kalau kemudian Maria dianggap sebagai wanita yang mulia, bukan hanya karena dia adalah ibu Sang Juruselamat, tetapi karena dia mampu menyediakan diri dan mempersiapkan diri menjadi ibu Sang Penyelamat Dunia. Ada sebuah doa yang khusus didedikasikan untuk sang bunda. Salam Maria.

Salam Maria, penuh rahmat,
Tuhan sertamu;
Terpujilah engkau di antara wanita,
Dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.
Santa Maria, bunda Allah,
Doakanlah kami yang berdosa ini
Sekarang dan waktu kami mati.
Amin.

Ave Maria, gratia plena,
Dominus tecum,
Benedicta tu in mulieribus,
Et benedictus fructus ventris tui, Jesus.
Sancta Maria, Mater Dei,
Ora pro nobis peccartoribus, nunc, et in hora mortis nostrae.
Amen.

Saturday 4 December 2010

10. Garis Kehidupan Manusia

Dalam tulisan yang lalu kita sudah mengerti bahwa Matius sengaja membagi silsilah Yesus menjadi tiga bagian. Dan masing-masing bagian terdiri dari empat belas keturunan. Dimulai dari Abraham hingga Daud. Sejarah Israel memang dimulai dari pemanggilan Abraham. Dari situlah Allah berjanji membuat keturunan Abraham menjadi bangsa yang besar. Dan puncak kejayaan Israel tercapai pada saat Daud menjadi raja.

Bagian kedua dari silsilah itu dimulai dari Daud sampai ke pembuangan ke Babel. Jelas terlihat disini bahwa kerajaan Israel mengalami kemerosotan. Raja Daud telah tiada. Israel menjadi bulan-bulanan dan akhirnya terpaksa tinggal di tanah asing. Menjadi tawanan asing.

Bagian ketiga dari silsilah dimulai dari pembuangan ke Babel hingga lahirnya sang Juru Selamat, Yesus Kristus. Bangsa yang sudah lumpuh itu kembali menemukan pengharapan. Raja yang sudah pergi itu digantikan bahkan oleh Raja yang lebih besar dan mulia. Kerajaan-Nya bukan hanya di palestina saja tetapi mencakup seluruh bumi.

Coba perhatikan baik-baik. Bukankah ke tiga bagian silsilah itu mencerminkan kehidupan manusia ini? Manusia diciptakan untuk mencapai kemuliaan. Manusia diciptakan segambar dengan Penciptanya sendiri. Segambar dengan Allah. Hanya manusia yang mendapatkan nafas Allah, dan ia menjadi hidup. Hanya manusia yang digambarkan dengan ungkapan “sungguh amat baik.”

Namun pada gilirannya manusia tidak mampu mempertahankan kemuliaan itu. Manusia lebih memilih melawan Allah yang menciptakannya. Manusia berontak. Ia ingin bukan saja bersaing dengan Allah, tetapi juga ingin hidup bebas dari ketergantungan dengan Allah. Kehidupan tanpa ketergantungan dengan Allah ini membawa manusia jatuh, runtuh dan kehilangan segala kemuliaannya.

Beruntung Allah tidak tinggal diam. Dalam keterpurukan manusia Allah memberikan inisiatifnya untuk menyelamatkan. Dijanjikannya penyelamat yang akan menghancurkan kepala ular itu. Manusia yang sudah putus hubungan dengan Allah kembali menikmati persekutuan yang indah dengan Penciptanya. Allah telah turun ke dunia. Firman telah menjadi manusia. Yesus Kristus, sang penyelamat telah lahir di Betlehem.

Sungguh indah apa yang digambarkan oleh Matius. Pengharapan manusia tidak sia-sia. Pengharapan umat Allah tidak sia-sia. Dengan pulihnya hubungan manusia dengan Allah, pulih jugalah kemuliaannya sebagai umat Allah. Bahkan kepada mereka yang percaya kepada Sang Penyelamat itu diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Luar biasa! Pembagian menjadi 3 bagian generasi itu sungguh membantu kita mengerti dari mana asal kita, apa yang terjadi dengan diri kita, dan kemana tujuan kita sebagai manusia.

Natal bukan cuma basa-basi. Natal mencerminkan penggenapan janji Allah kepada manusia pertama itu, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kejadian 3:15).

Friday 3 December 2010

9. Green Christmas

Buletin Mercusuar edisi 7, Desember 2007 mengusung tema I am dreaming of a green christmas. Ya. Memang ini pelesetan dari lagu Natal terkenal I am dreaming of a white christmas. Namun kerinduan itu memang ada. Natal yang hijau. Dalam buletin tersebut, dikatakan bahwa Natal banyak menghasilkan sampah. Lalu kemana sampah itu? Puluhan bahkan ratusan truk sampah setiap hari memadati jalanan ke TPA Bantar Gebang, Bekasi. Seberapa kontribusi kita? Dan sesudah perayaan atau “pesta” Natal kita, apa saja yang kita buang? Mencemarikah? Apakah itu semua terpikirkan oleh kita yang merayakan datangnya sang Bayi Kudus? Natal selalu dominan dengan warna hijau dan merah. Ya. Itulah memang warna Natal. Merah adalah lambang darah Yesus yang tercurah demi keselamatan manusia, sementara hijau adalah lambang kesuburan dan pengharapan bagi dunia.

Natal yang hijau. Mungkinkah? Mungkin saja bila kita mau peduli. Coba perhatikan apa yang kita beli untuk merayakan Natal. Berapa banyak kantung plastik yang ada. Kita dapat berbelanja dengan membawa tas sendiri sehingga tidak menambah konsumsi plastik. Bagaimana dengan Kartu Natal? Di seluruh dunia jumlah kartu Natal luar biasa banyak. Ribuan pohon ditebang untuk membuat kartu Natal. Untung sekarang teknologi membantu mengurangi pemakaian kartu untuk sekadar mengucapkan “Selamat Natal.”

Di saat tulisan ini dibuat, di Jakarta sedang ramai didengungkan adanya Green Festival. Sebuah perhelatan nasional dalam rangka pendidikan lingkungan. Tema kali ini adalah Solusi untuk Bumi. Ya. Udara yang makin memanas ini perlu dicegah atau diperlambat untuk menjadi cepat panas. Banyak hal buruk akan terjadi bila bumi terus memanas. Maka Natal yang hijau haruslah menjadi impian dan tujuan semua orang yang merayakan.

Tiga tahun sesudah tema Green Christmas, buletin yang sama mengangkat tema untuk edisi 19, Desember 2010 “Padang Rumput, Riwayatmu Dulu..” Ini juga pelesetan sebuah lagu “Bengawan Solo.” Tema lingkungan masih marak. Sebab bumi memang masih harus kita tinggali, dan tinggalkan untuk anak cucu kita semua. Bila kita lengah, jangan-jangan cucu kita akan bertanya kelak, padang rumput itu apa sich opa? Akan menangiskah kita mendengar pertanyaan itu? Atau malah tertawa geli?

Natal yang hijau, padang rumput yang hijau tetap menjadi kerinduan. Seperti para gembala yang mendengar kabar kelahiran sang Putera Kudus. Mereka sedang beristirahat di hamparan padang rumput, sehabis memberi makan domba-domba mereka. Padang rumput hijau itu harus masih ada sampai nanti. Padang rumput hijau itu harus masih ada untuk anak cucu cicit kita.

Dengan peduli, Natal yang hijau akan terwujud. Pohon-pohon mulai tumbuh. Bunga-bunga bermekaran. Rumput-rumput menjadi gemuk. Daun melambai-lambai mengundang kita bersama berseru “Aku merindukan Natal yang hijau!” Ya. Sekarang. Disini.

“Green Christmas is not just a dream but a reality. Ubahlah gaya hidup kita. Hentikan pemborosan. Pakai lagi. Kelola lagi. Kurangi lagi……(Evangeline Pua).”

Thursday 2 December 2010

8. Empat Perempuan

Pengantar

Beberapa waktu lalu saya pernah menuliskan bahwa ada noda hitam dalam silsilah Yesus Kristus yang dibuat oleh Matius. Noda hitam itu khususnya terdapat pada 4 orang perempuan Tamar, Rahab, Rut dan Batsyeba. Ketika tulisan saya itu dibaca oleh seorang teman, dia berkomentar bahwa tidak ada noda hitam dalam ke empat orang perempuan tersebut. Sebagai contoh: Tamar. Ketika Tamar berhubungan dengan Yehuda, dia memang sudah sebagai janda, dan Yehuda adalah seorang duda. Saya berkilah, coba lihat Kej 38:14 “maka ditanggalkannyalah pakaian kejandaannya, ia bertelekung dan berselubung, lalu pergi duduk di pintu masuk ke Enaim yang di jalan ke Timna, karena dilihatnya, bahwa Syela telah menjadi besar, dan dia tidak diberikan juga kepada Syela itu untuk menjadi isterinya.” Bukankah itu menunjukkan bahwa Tamar secara diam-diam melacurkan diri dan menjebak Yehuda? Kawan saya menjawab kembali, bahwa kalau kacamata modern yang dipakai barangkali kesimpulan itu benar. Namun maksud narrator, penulis kitab Kejadian tidak seperti itu. Buktinya, pada akhirnya tindakan Tamar dibenarkan oleh Yehuda sendiri (Kej38:26).

*****

Sampai disini, saya lalu membaca ulang semua kisah empat perempuan tersebut. Tamar adalah korban. Dia tidak ingin melacurkan diri. Dia didiamkan saja oleh Yehuda, karena ketakutan Yehuda sendiri. Dua anak laki-lakinya meninggal ketika kawin dengan Tamar. Jangan-jangan yang ke tiga juga demikian. Maka ketika anaknya yang ke tiga sudah dewasa pun, Tamar dibiarkan tetap sebagai janda. Padahal peraturannya jelas. Tamar adalah korban, namun dia tidak tinggal diam. Tamar berusaha melakukan sesuatu – untuk mendapatkan hak nya sebagai seorang perempuan. Tetap dalam koridor hukum yang berlaku saat itu. Tamar akhirnya dibenarkan – dan melahirkan dua orang anak. Salah satunya adalah nenek moyang Yesus Kristus.

Rahab adalah perempuan sundal. Jelas ditulis dalam Alkitab. Tampaknya ini noda hitam itu. Tetapi dia juga bukan orang sembarangan. Perhatikan kata-katanya ketika dua orang pengintai suruhan Yosua datang menginap di rumahnya, “Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu.” (Yosua 2:9). Rahab rupanya mengenal sejarah bangsa Israel dan pimpinan Tuhan dari mulai keluar dari Mesir. Di ayat-ayat selanjutnya dia mampu bercerita mengenai pimpinan Tuhan terhadap bangsa Israel dengan baik. Rahab percaya kepada Tuhan, Allah Israel. Tidak heran penulis kitab Ibrani juga membenarkan Rahab (Ibrani 11:31). Rahab adalah orang beriman. Melalui rahimnya lahir nenek moyang Yesus Kristus.

Rut adalah perempuan Moab. Dia bukan Yahudi. Tampaknya ini noda hitam juga dalam silsilah Yesus Kristus. Tapi lihat apa yang dia katakan ketika Naomi, mertuanya meminta dia kembali ke tanah Moab, “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; (Rut 1:16). Tampak sekali bahwa Rut juga mengenal siapa Allah Israel sebenarnya. Dia memiliki kualitas iman yang luar biasa. Maka ketika akhirnya Rut menikah dengan Boas, dari rahimnya dilahirkan nenek moyang Yesus Kristus.

Batsyeba adalah korban. Siapa yang bermasalah dan bersalah dalam kisah luar biasa ini? Daud. Ya. Raja Daud, raja terbesar bangsa Israel itulah yang bermasalah. Batsyeba tidak memiliki kemampuan apa-apa. Dia perempuan yang pasrah terhadap jalinan hidup yang mesti dijalaninya. Oleh karena itu, Allah sendiri menjadi pembelanya melalui nabi Natan. Tidak ada ucapan keluar dari mulut Batsyeba kecuali pemberitahuan kepada Daud “Aku mengandung.” Pemberitahuan itulah yang kemudian membuat Daud kebakaran jenggot dan merencanakan pembunuhan demi menutupi perselingkuhannya. Batsyeba adalah perempuan baik dan dari rahimnya juga lahir nenek moyang Yesus Kristus.

Terima kasih buat teman saya. Kesimpulan bacaan ulang saya adalah tidak ada noda hitam dari ke empat perempuan tersebut. Lalu untuk apa Matius mencantumkan dalam silsilahnya? Apa tujuannya? Apa maksudnya? Dugaan saya Matius ingin meruntuhkan tembok-tembok yang biasa diciptakan oleh orang-orang Yahudi. Kalangan umat Yahudi yang sangat patriakal, biasanya tidak pernah memunculkan perempuan dalam silsilah. Bahkan ada doa ucapan syukur di kalangan umat Yahudi yang diucapkan oleh para lelaki bahwa mereka sungguh bersyukur tidak dilahirkan sebagai perempuan. Demikianlah keadaan saat itu. Namun Matius dengan berani memunculkan nama-nama perempuan tersebut dalam silsilah sang Raja. Matius ingin menunjukkan bahwa kelahiran Yesus menghancurkan tembok pemisah laki-laki dan perempuan. Di mata Allah laki-laki dan perempuan sama saja. Tidak ada perbedaan gender.

Kalau kita lihat lagi nama Rut dan Rahab, keduanya bukan orang Yahudi. Rut adalah perempuan Moab, dan Rahab adalah perempuan asing bukan Yahudi. Matius tetap menggunakan kedua nama tersebut. Apa maksudnya? Sekali lagi Matius hendak menghancurkan tembok pemisah Yahudi dan non-Yahudi. Umat Israel yang dipanggil menjadi bangsa terpilih, telah berusaha memurnikan dirinya sendiri. Mereka cenderung menganggap bangsa-bangsa lain sebagai kafir, dan najis. Hanya bangsa Yahudi saja yang murni dan suci. Pandangan Matius dan tentu saja pandangan Allah tidaklah demikian. Selain menghancurkan tembok pemisah gender, melalui silsilah ini tembok kebangsaan juga dihancurkan. Bagaimanapun di dalam pandangan Allah, semua bangsa adalah sama. Mereka adalah sesama manusia, sesama mahluk ciptaan. Munculnya perempuan asing dalam silsilah menunjukkan kesediaan Allah merangkum segala bangsa untuk diselamatkan.

Bagaikan sebuah prosesi, empat perempuan itu telah ikut mengiring kedatangan, kelahiran sang Juru Selamat. Marilah kita menyambut Natal dengan tanpa tembok pemisah. Apakah itu gender, kebangsaan, sosial, suku bahkan agama. Matius telah mengingatkan dan memberikan contoh melalui silsilah yang dia siapkan. Allah mengasihi mereka semua, dan untuk mereka jugalah lah Yesus hadir di dunia ini.

7. Taat Maka Selamat

Sebagian besar kecelakaan lalu lintas adalah karena ketidaktaatan. Baik itu ketidaktaatan dia sendiri yang mengalami kecelakaan, atau ketidaktaatan orang lain yang kemudian menyebabkan orang lain celaka. Ya. Lampu sudah menyala merah, namun tetap melaju. Akhirnya terjadi kecelakaan. Palang pintu kereta api sudah mulai turun, tetap saja diterobos, akhirnya mobil hancur ditabrak kereta. Bahkan kecelakaan yang nampaknya bukan karena ketidaktaatan pun, sesungguhnya bila diteliti lebih dalam penyebab utamanya adalah ketidaktaatan juga. Ban yang meletus misalnya. Ini akibat ketidaktaatan pengecekan berkala. Bila kembang sudah mulai menipis, ban harus segera diganti. Atau pengecekan tekanan angin. Terlalu keras dapat menyebabkan ban meletus di hari panas di jalanan yang panas karena udara dalam ban memuai. Tekanan angin yang terlalu rendah pun dapat menyebabkan ban pecah, karena retak-retak yang timbul di dinding ban.

Dalam pengalaman saya di pekerjaan juga seperti itu. Kecelakaan yang terjadi di pabrik juga sebagian besar akibat ketidaktaatan mengerjakan suatu pekerjaan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan. Bahkan break down mesin juga penyebab utamanya adalah ketidaktaatan bagian produksi atau maintenance dalam merawat dan menggunakan mesin produksi.

Manusia pertama jatuh ke dalam dosa juga akibat ketidaktaatan mereka untuk berpegang pada Firman dan Perintah Tuhan. Akibatnya manusia butuh penyelamat. Dia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Maka Allah pun kemudian mengirimkan Sang Juruselamat ke dalam dunia ini. Namun, memang Penyelamat ini unik. Yesaya mencatat demikian “Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya.” Sungguh di luar harapan manusia pada umumnya. Penyelamat itu ternyata bukan orang yang wah. Maka Paulus juga memberikan nasehat kepada jemaatnya di Korintus demikian, “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,…” Penyelamat itu memang tidak membawa harta dan kereta kuda. Namun Dia membawa dan memberikan kehidupan. Percayalah kepada-Nya. Taatilah perintah-perintah-Nya, maka kita akan selamat.

Setialah, setialah selama hidupmu.
Ikuti jalan Tuhanmu dengan tetap teguh.
Meski penuh derita di dalam dunia,
Tetapi jangan kau gentar, tetap setialah.

Setialah, setialah mengikut Tuhanmu.
Bersaksilah di dunia tentang Penebusmu
Yang mati disalibkan di bukit Golgota,
Tetapi Dia bangkitlah, besar kuasa-Nya.

Setialah, setialah menjadi hamba-Nya.
Meski besar rintanganmu, tetap percayalah.
Selalu kau dibimbing ke air yang tenang,
Kelak yang terang.
(NKB 154)

Wednesday 1 December 2010

6. Malam Kudus

Seperti sudah pernah saya utarakan sebelumnya, lagu Malam Kudus adalah lagu pertama yang saya pelajari ketika saya masih kecil. Lagu itu begitu indah dan menyentuh. Begini bunyinya dalam bahasa Indonesia.

Malam kudus, sunyi senyap; Dunia terlelap.
Hanya dua berjaga terus – ayah bunda mesra dan kudus;
Anak tidur tenang, Anak tidur tenang.

Malam kudus, sunyi senyap, Kabar Baik menggegap;
Bala sorga menyanyikannya, kaum gembala menyaksikannya
“Lahir Raja Syalom, lahir Raja Syalom!”

Malam kudus, sunyi senyap. Kurnia dan berkat
Tercermin bagi kami terus, di wajah-Mu, ya Anak kudus,
Cinta kasih kekal, cinta kasih kekal.

Bukan hanya lagu ini yang membawa sukacita dan perdamaian, tetapi bagaimana lagu ini tercipta telah menjadi sebuah cerita yang banyak menjadi berkat bagi mereka yang membacanya. Mari kita tengok lagi secara sekilas.

Ada sebuah gereja kecil di daerah Oberndorf, yang ketika menjelang malam Natal orgelnya rusak. Tikus-tikus telah memakan bagian-bagian orgel tua itu sehingga kerusakannya memang betul-betul parah. Sementara tukang orgel berusaha memperbaiki, terpaksa ibadah pada malam hari tanggal 23 Desember dipindah ke rumah seorang pengusaha kaya. Pendeta Josepth Mohr juga ikut dalam ibadah itu. Setelah usai ibadah malam itu, pendeta Joseph Mohr mendaki sebuah bukit kecil. Di tengah malam itu, diantara tiupan angin malam yang dingin sepoi, dia memandang ke bawah. Kerlap-kerlip lampu minyak. Di langit yang cerah dia melihat kerlap-kerlip bintang bertaburan sangat banyak. Jiwanya tersentuh. Roh Tuhan hadir dan merasuki batinnya. Tiba di rumah dia tidak dapat segera tidur, namun menuliskan sebuah puisi… Malam Kudus.

Keesokan harinya puisi itu diserahkan kepada temannya Franz Gruber, yang saat itu menjadi kepala tim musik di gereja itu. Sambil memberikan lembaran kertas itu, pendeta Josepth Mohr berkata “Kalau mau tuliskan lagunya juga.” Franz Gruber setuju – maka terciptalah sebuah lagu indah yang tidak pernah lupa kita nyanyikan saat Natal – Malam Kudus.

Apakah semuanya itu sebuah kebetulan? Apakah sebuah kebetulan bahwa orgel besar itu rusak? Apakah sebuah kebetulan saja pendeta Joseph Mohr ikut beribadah di rumah usahawan dekat bukit kecil itu? Apakah sebuah kebetulan saja dia menaiki bukit dan memandang ke bawah dan ke langit? Apakah sebuah kebetulan bahwa temannya Franz Gruber bersedia membuatkan lagu? Bukan kebetulan? Kalau begitu kepada siapa kita akan mengucap syukur?

Kita hadir di dunia ini tidak pernah “kebetulan”. Ada maksud Allah di dalam kehidupan kita masing-masing. Cari dan temukan itu.