Selamat Datang

Salam damai sejahtera dari kami untuk para pembaca sekalian. Blog ini mulai kami buat di awal tahun 2010 dengan tema Melangkah Bersama Tuhan. Nama Blog ini sesuai dengan harapan dan komitmen kami untuk menjalani tahun 2010 bersama dengan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan manusia sebagai umat kemuliaan-Nya.

Kami akan menyajikan renungan-renungan yang kami buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, pendengaran dari orang lain yang diolah, maupun dari bacaan-bacaan yang kami dapat.

Selamat membaca, dan semoga membawa berkat bagi Anda semua.

Salam dari kami,

Julianto Djajakartika

Tuesday 19 January 2010

Dengan Segenap Hati

Tidak ada yang lebih sulit dan lebih mahal, tetapi juga tidak ada yang lebih sia-sia, selain mencoba mempertahankan bangkai agar tidak membusuk. (The Daily Drucker, Peter F. Drucker dan Joseph A. Maciariello, hal. 7). Dengan tulisannya itu Drucker hendak mengatakan bahwa banyak hal dalam sebuah organisasi tidak dapat bertahan selamanya. Perlahan namun pasti sebuah sistem akan menurun efektivitasnya dan produk yang dihasilkan akan berkurang peminatnya, dan akhirnya keduanya akan mati lalu membusuk. Usaha untuk mempertahankan pembusukan adalah hal yang sia-sia dan membuang-buang biaya saja. Dengan tulisannya itu Drucker menghimbau agar sebuah organisasi dapat meninggalkan dengan segenap hati sistem yang sudah gagal, dan juga produk yang sudah habis masa kejayaannya.

Senada dengan ilustrasi di atas, kita manusia juga selayaknya meninggalkan dengan segenap hati berbagai hal yang mulai membusuk. Secara normal, tubuh akan membuang banyak zat dan sisa-sisa pembakaran keluar dari tubuh. Buang air kecil, buang air besar, berkeringat, bahkan bernafas pun adalah cara-cara tubuh membuang zat yang tidak berguna, yang akan meracuni bila dibiarkan tetap di dalam tubuh. Ada banyak hal lain yang lebih abstrak yang tinggal di dalam hati, yang juga mudah, mulai atau bahkan sudah membusuk. Saya jadi teringat satu cerita seorang guru taman kanak-kanak yang meminta muridnya untuk membawa kentang. Kemudian pada satu kentang dituliskan nama orang yang dimusuhi. Semakin banyak orang yang tidak disukai, semakin banyak kentang yang dibawa dalam kantong plastik. Murid-murid kemudian diminta menyimpan kentang-kentang itu selama satu bulan. Pada akhir bulan, ketika anak-anak membawa kentang mereka ke sekolah, banyak anak yang mengeluh karena bau busuk yang keluar dari kantong plastik. Itulah sebuah pelajaran baik bagi anak-anak. Buang dengan segenap hati apapun yang membuat hati kita menjadi busuk. Termasuk di dalamnya adalah dosa-dosa.

Masih dengan segenap hati, Yesus pernah memerintahkan “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Mat. 22:37). Ya! Mengasihi Allah juga harus dengan segenap hati. Yesus pernah menasehatkan juga bahwa kita tidak dapat mengasihi Allah dan pada saat yang bersamaat menyembah mamon. Mengasihi Allah dengan segenap hati akan memampukan kita untuk berubah ke arah yang positif dan pada akhirnya segala kebusukan dalam hati pun dapat disingkirkan jauh-jauh.

Tuesday 12 January 2010

Berubahlah!

Apakah Anda pernah membaca buku Who Moved My Cheese? Karya Spencer Johnson, M.D.? Atau buku Our Iceberg Is Melting tulisan John Kotter? Dua-duanya bicara mengenai perubahan dan bagaimana menyikapi atau bahkan mengantisipasikannya. Ya! Sebuah organisasi harus berubah. Agar organisasi berubah, maka setiap individu di dalamnya juga harus berubah. Mengapa sebuah organisasi harus berubah? Biasanya karena tuntutan pasar. Untuk mempertahankan profit yang optimal, organisasi harus mengikuti tuntutan pasar, atau bila memungkinkan menciptakan pasar. Disamping itu, memang tidak ada kegiatan yang berlaku selamanya. Drucker pernah berkata, “Semua organisasi perlu mengetahui bahwa tidak ada program atau aktivitas yang akan bekerja secara efektif dalam jangka panjang tanpa adanya modifikasi atau desain ulang. Pada akhirnya setiap aktivitas akan menjadi usang.” (The Daily Drucker, Peter F. Drucker dan Joseph A. Maciariello, hal. 6).

Itu organisasi. Bagaimana halnya dengan orang? Apakah seorang individu tunggal juga perlu berubah? Tentu saja! Pertama-tama karena dia tidak sendirian, sehingga ketika segala sesuatu di sekitarnya berubah, maka diapun harus menyesuaikan diri (baca: berubah) agar dia tetap hidup. Kedua, ada tuntutan psikis dalam diri seseorang agar dia menjadi manusia dewasa. Psikis! Bukan hanya fisiknya saja yang dewasa. Seorang manusia normal pasti berkembang secara fisik, namun perkembangan psikis sedikit banyak harus difasilitasi oleh orang lain, terutama oleh kedua orang tuanya. Kedewasaan psikis seseorang ditandai dengan kemampuannya untuk mengambil tanggungjawab atas segala perbuatannya. Dia juga mampu memberikan kontribusi yang positif kepada lingkuangan di sekitarnya. Dia mampu mengembangkan dirinya sendiri dan membantu orang lain untuk berkembang. Manusia dewasa dapat berkomunikasi secara efektif dan hidup nyaman dengan orang lain. Terakhir, dia mampu membedakan dengan pasti apa yang baik dan benar untuk dilakukan dalam kehidupannya.

Ketiga, ada tuntutan rohani agar seorang manusia juga menjadi dewasa dalam hidup rohani dan spiritualitasnya. Kedewasaan rohani adalah kehidupan yang sesuai dengan panggilannya sebagai manusia yang membawa gambar Allah. Rasul Paulus banyak memberi nasehat perihal perubahan budi (Roma 12:2) sampai menjadi sama dengan gambar Allah yang mula-mula ketika manusia pertama kali diciptakan (2 Kor. 3:18, Ef. 4:24, Kol 3:10).

Bagaimana kita “mengawasi” perubahan itu agar tidak menjadi liar dan memakan korban orang lain maupun diri sendiri? Satu hal yang paling penting yang mampu menjadi pengikat maupun rem dalam menjalani perubahan adalah: kasih. Selalu kenakanlah kasih dalam menjalani perubahan maupun ketika kita meminta, mengharapkan orang lain untuk berubah agar kita tidak menjadi canang yang gemerincing (1 Kor. 13:1). Kasih melebihi tuntutan kesempurnaan hidup.

Sunday 10 January 2010

Tirai Itu Telah Terbuka

Dengan berakhirnya suara kenabian Maleakhi, tirai telah ditutup. Tidak ada lagi nabi yang hadir. Tuhan seakan telah pergi. Umat Tuhan itu hidup dalam zaman kegelapan selama lebih dari 400 tahun.

**********

Bayangkan seolah-olah kita sedang menonton bioskop. Ketika film telah selesai, layar pun ditutup. Tidak ada lagi suara tangisan, tidak ada lagi suara tertawa. Tidak terlihat lagi anak-anak lincah meoncat-loncat. Tidak nampak lagi muda-mudi bergembira, berpesta merayakan ulang tahun. Terang lampu yang dinyalakan justru memaksa kita untuk beranjak dari tempat duduk dan pergi. Layar sudah tertutup. Kehidupan yang sebelumnya ada di balik layar sudah selesai…..

Bayangkan kehidupan kita tanpa orang lain yang dapat diajak bicara. Semua hadir bersama, namun sama sekali tidak ada interaksi emosional. Orang tua membiarkan anak-anaknya terjerumus. Kakak membiarkan adiknya merampok dan membunuh. Tidak ada polisi. Aturan tidak pernah ditaati. Hukum lumpuh. Kehidupan manusia berubah menjadi seperti binatang. Lahir, besar, kawin lalu mati. Berganti pasangan, sex bebas, narkoba. Hidup tanpa makna dan tujuan yang jelas. Hukum moral telah kehilangan giginya……..

Bayangkan kehidupan kita tanpa Gereja. Tanpa pendeta yang melayankan Firman Tuhan. Tanpa gembala tempat bertanya dan mengadu. Segalanya gelap. Tuhan tidak menampakkan diri-Nya lagi. Tidak ada seorang pun yang dapat mendengar suara-Nya. Tidak ada yang mampu berkata-kata atas nama-Nya. Tidak ada nasehat, tidak ada teguran, tidak ada penghiburan…….

**********
Perjanjian itu seolah-olah telah dilupakan, ditinggalkan. Tepatlah teriakan pemazmur: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.

**********
Allah sering menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Mereka bandel. Mereka sering diingatkan, bahkan diperingatkan, namun tetap melawan kehendak-Nya. Mereka lupa bahwa Allah hidup dan tidak pernah lengah dan tertidur. Keinginan hati mereka adalah memuaskan kehendaknya sendiri saja.

Abraham yang disebut bapa orang percaya pun lupa akan janji Allah. Dalam kegalauannya tanpa keturunan akhirnya menuruti nasehat isterinya agar berhubungan dengan Hagar, seorang pembantu perempuan isterinya. Memang kemudian lahir seorang anak laki-laki, Ismael. Namun bukan dengan cara itu Allah ingin membangun umat-Nya.

Bangsa ini lupa bahwa Allah dengan kekuatan-Nya yang luar biasa telah melepaskan mereka dari cengkeraman orang Mesir. Bangsa ini lupa akan tanah perjanjian yang telah disediakan oleh Allah sendiri bagi mereka. Maka ketika pemimpin mereka naik gunung untuk berbicara dengan Tuhan, di bawah mereka membuat anak lembu emas, dan menyembahnya.

Ketika tanah perjanjian itu sudah di depan mata pun bangsa ini lupa akan janji Allah. Para utusan yang diminta melihat sendiri kota dan tanah itu memberikan laporan yang membuat seluruh bangsa ciut dan kecil hatinya. “Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah Tuhan membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?” Demikian mereka berteriak dan menangis. Maka berputar-putarlah mereka selama 40 tahun, sesuai permintaan mereka sendiri agar mati di padang gurun itu!

Saul raja pertama bansa itu pun lupa diri sehingga akhirnya mati bunuh diri! Daud raja yang sangat dihormati juga lupa akan siapa dirinya sehingga merencanakan pembunuhan demi seorang perempuan. Salomo, anak Daud meskipun menjadi raja yang sangat bijaksana namun juga lupa diri. Dia tidak bijaksana mengelola libido dan hartanya, sehingga banyaklah isterinya yang diambil dari negara-negara lain, dan lihat betapa borosnya dia membelanjakan hartanya. Ketika kemudian kerajaan itu terpecah menjadi dua bagian, dan mengalami pembuangan ke Babel, Allah masih terus mengirimkan nabi-nabi Nya untuk mengingatkan bangsa itu. Namun dalam ketegartengkukan mereka, sebentar ingat, sebentar lupa lagi hingga habis suara nabi terakhir perjanjian lama yang masih mengumandangkan sebuah janji “Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang.”

**********

Dengan berakhirnya suara kenabian Maleakhi, tirai telah ditutup. Tidak ada lagi nabi yang hadir. Tuhan seakan telah pergi. Umat Tuhan itu hidup dalam zaman kegelapan selama lebih dari 400 tahun.

**********

Maka tidak heranlah ketika berita kelahiran itu diwartakan, sukacita menggelegak di kota itu. Para gembala dan raja-raja dari Timur pun datang menjenguk. Emas, mur dan kemenyan menjadi hadiah sangat berarti bagi sang bayi beserta orang tuanya. Bayi itu adalah sebuah harapan baru. Kelahiran-Nya membawa janji yang baru, membawa kehidupan baru. Tirai yang tertutup itu telah terbuka kembali. Kehidupan telah kembali.
Selamat Natal!

Say It with Tofu

Siang hari, sebelum saya mulai menyantap makan siang saya, tiba-tiba saya mendapat ide untuk memotret bekal makan siang seperti gambar di samping, dan saya bagikan kepada teman-teman yang mampu menangkap gambar melalui handphone-nya. Saya memberi judul gambar itu “Makan sehat, makan hemat. Bekal dari garwo.” Sesudah teman-teman menerima gambar tersebut, terjadilah dialog singkat melalui short message service demikian:

Teman 1: 4 sehat, yang ke 5 susunya mana ga nampak biar sempurna, garwo pinter masak juga.

Saya: Lho iya. Garwo kita berdua ini sering tuker ilmu. Hehehe

Teman 2: Garwo isteri? Yummy bener tuh

Saya: Garwo itu singkatan dari sigarane nyowo, Indonesianya belahan jiwa. Dalam konteks foto betul itu masakan isteri…..

Teman 2: Wah hebat ni.. Bukan hy garwo isteri tp jg suami.. Ga cari jajanan makanan lain. Org yg liat bisa aj usil kok tahu doang.. Pdhl inilah menu sehat.. Plus sempurna bukan karena susu melainkan krn disyukuri dg kasih yg Tuhan beri.

Saya: Ya. Bersyukur atas anugerah Tuhan yg sdh memberi bukan hanya makanan terlebih seorang isteri…sy pikir itu makna terdalam penciptaan Hawa…

Teman 2: Setiap hari y Pak? Buat tulisan dong… “Say it with Tofu”

Saya: Diusahakan bgt. Bahkan ketika ngantuk krn tidur terlalu malam mengerjakan editing buletin Mercu, berusaha bangun pagi2 agar bisa masak. Namun kadang tubuh yg mulai tua pun ada batasnya….

Say it with Tofu mau mengatakan bahwa makanan dari rumah yang dimasak sendiri adalah jauh lebih sehat dan higienis.

Say it with Tofu mau mengatakan bahwa masakan dari rumah yang dimasak sendiri jauh lebih hemat. Makan siang di kawasan tempat saya bekerja sekitar Rp 15 ribu sampai Rp 18 ribu sekali makan. Uang dengan jumlah segitu, bisa untuk 3x makan bila dimasak sendiri.

Say it with Tofu mau mengatakan bahwa bahasa kasih seorang manusia tidak harus melalui perkataan, cukup dengan menyiapkan bekal makan siang.

Allah Menciptakan Manusia

“Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.” Mazmur 8:4-9.

Kemuliaan Manusia
Seluruh rangkaian penciptaan adalah untuk kehidupan manusia. Manusia sebagai mahluk yang utama, yang mulia bukan karena kodratnya, tetapi karena ada rencana dan kehendak Allah di dalamnya.

Gambar Allah
Manusia diciptakan menurut gambar Allah. Kata gambar ini dipakai dalam arti kopi atau model. Jadi manusia diciptakan menyerupai atau mirip dengan Allah. Keberadaan Allah sebagai Allah menjadi model keberadaan manusia sebagai manusia. Allah yang pengasih dan pengampun, maka manusiapun seharusnya pengasih dan pengampun. Allah yang adil dan bijaksana, maka manusiapun selayaknya adil dan bijaksana.

Gambar Allah itu harus diwujudkan dalam panggilan hidupnya sebagai manusia melalui relasinya dengan Allah, dengan sesama dan dengan alam semesta. Dengan demikian, panggilan hidup untuk selalu memelihara hubungan yang akrab, harmonis dan penuh kasih memang harus mewujud terhadap Sang Khalik, terhadap sesama kita; apakah itu tetangga, saudara, suami, isteri, anak-anak; juga terhadap alam semesta di sekitar kita. Kekerasan baik di dalam maupun di dalam rumah tangga, eksploitasi alam besar-besaran sehingga merusak keseimbangan tentu bukan wujud dari gambar Allah yang tertanam dalam diri kita. Atau dengan kata lain, gambar Allah tidak mewujud di luar relasi dengan Allah, sesama dan alam semesta yang baik dan harmonis. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah kita sudah mewujudkan gambar Allah yang sejati atau tidak? (Catatan: walaupun manusia segambar dengan Allah, ada bagian yang tidak boleh disentuh oleh manusia. Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat ini salah satu contoh dan simbol “bagian yang terlarang” untuk manusia. Manusia harus mengakui keterbatasannya sebagai manusia. Pengakuan ini sekaligus adalah hak dan kebebasan manusia untuk mengakui Allah dengan segala kelebihan-Nya yang tidak dimiliki oleh manusia. Ketika kemudian manusia ingin menjadi seperti Allah, dan menyentuh bagian yang terlarang, dia jatuh ke dalam dosa).

Memang oleh karena kejatuhan manusia ke dalam dosa, gambar itu mulai rusak, namun demikian Yesus sebagai gambar yang baru (Kolose 1:15) sudah memulihkan dan memperbaiki sehingga kita menjadi segambar dengan Dia kembali (2 Kor. 3:18; Ef. 4:24; Kol 3:10). Gambar ini adalah hakekat manusia yang tidak dapat berubah yaitu: pikiran, kehendak dan kepribadian. Semuanya tetap ada selamanya dan semua menunjuk kepada gambar baru Yesus Kristus: memiliki pikiran Kristus, mempunyai kehendak seperti Kristus dan berkepribadian sama dengan Kristus.

Debu Tanah
Debu tanah atau adamah (nama Adam juga diambil dari kata itu) atau basar (daging) menunjuk kepada kefanaan. Yesaya 40:6-7 mengungkapkan bahwa sebetulnya manusia itu bukan apa-apa. Dia seperti bunga di padang atau rumput kering. Segera layu dan dibakar habis. Kodrat manusia adalah dalam kefanaan, kecuali Allah memberikan kehidupan kepadanya. Pengertian basar (daging) bukan menunjuk pada keduniawian pada dirinya sendiri, tetapi keduniawian DI HADAPAN Allah yang hidup. Artinya kualitas hidup manusia ditentukan ketika DIPERHADAPKAN dengan Allah. Keberdosaan bukanlah karena kondisi kedagingan manusia itu sendiri, tetapi bila kedagingan itu telah menjadi tujuan hidup manusia. Paulus dalam Galatia 5:19-21 telah mencoba membuat daftar singkat kedagingan yang merupakan wujud keberdosaan manusia: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Kemudian dengan jelas sekali lagi Paulus mengingatkan dalam Galatia 6:8 “Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu”.

Nafas Hidup
Nafas hidup atau nefsy adalah dari Allah sendiri. Dari sintesa kedua hal ini dapat diartikan bahwa walaupun manusia memiliki kodrat kefanaan, namun memiliki keterarahan kepada yang abadi, yang kudus, Tuhan sendiri. Tanpa Tuhan yang menghidupkan manusia akan tetap sebagai debu. Fana. Mati.

Manusia Perempuan dan Manusia Laki-laki
Dikatakan bahwa manusia perempuan diciptakan dari tulang rusuk manusia laki-laki. Kisah ini jelas bukan info medis. Seperti bahwa Alkitab sendiri memang bukan buku teknik atau buku sejarah. Kisah penciptaan perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki ingin mengungkapkan makna iman bahwa: laki-laki dan perempuan ada dalam keterjalinan yang sempurna lahir, batin, jasmani, rohani. Perempuan merupakan bagian penting dalam hidup laki-laki, laki-laki akan utuh dalam relasinya dengan perempuan. Oleh karena itu, sikap iman yang benar adalah menempatkan hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai wujud anugerah Allah. Dengan demikian, maka dapat diyakini bahwa perkawinan memiliki nilai sakral. Pemberkatan perkawinan di gereja tidak boleh dianggap main-main saja. Penciptaan laki-laki dan perempuan juga membawa suatu kodrat yang unik, yaitu menjadi seorang bapa dan seorang ibu. Oleh karenanya, tumbuh kembang manusia dari usia bayi harus diarahkan kepada kodratnya masing-masing. Perbedaan yang terjadi antara manusia laki-laki dan manusia perempuan bukanlah perbedaan derajat. Mereka berbeda namun tetap setara. Berbeda namun saling melengkapi. Alkitab menyebutnya sebagai SEPADAN. Seseorang pernah menulis “Woman was made from the rib of man, she was not created from his head to top him, nor from his feet to be stepped upon. She was made from his side to be close to him. From beneath his arm to be protected by him. Near his heart to be loved by him.” Namun demikian, keutuhan atau kepenuhan persekutuan manusia laki-laki dan manusia perempuan barulah sempurna ketika mereka berelasi juga dengan Tuhan yang menciptakan mereka berdua.

Tugas Mulia
Kini kita mengerti bahwa pemuliaan manusia menuntut tugas mulia juga. Tugas-tugas itu secara individual adalah untuk memuliakan Sang Pencipta. Dia yang memberi kehidupan, dan yang menghidupi manusia, hanya Dia sajalah yang patut untuk dimuliakan. Manusia dalam hidupnya haruslah mencerminkan kemuliaan dan keagungan Tuhan Sang Pencipta.

Secara fungsional manusia diminta untuk menguasai alam semesta, baik tumbuh-tumbuhan, binatang darat maupun binatang di laut. Sekali lagi perlu diingat bahwa menguasai bukan berarti menghabiskan untuk kesenangan diri sendiri, namun memelihara agar alam mampu menghidupi manusia itu sendiri selama-lamanya. Fungsi lain adalah agar manusia hidup berkeluarga dan tinggal dalam keluarga, berkembang biak dan memenuhi bumi. Kesempatan untuk membentuk sebuah keluarga dengan atau tanpa memiliki keturunan adalah sebuah anugerah dari Allah sendiri. Ada juga fungsi ekonomi. Manusia diberi hidup yang berkecukupan. Ya. Cukup. Tidak lebih, tidak kurang. Segala sesuatu yang menunjang kehidupannya telah disediakan oleh Allah. Memang kecukupan itu harus diupayakan, namun demikian kecukupan itu berasal dari Allah juga. Fungsi ke empat adalah fungsi relasional. Manusia hidup berelasi dengan sesamanya dan saling menolong. Kebudayaan sebagai hasil relasi intensif antar manusia juga merupakan wujud dari fungsi yang sudah diberikan Allah kepada umat manusia.

Allah Menciptakan Langit dan Bumi

Prakata
Seri tulisan pembinaan yang muncul dalam rubrik Benih yang Tumbuh ini akan menggunakan acuan utama buku Tuhan, Ajarlah Aku (TAA) tulisan pdt. Yohanes Bambang Mulyono, Sth., dan diterbitkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode GKI (W) Jawa Timur.

Tulisan asli dalam buku TAA mengenai kisah penciptaan dibuat dalam satu bab utuh (Bab I). Namun demikian, karena esensi yang berbeda antara kisah penciptaan langit dan bumi dengan kisah penciptaan manusia; dan akan menjadi terlalu panjang bila ditulis dalam satu artikel, dengan sengaja penulis pisahkan menjadi dua tulisan. Tulisan pertama berjudul Allah Menciptakan Langit dan Bumi sedangkan tulisan kedua berjudul Allah Menciptakan Manusia.

Alkitab dan Tujuan Penulisan Kitab Kejadian (Kisah Penciptaan)

Perlu ditekankan pertama-tama, bahwa Alkitab bukanlah buku karya ilmiah. Oleh karena itu dalam melakukan penafsiran kisah penciptaan, bahkan dalam menafsirkan seluruh Alkitab haruslah alkitabiah. “Alkitabiah dalam arti bahwa kita harus menghormati Alkitab sebagai kitab yang bersifat religius (keagamaan). Atau Alkitab sebagai kitab yang memuat kumpulan kesaksian iman orang-orang percaya kepada Tuhan Allah.” (TAA-hal. 27). Karena sifatnya yang seperti itu, maka kita tidak perlu memusingkan misalnya umur bumi sebenarnya menurut Alkitab (yang bila dihitung baru berapa ribu tahun), sementara ilmu pengetahuan moderen mengatakan bahwa bumi sebetulnya sudah berjuta tahun umurnya.

Karena sifatnya itu pula maka Alkitab sebagai kumpulan kesaksian iman dalam sejarah para penulisnya berfungsi untuk menyampaikan karya penyelamatan Allah dan kehendak-Nya. Dalam kerangka inilah Alkitab kita percayai sebagai firman Allah.

Dalam bab 1 sampai 11 Kitab Kejadian, kita menemui buah pemikiran bangsa Israel tentang asal usul sejarah bangsa itu sendiri. Sebetulnya sejarah bangsa Israel dimulai dari pemanggilan Abraham dari tengah-tengah bangsa kafir. Namun para penulis kitab Kejadian tidak berhenti sampai disitu saja. Dengan bantuan Roh Kudus mereka terus merenung. Mengapa Abraham dipanggil? Agar karya keselamatan Allah dapat diberitakan dan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Mengapa manusia perlu diselamatkan? Karena mereka telah jatuh ke dalam dosa. Kalau begitu, kapankah manusia jatuh dalam dosa? Disinilah kitab Kejadian dan khususnya kisah penciptaan kemudian mulai ditulis.

Bila kita mengingat kembali pengakuan Iman Rasuli kalimat pertama yang berbunyi “Aku percaya kepada Allah, Bapa di sorga, Khalik langit dan bumi..” kita mengakui bahwa memang Allahlah yang menciptakan langit dan bumi. Sejalan dengan itu, kalimat pertama dalam Alkitab kita berbunyi “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” juga kita percayai merupakan pengakuan iman bangsa Israel waktu itu. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa tujuan penulisan kitab Kejadian, khususnya kisah penciptaan ini adalah agar manusia pada jamannya menaruh iman dan harapan mereka sepenuhnya kepada Allah saja. Sebab hanya Allah saja yang sanggup melakukan penciptaan langit dan bumi. Pengakuan itu, adalah sebuah langkah iman yang besar. Walaupun dalam keseharian kehidupan kita melihat dunia ini begitu ruwet, jahat dan tidak harmonis, namun dengan iman kita percaya Allah menciptakan semua itu baik adanya. Dan Dia yang mencipta tetap setia untuk memelihara dan memerintah seluruh ciptaannya sampai pada waktunya segalanya akan dipulihkan kembali menjadi langit dan bumi yang baru.

Makna Kisah Penciptaan
Makna kisah penciptaan di Kejadian 1:1 – 2:4a yang utama adalah ketertiban. Ketertiban ini nampak pertama dengan digunakannya hitungan harian, persis sama dengan yang digunakan umat Yahudi pada waktu itu. Allah bekerja selama enam hari dan kemudian beristirahat pada hari yang ke tujuh.

Kedua, ketertiban ini muncul dengan latar belakang kekacauan. Saat itu bumi belum berbentuk, kosong, gelap gulita. Namun setahap demi setahap Allah mulai menjadikan bumi, yang kosong berisi, terang mengalahkan kegelapan, samudera raya diberi tempatnya masing-masing, dan bumi dipenuhi oleh tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia.

Ketertiban ketiga nampak dalam urut-urutan ciptaan yang saling berhubungan. Misalnya pada hari pertama Allah menciptakan terang, maka pada hari ke 4 diciptakanlah benda-benda penerang. Pada hari ke 2 Allah memisahkan air yang di atas cakrawala dan air yang di bawah cakrawala, maka pada hari ke 5 Allah menciptakan burung-burung yang beterbangan melintasi cakrawala dan ikan-ikan yang berkeriapan di laut. Begitu seterusnya seperti dalam daftar relasi di bawah ini:

Urutan berdasarkan hari penciptaan
(1) terang ---------- (4) benda-benda penerang
(2) cakrawala (air atas/bawah) ---------- (5) burung dan ikan
(3) laut, darat, tumbuhan ---------- (6) binatang darat dan manusia

Sementara ke 8 hasil ciptaan pun bila kita susun secara berjajar akan nampak keharmonisan masing-masing ciptaan tersebut seperti terlihat pada daftar di bawah ini:

Urutan berdasarkan hasil ciptaan (8 macam)
(1) terang ---------- (5) matahari, bulan, bintang
(2) cakrawala ---------- (6) burung, ikan
(3) daratan, lautan ---------- (7) binatang darat
(4) tumbuh-tumbuhan ---------- (8) manusia

Ketertiban ke 4 nampak dari garis lurus penciptaan yang berujung pada penciptaan manusia. Bumi diciptakan sedemikian rupa agar manusia dapat hidup dan berkembang biak. Manusia nampaknya memang tujuan atau puncak penciptaan itu sendiri (mengenai makna penciptaan manusia akan penulis bahas pada artikel ke dua).

Seperti sudah disinggung pada pembahasan mengenai tujuan penciptaan, akhirnya ketertiban itu nampak pada ungkapan penulis kitab Kejadian bahwa semua ciptaan adalah baik adanya. Dengan demikian, penulis kisah penciptaan telah menegaskan bahwa segala kekacauan, segala kejahatan dan ketidakbaikan bukan berasal dari Allah. Jika itu ada dan terjadi pada saat ini, maka bukan Allah yang harus dipersalahkan.

Selain ketertiban, makna lain dari kisah penciptaan adalah keselarasan atau harmoni. Penulis kisah penciptaan sengaja menggunakan hari-hari yang biasa agar nampak bahwa karya Allah dalam penciptaan adalah karya yang sempurna. Karya yang sudah lengkap, sudah selesai. Selain daripada itu, urut-urutan penciptaan menunjukkan bahwa Allah mencipta dengan perencanaan (program kerja) yang baik. Kisah penciptaan di Kejadian 2:4b-25 lebih berpusat pada penciptaan manusia. Oleh karena itu pembahasan mengenai hal ini akan lebih banyak pada tulisan ke dua.

Ciptaan Bukan untuk Disembah
Kalau Injil dimengerti sebagai kabar baik, maka pemberitaan bahwa Allahlah Pencipta langit dan bumi adalah Injil. Seperti kita ketahui dari jaman dahulu bahkan sampai sekarang masih ada kepercayaan bahwa pohon tertentu ada yang menunggu. Atau batu tertentu adalah sakti, dan oleh karena itu baik pohon maupun batu harus disembah agar memberikan kebaikan bagi manusia. Kepercayaan animisme, dinamisme seperti itu tidak berlaku apabila kita mengakui bahwa mereka semua adalah ciptaan, dan hanya ciptaan (termasuk manusia). Mereka tidak layak untuk disembah, manusia juga tidak (band. Dengan kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego). Hanya Allah Bapa di sorga khalik langit dan bumi yang layak menerima sembah sujud kita semua.

Safety First

Pagi hari ketika jalanan macet di tol japek, terlihat banyak sekali bis yang berjalan perlahan. Pada beberapa bis tersebut terdapat tulisan “Safety dulu baru fulus”. Memang saya lihat mereka adalah bis yang tidak “ngejar setoran”. Sehingga di jalan raya dalam keadaan macet juga nampak sopan, tidak grusa-grusu. Bandingkan dengan Metromini atau angkot yang senantiasa mencari penumpang dengan cara yang kadang sungguh menjengkelkan dan terlebih membahayakan.

Saya jadi teringat pepatah jaman dulu, biar lambat asal selamat. Saat ini jika kalimat itu diucapkan, tentu akan ada yang menentang dengan keras, kalau bisa cepat kenapa mesti lambat. Mereka lupa bahwa apa yang dimaksud pepatah itu adalah bahwa faktor keselamatan jauh lebih penting daripada kecepatan. Faktor keselamatan adalah hal yang utama dalam bekerja.

Saya tidak tahu pasti, kenapa perlahan tapi pasti faktor keselamatan dalam bekerja ini sedikit demi sedikit tergeser dengan faktor lain, seperti kecepatan, profit, produktivitas dan sebagainya. Dugaan saya adalah karena pengaruh modernisasi (baca kapitalisme) dan perkembangan teknologi. Manusia digantikan dengan mesin yang mampu bekerja tanpa mengenal lelah. Kalau manusia tidak mau bekerja seperti mesin, maka pemodal akan menggantikannya dengan mesin, sehingga mereka akan kehilangan pekerjaan. Pemodal yang sudah mengeluarkan modal cukup besar, akan mengejar profit sebesar-besarnya agar modal segera tertutup. Ini dugaan saja. Tak heran ketika saya menyodorkan satu lembar pertanyaan kepada calon karyawan dengan salah satu pertanyaan berikan urutan prioritas antara: produktivitas, profit, keselamatan kebanyakan calon menempatkan faktor keselamatan paling akhir. Maka kemudian terpaksa saya coret mereka menjadi karyawan sebab akan “membahayakan” orang lain dan perusahaan.

Memilah

Hari ini, top manajemen mencanangkan gerakan 5S khusus untuk office. Saya tiba-tiba ditunjuk untuk memberikan kata sambutan singkat mengawali kick-off program 5S ini. Maka saya berkata dengan tegas dan ringkas demikian:

“Sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, setiap hari kita sudah melakukan kegiatan memilah. Contohnya ketika kita berbelanja di pasar. Kita memilah antara buah-buahan yang bagus dan yang tidak bagus, antara sayuran yang segar dan yang sudah mulai layu. Contoh lagi, ketika kita mendengarkan radio atau menonton televisi, kita akan memilah siaran-siaran yang menurut kita baik untuk didengarkan atau ditonton. Dengan santernya isu global warming, kita banyak diajarkan untuk memilah sampah. Mana yang dapat didaur-ulang, mana yang dapat dijadikan pupuk atau kompos……….”

Begitu pandai dan ahlinya kita memilah-milah berbagai macam hal dalam kehidupan kita. Naik angkot-pun kita masih memilah. Mana yang sekiranya aman dan nyaman sampai di tujuan perjalanan kita. Ketika, saya pulang pada malam harinya, saya jadi berpikir ulang. Apakah dapat kita memilah berbagai macam hal dalam pikiran kita? Hmm…masih bisa. Namun bagaimana kita dapat membuang hal-hal yang busuk, sampah pikiran yang tidak berguna? Ketika apa yang kita pilah berwujud barang, gampang melakukannya. Tinggal angkat dan buang ke tempat sampah. Bahkan file dalam komputer-pun gampang membuangnya. Tinggal tekan tombol delete… selesai. Namun bagaimana kita membuang hal-hal negatif dalam pikiran kita sendiri? Saya terus berpikir sepanjang perjalan pulang dari kantor ke rumah.

Ketika jalan menyempit di tol Cacing dan saya terpaksa menginjak rem karena ada satu truk container 40’ meminta jalan, tiba-tiba sebuah pikiran jernih berkelebat. Kalau sebuah gelas berisi penuh air yang keruh dan kotor kemudian dikucuri terus dengan air yang baru dan bersih, maka air keruh dan kotor itu akan terdesak keluar dan sebagai gantinya gelas tersebut akan berisi air jernih. Cling…! Saya bayangkan pikiranpun demikian. Kita tidak bisa dengan sengaja membuang pikiran negatif bak sampah dengan sengaja. Namun kita bisa dengan sengaja terus menerus mengisi pikiran kita dengan “air jernih”.

Filipi 4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

Nama

Dalam salah satu milis yang saya ikuti sedang ada diskusi tentang nama Tuhan. Substansi pembicaraan itu tidak begitu menarik perhatian saya. Yang menarik justru ada komentar kecil beberapa orang yang mengutip ungkapan sastrawan terkenal What is in a name? Ungkapan ini sering dipakai sebagai pembenaran bahwa nama tidaklah penting. Jawaban beberapa kawan tidak mendukung hal itu. Saya setuju. Pernyataan bahwa nama tidak penting berdasarkan ungkapan bahasa Inggris itu adalah kesimpulan yang kurang tepat. Nama adalah penting, bahkan sangat penting bagi kehidupan kita!

Ketika anak saya masih kecil, dia cenderung memberi nama untuk semua barang miliknya. Bila dia mempunya 3 boneka, dibuatlah 3 nama yang berbeda. Bahkan ketika bonekanya menjadi 10 buah, dia buat 10 nama yang berbeda. Bukan hanya boneka, bantal dan guling pun dia beri nama. Tujuannya jelas. Agar ketika dia meminta sesuatu, kami sebagai orang tua langsung mengerti boneka mana yang dia maksud. Ketika dia minta guling, guling yang mana yang dia maksud. Nama-nama itu masih melekat erat dalam ingatan sampai sekarang ketika anak saya sudah menjadi mahasiswi.

Ketika seorang anak lahir, orang tuanya mencarikan nama yang pas dan cocok untuk si anak, dengan berbagai harapan yang melekat dalam nama yang diberikan. Ketika seorang anak diberi nama Selamet mestinya orang tuanya mengharapkan bahwa anak ini akan terus selamat dalam perjalanan hidupnya. Demikian pula ketika sebuah perusahaan didirikan, tentu dipilihkan nama yang cocok dan pas demi berkembangnya usaha tersebut. Tidak akan ada perusahaan yang diberi nama PT. Maju Mundur misalnya.

Allah sendiri memanggil kita dalam nama kita sendiri “…..Aku telah memanggil engkau dengan namamu….” (Yes. 43:1) mengingatkan kita bahwa Allah sendiri ingin menyapa kita secara pribadi lepas pribadi. Dia memanggil kita sesuai dengan nama kita, seperti orang tua kita memanggil kita. Sebuah ungkapan yang luar biasa akrab. Yesus juga mengatakan bahwa bila 2-3 orang berkumpul dalam nama-Nya maka Dia akan hadir di tengah-tengah mereka (Mat 18:20), disamping itu Yesus juga menegaskan agar kita meminta kepada Bapa dalam nama Yesus ketika kita menaikkan doa-doa kita (Yoh. 14:13).

Jadi, siapa bilang nama tidak penting?

Harapan

Dalam ibadah malam natal lalu, saya diingatkan oleh sebuah cerita yang juga banyak beredar di internet. Terdapat beberapa lilin, dan satu persatu lilin itu mati. Tinggallah satu lilin terakhir yang tidak mati. Lilin itu adalah lilin “harapan”. Seorang anak yang ketakutan segera mendapat penjelasan dari lilin terakhir ini, bahwa selama masih ada harapan, tidak usah khawatir. Sebab lilin harapan ini mampu menyalakan lilin yang lain, lilin kasih, lilin iman dan lilin-lilin lainnya. Pengharapan memang memiliki kekuatan yang luar biasa. Namun bila pengharapan itu sendiri pupus, selesailah semuanya. Tidak ada hal yang dapat dibangun tanpa pengharapan.

Memang kehidupan tidak selalu mudah dan lancar. Tetapi selalu masih ada harapan untuk berubah. Pdt. Eka pernah berkata bahwa kehidupan itu bukan penuh dengan futilities tetapi penuh dengan possibilities. Betul sekali. Kemungkinan-kemungkinan ini dapat dinyatakan, dapat dicapai bila ada pengharapan. Jangan hanya menunggu, capailah harapan kita masing-masing dengan kreatif, penuh sukacita dan jangan lupa gunakan kesempatan yang ada, yang Tuhan sediakan bagi kita. Ingatlah bahwa kesempatan adalah salah satu berkat dari Tuhan sendiri untuk kita pakai.

Saturday 9 January 2010

Perubahan Usia

Prakata: Merayapi usia yang semakin bertambah tua memang cenderung tidak mengenakkan. Demi mengerti dan mempersiapkan diri melewatinya, sisipan dari buku renungan Wasiat edisi Januari-Februari 2010 ini layak untuk dibaca dan disimak baik-baik.

*****
Semua makhluk hidup pasti mengalami perubahan usia. Kita adalah makhluk yang fana. Kita menjadi tua dan akhirnya mati. Namun perubahan usia kadang disertai dengan suatu pergumulan yang tidak mudah diatasi.

Setelah seseorang meninggalkan masa remaja dan memasuki usia dewasa, biasanya penuh dengan kesibukan: sibuk belajar, sibuk bekerja, sibuk mengurus rumah tangga, anak-anak, dsb.Namun, ketika seseorang memasuki masa tua, maka mulai menghadapi berbagai masalah baru. Memasuki masa tua, seseorang akan mengalami banyak sekali perubahan hidup. Seseorang akan mengalami kelemahan tubuh, datangnya beberapa penyakit yang biasa dialami orang yang mulai tua.

Semua itu sebenarnya wajar saja dan akan dialami oleh semua orang. Namun, perubahan-perubahan itu juga dapat menimbulkan rasa takut, cemas, kecewa, tidak bisa menerima keadaan, dan putus asa. Dalam penderitaan semacam itu, orang bisa merasa bahwa hanya ia sendiri yang mengalmi penderitaan itu. Orang bisa merasa bahwa hidupnya sudah tidak lagi berarti. Berbagai sindrom, misalnya post-power syndrome dan sindrom-sindrom ketuaan lain sering menggejala di dalam memasuki masa tua.

Ada beberapa hal yang perlu kita miliki agar kita sanggup mengatasi badai kehidupan di masa tua dan tetap tegar walau tubuh makin lemah.

1. Mengenal Diri
Bila seseorang tidak mengenali apa yang sedang terjadi di dalam dirinya, maka ia akan terus menerus memberontak dan tidak dapat menerima apa yang sedang terjadi di dalam hidupnya. Orang yang memasuki masa tua, hendaklah menerima segala perubahan. Bukankah di dalam apa pun yang kita alami, ada Tuhan yang turut bekerja untuk kebaikan kita? (Rm. 8:28).

2. Penguasaan Diri
Orang yang memasuki masa tua sering merasa serba tidak menyenangkan karena kehilangan kebanggaan masa lalu, kehilangan kekuatan, kehilangan kesehatan, dan harus bergantung pada orang lain. Namun, bukan berarti kita harus terus-menerus marah dan jengkel. Kita harus dapat mengendalikan perasaan dan diri kita. Roh Kudus akan menolong kita dalam menguasai perasaan, perkataan, dan tindakan kita (Gal. 5:22-23).

3. Hidup Dalam Kasih

Tentu kita semua telah merasakan kasih Tuhan yang kita alami setiap hari, bahkan setiap saat. Kasih Tuhan itulah yang dapat menguatkan kita dalam memasuki hari tua. Tuhan tidak akan meninggalkan kita sampai rambut kita putih (Yes. 46:4). Kasih Tuhan akan menolong kita untuk kuat dan tegar dalam menghadapi setiap penderitaan. Kasih Tuhan yang memenuhi hati kita akan menolong kita untuk mengasihi sesama kita, walau kita di dalam kelemahan.

4. Hidup Beriman

Tubuh boleh rapuh, tetapi kita harus terus menjaga iman kita sampai akhir hidup kita. Iman kita akan tetap berpijar bila kita memelihara hubungan dengan Tuhan. Berdoa setiap saat dan belajar firman Tuhan harus tetap dilakukan pada masa tua. Justru orang-orang yang telah lanjut usia mempunyai lebih banyak waktu untuk berdoa dan belajar firman Tuhan. Iman akan menolong kita tegar menghadapi segala kelemahan kita.

5. Pengharapan

Orang yang tidak memiliki pengharapan bagaikan orang yang mati sebelum ajal. Pengharapan akan menolong kita untuk kuat dan tegar dalam hidup ini. Tuhanlah sumber pengharapan kita. Kita dapat mengharapkan penyertaan Tuhan, kekuatan Tuhan, pertolongan Tuhan dalam menghadapi penderitaan kita. Dengan pengharapan, kita akan tetap memiliki sukacita dalam menjalani kesulitan-kesulitan kita.

Oleh: Tim Wasiat

Wednesday 6 January 2010

Kuatir

Begawan manajemen internasional Drucker pernah berkata, “If you can’t predict the future, create it.” Maksudnya tentu jelas. Bahwa dalam pengelolaan perusahaan, sebuah organisasi harus mampu melihat ke depan. Namun, kalau masa depan itu tetap saja susah untuk ditebak, dengan berbagai cara dan usaha yang organisasi tersebut lakukan s a a t i n i diharapkan mampu menciptakan masa depan, menciptakan kebutuhan baru di masa depan. Hal yang senada pernah saya baca juga dalam sebuah pepatah Cina yang berbunyi demikian If you want to know your history, look at yourself today. If you want to know your future, look at yourself today. Pepatah Cina ini juga jelas menggambarkan bahwa apa yang kita lakukan, recanakan, kerjakan di waktu yang lampau akan mempengaruhi keadaan kita s a a t i n i, dan apa yang kita lakukan, rencanakan, kerjakan s a a t i n i akan mempengaruhi masa depan kita. Jadi demikian pentingnya masa depan itu, sehingga perlu dengan cermat kita lihat, bayangkan dan rencanakan dari mulai s a a t i n i.

Di sisi yang lain Yesus mengatakan dalam Matius 6:34 “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Kesan pernyataan Yesus itu seperti tidak peduli akan masa depan. Masa depan adalah masa depan yang tidak dapat kita ketahui. Gelap semuanya. Apa yang kita bayangkan belum tentu terjadi, memang sekaligus belum tentu tidak terjadi. Semuanya masih serba kemungkinan. Lalu kenapa mesti susah-susah melihat ke masa depan? Apakah benar Yesus tidak peduli akan masa depan? Bagaimana dengan dua kutipan di atas? Yang mana mesti kita pegang? Apakah ke dua kutipan di atas bertentangan dengan perintah Yesus? Mari kita lakukan analisis sederhana.

Apa yang dikatakan oleh Drucker dan pepatah Cina itu adalah mencoba mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Memang masa depan siapa tahu, namun dengan melihat sejarah masa lalu kita sehingga menjadi diri kita s a a t i n i kita dapat mempelajari dan mengerti apa kesalahan kita dan bagaimana memperbaikinya pada s a a t i n i sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik di masa depan. Jadi intinya adalah persiapan. Lain halnya dengan apa yang dikatakan oleh Yesus. Dia berujar mengenai k e k u a t i r a n. Kuatir sama dengan takut akan sesuatu yang belum tentu terjadi. Jadi intinya adalah t a k u t. Bukannya mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok tetapi malah ketakutan. Bukannya belajar dari sejarah kehidupan agar dapat bertindak lebih benar dan lebih tepat, tetapi malah menyerah dan mengikuti arus saja.

Sebagai orang yang percaya kepada Allah pencipta langit dan bumi kita tidak selayaknya takut karena beberapa hal: pertama karena Allah adalah pemberi hidup. Kita ingat bahwa manusia hidup karena nafas Allah. Dia yang memberi hidup, maka Dia juga pasti akan memelihara kehidupan kita yang percaya dan menggantungkan diri kepada-Nya. Ke dua, kuatir (takut) akan masa depan sama saja dengan tidak mempercayai Allah dan kuasa pemeliharaan-Nya. Ke tiga, kekuatiran atau ketakutan akan masa depan tidak memperbaiki apa-apa. Umur kita tidak akan jadi lebih panjang dengan berkuatir-ria, lebih pendek jauh lebih mungkin. Bila demikian, maka adalah jauh lebih baik bila kita memusatkan kehidupan kita kepada Allah. “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 8:33). Melakukan pekerjaan yang diperkenan Allah dan diperintahkan oleh-Nya. Hidup untuk hari ini dalam artian, melakukan segala yang terbaik hari ini (termasuk di dalamnya merencanakan masa depan), dan percaya Allah yang akan membantu kita menyelesaikan yang tidak mampu kita selesaikan sendiri. “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat. 6:34). (06012010)

Sunday 3 January 2010

Kesempatan Adalah Berkat

Dalam satu kesempatan menyambut tahun baru saya pergi ke sebuah gereja untuk mengikuti ibadah awal tahun. Tema ibadah pada saat itu adalah: Memasuki Tahun Baru dengan Berkat Tuhan. Apa sich yang dimaksud dengan berkat Tuhan?

Banyak orang berpikir bahwa berkat Tuhan adalah uang yang banyak, sukses dalam pekerjaan, kesehatan yang baik dan banyak hal lain yang kasat mata dan dapat dipegang atau dirasakan. Apakah itu benar? Ya! Kita patut bersyukur atas semua itu. Tapi ada berkat lain yang hendak saya uarikan lebih jauh yang tidak kelihatan wujudnya, namun bila digunakan dengan baik, akan menghasilkan berbagai hal yang kasat mata dan berwujud jelas seperti yang sudah diuraikan di atas. Berkat yang tidak berwujud itu bernama: kesempatan.

Kesempatan sebagai berkat tentu tidak dalam arti negatif seperti ucapan ban Napi: “Kejahatan sering terjadi bukan karena disengaja, tetapi karena ada k e s e m p a t a n.”Bukan itu. Kesempatan sebagai berkat adalah kesempatan untuk berbuat baik kepada orang lain. Ya. Berbuat baik dalam segala hal kepada orang lain, terutama tentunya kepada mereka yang paling membutuhkan bantuan kita: mereka yang miskin dan papa, orang tua, orang cacat, mereka yang sendirian, para yatim piatu dan sebagainya. Ada banyak contoh perbuatan baik semacam ini, misalnya: memberi uang kepada orang miskin, memberi iskuit atau susu kepada anak jalanan, menuntun orang buta menyeberang jalan, membantu mendorong gerobak di jalan yang menanjak, sampai membersihkan rumah dan memandikan pemiliknya yang sedang sakit. Saya jadi teringat master Cheng Yen seorang pendiri Yayasan Budha Tzu Chi pernah berkata bahwa kita harus berterima kasih kepada mereka yang telah memungkinkan kita untuk melakukan perbuatan baik. Jadi ketika kita melakukan perbuatan baik, jangan pamrih, dan tidak usah menunggu atau meminta balasan. Justru sebaliknya kita harus merendahkan diri, membungkin sambil mengucapkan terima kasih kepada mereka yang kita tolong.

Kita sebagai manusia yang sangat dimuliakan oleh Allah sendiri, mengemban satu tugas besar yaitu mencerminkan kemuliaan-Nya dalam setiap tutur kata dan perbuatan kita. Allah telah memberikan berkat-Nya: kesempatan yang tersedia begitu luasnya setiap saat. Mari kita pakai kesempatan itu agar semakin hari, semakin terang kita mencerminkan kemuliaan-Nya.

Melangkah Bersama Allah

Suatu malam saya pernah salah belok di suatu jalan dekat pasar ikan di Jakarta. Jalan yang tadinya lebar dan terang, sedikit demi sedikit menyempit. Lampu jalanan juga mulai menghilang. Keadaan gelap di depan. Walaupun lampu jauh mobil sudah dihidupkan, masih saja tidak dapat menembus kepekatan. Kengerian dan ketakutan mulai bergayut. Sama halnya ketika kita memulai sesuatu yang baru. Apakah itu memasuki kelas yang baru, memulai sesuatu tugas pekerjaan yang baru, maupun memasuki tahun baru. Pandangan kita tidak dapat melihat jauh ke depan. Gelap! Kengerian dan ketakutan juga mulai menjalar. Ada apa disana? Bisakah saya menjalaninya? Bagaimana orang-orang disana? Apa yang harus saya lakukan agar diterima?

Ketika kita tanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada orang-orang yang kita kenal, maka akan ada banyak nasehat yang muncul. Salah satu yang mungkin cukup dapat menjadi pegangan sebagai manusia adalah: integritas. Jadilah manusia yang memiliki integritas tinggi. Apa yang diucapkan, sesuai dengan apa yang dilakukan. Bila kita berkata bahwa kita adalah orang yang jujur, berperilakulah jujur dalam segala hal. Bila kita mengatakan bahwa kita adalah seorang pekerja keras, buktikan bahwa memang kita pekerja keras. Bila kita mengatakan bahwa kita adalah orang yang rendah hati, nyatakan itu juga dalam setiap tindakan dan perilaku kita. Yup, orang dapat memaafkan mereka yang bodoh, dan melakukan kesalahan. Orang dapat memaafkan mereka yang kurang teliti dan kemudian melakukan kesalahan. Namun orang tidak akan dapat memaafkan mereka yang omongannya tidak sesuai dengan tindakannya. Bahkan bertolak belakang!

Namun, dari pengalaman hidup yang hampir setengah abad, memiliki integritas saja ternyata tidak cukup. Kita tetap harus memiliki pijakan yang jelas. Pijakan yang tidak akan goyah. Pijakan yang mampu menopang keberadaan kita sebagai manusia, yang penuh dengan kelemahan. Untuk itu kita perlu melangkah bersama Allah. Setiap hari Minggu, dalam ibadah selalu kita ikrarkan pengakuan iman bahwa “aku percaya kepada Allah, Khalik langit dan bumi” ya…dialah yang menciptakan langit dan bumi. Dia sangat dapat diandalkan. Walaupun jalan gelap di depan kita, Dia mampu membuatnya menjadi terang. Kita perlu melangkah bersama Allah karena adakah alternatif lain yang lebih baik?

Raksasa

Coba gambarkan tiga buah lingkaran. Satu di kiri, satu di kanan dan satu lagi di atas. Isi lingkaran yang di atas dengan kata “Allah”, lingkaran yang di kiri dengan kata “Raksasa Kehidupan”, dan lingkaran yang di kanan dengan kata “Raksasa dalam Diri Sendiri”. Beri tanda panah dari lingkaran di kanan ke lingkarang di kiri dengan tulisan “Bangkit dan Lawan”, kemudian beri tanda panah dari lingkaran di atas ke arah lingkaran di kanan dengan kata “Kekuatan”, dan satu panah lagi menuju lingkaran di kiri dengan tulisan “Dalam Kendali”. Mudah-mudahan sesudah anda mengikuti petunjuk di atas, anda dapat mengerti apa yang saya maksud. Jikalau belum, baiklah saya uraikan di bawah ini.

Ketika bangsa Israel akan memasuki tanah Kanaan, Musa mengutus dua belas pengintai. Dari dua belas orang tersebut, sepuluh diantaranya mengatakan hal yang negatif. Kanaan dipenuhi dengan raksasa, dan bangsa Israel adalah belalang. Begitu mereka membandingkan diri mereka sendiri dengan penduduk Kanaan. Itulah gambaran lingkaran di sebelah kiri dengan tulisan “Raksasa Kehidupan”. Sering kita juga mengalami hal yang serupa. Ada banyak hal yang mengganggu ketenteraman hidup dan membuat kita kuatir. Apakah kontrak kerja masih akan diperpanjang? Apakah saya dapat lulus memasuki sekolah atau universitas itu? Apakah orang tua saya masing sanggup membiayai sekolah saya? Apakah disana saya akan mendapat banyak teman? Begitu banyak raksasa kehidupan yang mengganggu kita.

Berlawanan dengan “Raksasa Kehidupan” yang mengganggu kita, di dalam diri kita sendiri sebetulnya ada raksasa lain. Raksasa ini di kebanyakan orang tidur saja dan tidak dipergunakan untuk melawan “Raksasa Kehidupan” tadi. Raksasa dalam diri setiap orang adalah potensi diri, kemampuan, talenta dan banyak hal lain yang sudah diberikan oleh Allah sendiri sebagai bekal kehidupan kita. Kita harus mengenali raksasa ini dan membangunkannya agar dapat dipergunakan secara efekti. Sampai disini saya jadi teringat buku tulisan Anthony Robbins berjudul Awaikan the Giant Within. Tepat sekali yang diungkapkan oleh pak Anthon tersebut. Buku ini berisi teknik untuk membangunkan raksasa di dalam diri kita dan kita pakai untuk menguasai emosi, membangun hubungan yang lebih baik, mengatur keuangan dan secara keseluruhan adalah mengatur kehidupan kita sendiri. Itulah makna lingkaran di sebelah kanan dengan tulisan”Raksasa dalam Diri Sendiri”. Dan tanda panah yang mengarah ke lingkaran di sebelah kiri memiliki makna membangkitkan potensi diri untuk melawan raksasa dan masalah kehidupan manusia.

Ketika bangsa Israel sudah mulai goyah dan bersungut-sungut, maka Yosua dan Kaleb maju ke depan dan berkata, “Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya janganlah membertontak kepada Tuhan,….” (Bilangan 14:7-9a). Itulah makna lingkaran di atas berikut dua tanda panah yang mengarah ke bawah. Bahwa sebenarnya Allah akan memberikan kekuatan kepada kita untuk membangkitkan potensi dalam diri kita, dan bahwa Allah take control of setiap raksasa kehidupan yang menghalangi kita. Baik masalah kehidupan maupun diri kita semuanya ada dalam kendali dan pemeliharaan Allah sendiri. Oleh karena itu tidak perlu kita merasa takut, kuatir dan susah hati dalam menjalani hidup ini. Bangkitkan hal positif dalam diri kita, dalam lawan segala masalah kehidupan bersama dengan Allah. (03012010)